Introductie

217 14 39
                                    

PREDESTIN

(kkt.) Mentakdirkan. Kata kerja tambahan dari Takdir. Berarti membuat takdir. Atau membuat alur cerita yang menjadi nyata.

***

Karena kadang hanya obrolan nggak penting yang dianggap hanya receh biasa yang membuat menyimpan rasa.

Kadang hanya perlakuan biasa yang membuat kita merasa seperti seseorang berharga.

Kadang hanya berbagi musik bersama, membahas PR semalam, atau hanya membahas guru paling killer yang membuat ingatan melekat pada memori kita.

Kadang "Lo udah kerjain PR belom?" "Hahaha, goblok sih." "Pinjem buku lo bentar!" "Ini nih susah banget." "Nggak ke kantin?" yang membuat kita lupa bahwa ada perasaan yang tersamarkan dibaliknya.

Kadang semuanya terlalu buram. Karena lebur dalam satu pernyataan persahabatan. "Semua temen dikelas ini!"

Ketika sebuah rasa terhalang oleh rasa persahabatan. Ketika yang menghangat mulai mencairkan suasana. Ketika yang terbiasa mulai diam-diam memanggut rasa. Semuanya melebur dalam paradigma pertemanan.

Ini bukan tentang, "Gue minta lo nganggep gue lebih dari temen."

Bukan pula, "Gue udah terlanjur nyaman sama lo."

Apalagi, "Jadi manusia peka dikit kek. Tiap hari gue ngusilin, nyobek buku lo. Itu lo pikir buat apa?"

Ini cuma tentang kita. Yang direstui semesta untuk menggurat alur cerita bersama. Ini cuma tentang kita. Yang diam-diam cuek, namun menyimpan bilah rasa. Ini tentang kita, yang nggak punya setitik pun nyali untuk mengakui.

Bukan dinding persahabatan yang menghalangi kita. Tapi, justru kita sendiri yang menghindar pergi. Lalu lari sejauh-jauhnya. Bukan pernyataan teman yang membuat kita terpisah. Tapi opsi yang kita pilih. Membuat kita berdiri diam di tempat masing-masing.

"Gue pikir kita ditakdirkan sekelas untuk mengukir cerita."

"Menurut gue. Justru karena kita sekelas, kita jadi mulai terbiasa."

"Gue? Bodo amat."

Dan dibalik kalimat-kalimat itu, "Kenapa kita bisa kayak gini?" lalu, "Gue mau lo lebih."

Haris, Budi, Firman. Ketiganya selalu berbicara omong kosong yang tak nyata pada Alta Lembayung Denanta. Ketiganya selalu menyiratkan pendaran rasa dalam kekosongannya. Ketiganya selalu berharap lebih dalam kekosongannya.

Sampai akhirnya, rancu. Bahkan saat Alta mencoba menggali lebih dalam kekosongan itu. Semuanya hanya hampa.

[PREDESTIN]

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PredestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang