♀️Alta Lembayung Dananta

106 13 20
                                    

"Be Proud. And do the mission. Young and multitalented."

—Meet her, Alta Lembayung Dananta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Meet her, Alta Lembayung Dananta

Female. Umurnya baru menginjak tujuh belas tahun kemarin. Lebih cepat setahun masuk sekolah dibanding teman-temannya. Lebih sayang sama buku dibanding pacar, katanya. Menyukai petrichor dan lantunan hujan yang turun. Parasnya lumayan, cantik bila dibanding Nurraini. Tapi masih kalah jauh bila dibanding Ariana Grande.

Jarang punya teman. Sebetulnya banyak temannya. Tapi datang hanya saat ada maunya. Independen. Jarang bergantung sama orang. Mandiri. Pekerja keras. Tapi tukang ahli mengumpat atau mengabsen seluruh kebun binatang.

Terlihat beberapa minggu ini bukunya sudah sobek lima kali. Akibat terlalu banyak melakukan tour di dalam kelas untuk di fotokopi. Setia menemaninya gelas ukuran 600 mililiter tupperware hasil membujuk ibunya untuk dibelikan. Punya pemikiran yang sering bersebelahan dengan teman-temannya. Membuatnya sering dituduh menjadi musuh dalam selimut.

Anaknya pendiam, namun ceplas-ceplos dalam perkataan. Bila bertemu dengan yang sepemikiran, langsung lupa dunia terbuai kemana-mana.

Sering terpergok memandang Haris diam-diam, bergurau dibangkunya dengan Budi, dan melakukan skinship dengan Firman. Kira-kira kenapa ya?

***

Alta

Gue kadang terlalu bingung sama apa yang terjadi di sekitar gue. Pertengahan Juli lalu, gue masuk di kelas yang nggak sama sekali gue harapin. Dan sampai sekarang —pertengahan agustus gue masih menetap dan duduk manis di bangku. Padahal banyak yang dapat gue lakuin buat keluar. Semacam lari ke ruang BK, lalu mewek. Dan bilang pingin pindah kelas. Gue yakin, Bu Ida pasti masih kasih ijin. Soalnya daftar administrasi kelas belum di data komputer.

Tapi, betapa bodohnya gue masih menetap disini. Celingak-celinguk bego, sambil meratapi nasib buku gue yang sobek karena dijadiin contekan.

Awalnya, gue kira kelas ini nggak ada bagus-bagusnya. Sampai akhirnya, seorang Haris dan Suga. Dua sahabat sehidup semati mulai mencoba menghangatkan kelas.

Dan dengan semua yang berada diluar kendali otak, gue pingin menetap.

Apalagi saat waktu berjalan melambat. Mempertemukan gue dengan mahluk sederhana bernama Haris Erlang Alif Janata. Gue ngeja namanya aja capek. Dia yang awalannya cuma bisa gue lihat sebagai temen tetangga kelas kini berubah jadi temen sekelas.

Sesederhana itu Haris datang. Sesederhana saat matanya mengintimidasi gue ketika nulis. Sesederhana tingkahnya yang kayak gorila dan es di waktu yang bersamaan. Sesederhana ketika dia menyahut minum botolan kaleng dari tangan gue.

Haris, sesederhana itu.

Tapi waktu terus bergulir. Meninggalkan Haris yang tetap diam tanpa mau melangkah maju. Lama-kelamaan Haris memudar. Kalo seandainya dia bintang, mungkin dia udah melakukan ledakan supernova. Tapi salahnya gue, yang terus maju tanpa melihat bahwa ledakan supernova itu menghasilkan lubang hitam.

Lubang hitam yang dapat menyerap partikel apapun walaupun secepat cahaya.

Semenjak Haris memudar, seorang lagi datang. Ia teramat sederhana daripada seorang Haris yang goblok nya minta ampun. Namanya Budi. Gue aja nggak inget punya temen sekelas kayak dia. Tingkahnya dia itu hangat. Kayak microwave. Dia juga lumayan perhatian.

Saat itu mungkin gue sadar, temen gue banyak di kelas ini. Sudah saatnya gue menerima.

Perlahan-lahan banyak temen baru datang. Firman contohnya. Gue nganggep dia kakak. Kakak yang tololnya minta ampun. Tapi, sebagai kakak dia bisa ngelindungin adiknya.

Semua berjalan sempurna, sebelum dugaan gue benar soal ledakan supernova. Iya, Haris udah jadi lubang hitam sekarang. Diam-diam dia menarik atensi gue. Namun, disaat yang bersamaan. Budi seolah ada di sebelah gue menahan gue buat ke Haris. Dan lagi-lagi, Firman kakak gue. Seolah siap jadi pelindung yang ada di depan gue.

Gue kira ini biasa.

Tapi nyatanya gue terlalu dungu untuk tahu. Bukan itu yang mereka inginkan. Tapi, perlahan-lahan gue denger suara detakan jantung mereka. Yang seolah berkata, "Lo Alta milik gue."

Something wrong in here. Impossible, three guy like me at the same time. Are the world is crazy?

Jawabannya, tidak.

Tapi ini memang yang sudah ditakdirkan buat gue.

***

PredestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang