Prilly memeluk Ceni erat. Anak itu suhu badan-nya mulai naik, panas tinggi. Prilly sangat khawatir, jam sudah menunjukkan waktu pulang sekolah. Ali pun tidak tau harus berbuat apa saat melihat Prilly menangis melihat keadaan Ceni.
"Ta.. ayok kita bawa Ceni ke apotek. Beli obat, atau periksa ke dokter." Ali mengajak.
Prilly menatap Ali sendu,"Duit darimana Li?" Prilly semakin menangis. Ceni tidur di gendongan nya. Sakit sekali melihat keadaan Ceni begini.
Mereka juga tidak berani pulang ke kontrakan karena cuaca sedang tidak baik, rintik. Takut keadaan Ceni semakin parah, apalagi transportasi mereka hanyalah sepeda."Gue masih ada duit dari cafe Ta, semoga cukup." Ali menunjukkan beberapa lembar uang milik-nya.
"Obat di apotek kan mahal Li, apalagi kalau sampai dibawa ke dokter. Gue takut Ceni kenapa-napa,"
Ali menggeleng,"Lo jangan berpikiran yang macem macem gitu-lah, yang penting kita ada niat." Ali berusaha menenangkan Prilly.
"Eh Li, Prill. Belum pulang?" Nichol dan Caca datang dari belakang mereka.
Prilly menggeleng,"Ceni sakit. Masih rintik juga, takut nambah panas ntar kalo kena ujan." Prilly menjelaskan. Air matanya ia hapus perlahan.
Caca mendekat dan mengecek suhu badan Ceni,"Astaga. Panas banget, harus di periksa ke dokter ini." Caca lantas merogoh ponselnya."Nich, kira kira Om Denny ngijinin kita gak ya masukin Caca ke rumah sakit-nya?"
Nichol menjentikkan jarinya,"Ya ampun gue sampe lupa. Kan masih ada Om Denny." Katanya. Cowok itu lalu menatap Prilly,"Gue sama Caca punya Om, dokter. Ayok berobat disana, kalo atas nama kita.. gratis kok."
"Tapi, gue gak enak deh ngerepotin kalian."
Nichol berdecak,"Yaelah Prill.. santai aja kali, kalian kan juga sering banget bantuin kita. Sekali kali, kita bales juga." Caca diam diam tersenyum, Nichol sudah banyak berubah.
Ali tersenyum hangat,"Thanks Nich. Tapi, kita naik apa kesana? Ujan belom reda." Bimbang cowok itu.
Caca tersenyum,"Gue sama Prilly naik angkot, trus.. lo sama Nichol naik motor." Caca mengusulkan.
Nichol mengangguk,"Gue setuju. Ayok!"
"Eh tunggu," Ali mencegah gerakan mereka,"Sepeda gue gimana?" Ia bertanya.
Prilly pun nampak berfikir. Tidak mungkin meninggalkan sepeda mereka di sekolah. Kalau sore ngambil-nya, gerbang pasti udah di gembok. Mata Prilly berbinar saat melihat Revo,"Vo!"
Revo menoleh lalu berjalan mendekati mereka berlima."Ngapa Prill?" Tatapan-nya sinis saat melihat wajah Nichol-- mantan anak rajawali.
Prilly nyengir,"Bisa bantu gue sama Ali gak?"
Tanpa pikir panjang, Revo mengangguk."Bisa. Bantu apa emang Prill? Eh? Lah ini anak siapa?" Revo bertanya dengan menunjuk Ceni.
Ali tersenyum,"Anak gue sama Prilly."
Mata Revo membulat,"Seriusan Li? Aduh.. udah ena-ena aja kalian, tutorin gue dong!" Cowok ganteng itu nyengir.
Prilly berdecak,"Bukan waktu-nya bercanda sekarang." Kesal-nya."Lo tolong bawain sepeda gue sama Ali ke kontrakan ya, tolong banget Vo. Soalnya gue sama Ali mau nganterin Ceni ke rumah sakit, dia sakit." Prilly menjelaskan.
"Ceni sape?"
Ali tersenyum,"Anak gue nama-nya Ceni." Jawab-nya bangga. Sementara Nichol yang mendengarnya pura pura batuk.
Uhuk uhuk!
Ali menjulurkan lidahnya pada Nichol,"Sirik aja lo."
Revo mengangguk paham,"Oke. Dijamin sepeda lo bakal aman sampe di kontrakan, tanpa cidera sedikit pun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alee
RandomKami berdua adalah Alee. Bukan ale-ale loh ya. -Aleeansyah Lucifer -Prilly Aleeta