Cinta Sang Abdi Negara 2

2.6K 72 0
                                    

Happy Reading

Jiwa raga Allea bagai disiram air dingin menyejukan, setelah menjalankan shalat Maghrib dilanjut mengaji Quran. Tidak ketinggalan wirid rutin menjelang Azan Isya. Selesai kegiatan menghadap sang Kholiq, gadis itu melepas dan melipat peralatan ibadahnya.

"Allea!" Suara Umi Rita memanggil dari ambang pintu.

"Iya, Umi."

"Kemari, Sayang! Umi mau ngomong sesuatu."

Allea mengikuti langkah Umi Rita menuju ruang tamu yang cukup luas, tetapi banyak barang, hanya seperangkat sofa, lemari kaca berisi berbagai macam buku, dan beberapa piala hasil dari bermacam bakat anak panti asuhan.

"Ada apa, Umi?" Setelah mereka duduk saling berhadapan.

"Gini, Nak ... kamu 'kan sudah tahu keluarga Pak Helmi udah kembali, dan tinggal di rumahnya yang dulu," tutur Umi Rita.

Allea mengangguk, dengan seksama mendengarkan setiap kalimat yang diucapkan wanita pengasuhnya sejak bayi. Merawat penuh kasih sayang, dan menjadikannya sosok wanita berkepribadian Solehah.

"Bu Herawati meminta umi untuk membicarakan sesuatu sama kamu."

"Sesuatu tentang apa itu, Mi?"

"Bu Hera minta supaya kamu bersedia menjadi guru ngaji buat Aldo, dan umi harap kamu tidak menolaknya!"

Allea terkesiap dengan permintaan itu, mampu 'kah dirinya? Mudah-mudahan. Tugas itu cukup berat, karena berurusan dengan agama, harus benar menjalaninya.

"In syaa Allah, Al bersedia, Umi," jawab Allea, setelah berpikir lama serta memantapkah hati.

"Alhamdulillah, tapi baik umi maupun Bu Hera gak memaksa jika kamu gak berkenan."

"Al bersedia, Umi. In Syaa Allah, Allea bisa menjadi guru ngaji buat Aldo. Lagi pula keluarga Om Helmi sudah mengenal kita dari dulu, dan banyak membantu panti asuhan ini, apa salahnya Allea membalas budi baik mereka dengan menjadi guru ngaji untuk putra mereka."

"Alhamdulillah, syukurlah jika memang kamu sudah paham." Terbesit rasa bangga di hati wanita salehah itu, dengan jalan pikiran anak asuhnya yang sudah ia anggap anak kandung sendiri.

"Kapan Allea bisa mulai, Umi?"

"Besok pagi kamu ke rumah Bu Hera saja untuk membicarakan keputusan kamu, sekalian kamu silahturahmi sama Pak Helmi, ya."

"Baiklah Umi, besok Allea ke sana."

***

Jantung Allea berdetak lebih dari normal, saat kakinya ia pijakkan kembali di rumah yang begitu banyak menguras kenangan. Memory yang terlalu manis untuk dilupakan dan tidak akan pernah dilupakan, selama jiwa berada dalam raga.

Allea menatap sudut teras di mana Altar terakhir kali mengusap air mata perpisahan. Di hari itu sang sahabat kecil akan pergi, meninggalkannya dalam kurun waktu yang cukup lama.

*

"Altar ... kalau kamu pergi siapa yang akan menemaniku bermain?" Allea menampakan raut sedih.

"Kamu tidak usah sedih, Chubb. Aku pergi tidak akan lama." Jemari kurus Altar mengusap lelehan air mata di pipi Chubby Allea.

"Kamu janji ya, akan kembali ke sini."

"Iya, Chubb aku janji, kamu tunggu aku nanti di markas senja, ya!"

Allea mengangguk, dalam hati mengikrarkan janji, akan menunggu sahabat cekingnya kembali di sana.

*

'Ini sudah dua belas tahun kamu pergi Altar, bukan waktu yang sebentar untukku menunggu kamu kembali.'

Cinta Sang Abdi NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang