Cinta Sang Abdi Negara 10

1.7K 52 0
                                    

Happy Reading

Satu minggu berlalu, sejak acara ulang tahun Aldo, putra kedua dari Pak Helmi suseno dan Bu Herawati Dyah Yuniastuti, Altar dan kedua orang tuanya kini kembali berada di panti asuhan NURUL HIKMAH, dengan tujuan tertentu.

Mereka berkumpul bersama di ruang tamu dengan Umi Rita dan seorang lelaki berusia sepuh. Renta tetapi masih terlihat bugar itu adalah Abah Hanif, ayah dari Umi Rita, sekaligus sesepuh di rumah panti.

"Ada kepentingan apakah gerangan Pak Helmi dan Bu Hera, juga Nak Altar datang kemari?"

Umi Rita memulai pembicaraan, menanyakan langsung tujuan keluarga Altar datang ke rumah panti miliknya, tanpa mengurangi sikap sopan.

Kedatangan keluarga ABRI itu mengundang tanya, mengingat acara beberapa hari lalu berjalan lancar tanpa kendala.

Bu Hera sedikit beringsut, mencondongkan posisi duduk agak ke depan. Bersiap memberi penjelasan mewakili keluarga.

"Begini, Umi. Kedatangan kami kemari bermaksud membicarakan kelangsungan hubungan anak-anak kita, Altar dan Allea," tutur Bu Hera.

Umi Rita tertegun, raut binar tercetak jelas di wajah Bu Hera saat menyampaikan maksud kedatangannya.

Mendadak senyum lebar terukir di bibir Umi Rita. "Alhamdulillah, kalau begitu saya panggilkan dulu Allea, karena ini menyangkut dirinya, jadi Allea yang harus lebih tahu."

"Allea di sini, Umi." Gadis itu datang membawa nampan berisi minuman untuk para tamu.

Semua yang hadir menoleh ke arahnya, senyum merekah di bibir mereka, menimbulkan rasa kikuk sang gadis.

Altar mengamati setiap gerak gadisnya, Allea tahu itu, detak jantungnya berpacu sebagai respon.

"Silakan di minum Om, Tante," tawar Allea, setelah menaruh gelas minuman di atas meja, lantas duduk di samping sang Umi, mendekap nampan.

"Terima kasih, Sayang. Maaf sudah merepotan kamu."

"Tidak, Tante, sama sekali tidak direpotkan."

"Aku tidak kau tawari minum, Sayang?" Altar menatap penuh arti gadis yang wajahnya tengah merona.

Allea risih mendapat tatapan sedemikian rupa. Bahkan kalimat terakhir Altar membuatnya merasa tak enak, sehingga dirinya mendapat perhatian khusus dari orang-orang di sekitar.

"Ma-maaf, silakan diminum!" jawabnya gugup.

Allea menyembunyikan rasa malu dengan menunduk seraya menggigit bibir bawah.

Altar gemas melihatnya.

"Jangan menggodanya, Kapten! Kasian Allea," hardik Bu Hera seraya menepuk paha sang putra.

Altar terkekeh kesenangan, sudah membuat wajah Allea merona, dan salah tingkah di depan orang-orang penting.

"Allea, kami ke sini ingin menanyakan sama kamu," Pak Helmi menetralkan suasana, kembali serius membicarakan pokok utama tujuannya datang kemari.

"Apakah itu, Om?"

"Kami sudah sepakat melanjutkan hubungan kamu dengan Altar ke jenjang yang lebih serius, yaitu menikahkan kamu dengan Altar, bagaimana menurutmu?"

Jantung Allea sedari awal kedatangan Altar beserta kedua orang tuanya sudah berdegup kencang, kini ritme degupnya melonjak naik lebih cepat lagi.

Allea menelengkan matanya ke arah Umi Rita, lalu beralih ke Abah Hanif yang sedari tadi hanya menyimak.

"Ikuti kata hatimu, Nak," saran Abah Hanif, paham kegundahan yang di alami cucu angkatnya.

Allea menarik napas banyak-banyak, mengkondisikan suasana hati yang dilanda kegugupan luar biasa.

Cinta Sang Abdi NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang