Cinta Sang Abdi Negara 6

1.8K 63 0
                                    

Happy Reading

"Bilang saja Kakak mau ketemu Kak Allea, 'kan?" celetuk Aldo menginterupsi lamunan masa lalu Altar kembali pada masa kini.

"Anak pinter, itu salah satu tujuan kakak," jawab Altar sambil terkekeh.

"Uuhh ...."

"Ayo ke sana, Do!"

Aldo pasrah tangannya ditarik sang kakak mendekati pintu yang akan disambanginya.

"Assalamu'alaikum."

Altar mengetuk pintu rumah panti asuhan, terdengar sahutan dari dalam, tak lama pintu dibuka. Segumpal daging berwarna merah langsung berdenyut cepat saat membentur mata teduh si penghuni rumah

"Wa'alaikumssalam. Kalian ...." Allea menyambut kedatangan mereka dengan debaran ditutupi senyuman, apa lagi Altar memandangnya tanpa berkedip, membuatnya salah tingkah.

"Hai, Allea, kau sedang menungguku?" sahut Altar setelah beberapa saat terpaku pesona wajah ayu gadis pujaan. Senyum khasnya ia tebarkan.

"Aah, itu ... kalian ada apa datang kemari sepagi ini?" Allea mengalihkan pertanyaan Altar.

Tentu saja kedatangan pemuda itu sangat ditunggu. Saking tak sabar berharap waktu berputar dengan cepat menuju pagi. Hanya saja, tidak menyangka kedatangannya bersama Aldo.

Kakak dan adik itu saling berpandangan, raut mereka nampak lucu saling menuntut penjelasan. Altar menggaruk kepala yang mendadak gatal, terlupa kedatangannya ke panti asuhan untuk apa? Aldo nyengir polos.

"Eehh ... ini Al, aku ingin bertemu Umi, dan Dodo ingin mencari teman main di sini. Iya 'kan, Do?" Melirik Aldo, berharap sang Adik memahami maksudnya.

"Bukan itu ...," sergah Aldo sambil menggeleng.

"Do, bukannya kita mau cari teman buat kamu?" potong Altar cepat sebelum Aldo meneruskan kalimatnya. Bisa mati gaya di hadapan sang gadis.

Allea mengerutkan dahi, bingung dengan perdebatan yang ditimbulkan Kakak dan Adik itu. Mata memicing, menyilangkan tangan di depan dada, menunggu salah satu dari mereka memberi penjelasan.

"Tapi, Kak ...!" Aldo mengajukan protes kembali. Namun, lagi-lagi Altar memotong.

"Ayolah Do, jangan malu-malu." Merangkul adiknya menaik turunkan alis, Aldo cemberut.

"Sudah, sudah! Kalian tidak usah berdebat, ayo Aldo, ikut Kak Allea." Gadis itu mulai paham situasi yang sebenarnya. Dasar Altar sok jaim. Pikirnya, seraya menggelengkan kepala.

Allea menuntun Aldo menuju halaman belakang panti asuhan, tanpa ada penolakan. Altar mengikuti dari belakang, tersenyum penuh kemenangan.

"Mau kemana?" tanya Aldo penasaran.

"Nanti juga Aldo tahu."

"Aku tidak mau bermain!"

Terlambat, Allea sudah tiba di tempat, di mana segerombolan anak lelaki sedang bermain bola.

"Nah, lihat! Kau pasti akan senang bermain dengan mereka." Allea menunjuk ke halaman yang luas di mana anak-anak bermain sesuai seleranya.

Anak laki-laki dan perempuan, berusia rata-rata di bawah dua belas tahun. Raut-raut polos tanpa beban, seolah tidak mempermasalahkan di mana orang tua mereka.

Sebagian dari anak-anak yatim piatu, sengaja di titipkan saudaranya yang tidak mampu. Ada pula yang dibuang sedari bayi merah, dengan alasan dan kasus yang berbeda.

Aldo memandang anak-anak sebayanya tanpa ekspresi, bibirnya masih cemberut.

"Fadlan, kemari ...!" panggil Allea pada salah seorang anak laki-laki.

Cinta Sang Abdi NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang