Happy Reading
"Ayo, Sayang. Bunda antarkan kamu pada mereka, Ayah sama Aldo sedang di mushola, pastinya salat mereka sudah selesai."
"Iya, Bun."
Mereka menuju mushola kecil yang berada di bagian belakang rumah dekat gazebo.
Altar sempat merangkul Bi Atin saat berpapasan, wanita berjasa kedua selain Bundanya. Di saat kedua orang tua sibuk dengan tugas, wanita bertubuh gempal itu lah pengganti, sebagai pengasuh. Kedekatan mereka layaknya ibu dan anak.
"Assalamualaikum," salam Altar begitu kakinya memasuki tempat ibadah berukuran 4x5 tanpa pintu.
Semua yang berada di dalam spontan memalingkan wajah ke arah Altar.
"Wa'alaikumssalam, Altar." Pak Helmi beranjak dari sila.
"Kakak ...!" seru Aldo menghambur ke dalam pelukkan Altar.
"Hallo Dodo, kamu sudah besar rupanya, dan badanmu, mm ... tambah gendut," ucap Altar. Pemuda itu meraih kepala Aldo, mengacak rambutnya dengan gemas.
"Alhamdulillah, kamu sudah kembali dengan selamat, Nak." Pak Helmi memeluk putra sulungnya dengan penuh kerinduan.
Mata Altar kembali meluruhkan cairan bening, begitu pula Pak Helmi, seorang pensiunan MILITER yang gagah berwibawa serta bersifat keras pun tak mampu membendung air mata, saking terharu.
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, saling bertukar cerita, senda gurau membuat suasana begitu hangat.
***
Altar memasuki kamar, memonitor setiap inci ruangan, tidak ada yang berubah, masih tetap seperti dulu, terakhir ditinggalkan tiga belas tahun lalu. Tetap bersih dan terawat berkat tangan cekatan Bi Atin.
Pemuda pemilik postur jangkung itu, merebahkan tubuh, bermanja ria di atas tempat tidur. Melintas memory silam, bagai tayangan slide dalam otak, mengundang lengkungan ke atas di kedua sudut bibir.
"Allea Fahriani Syahputri, bagaimana keadaanmu sekarang? Masih gendut, 'kah? Masih chubby, 'kah?" Altar menatap nyalang langit-langit kamar, membayangan sosok sahabat kecil, yang belum terdeksprisi keadaannya saat ini.
"Sayang!" Bu Hera memasuki kamar Altar. Mendapati sang putra senyum-senyum sendiri.
"Lagi mikirin apa? Kok senyum-senyum sendiri, bikin Bunda khawatir," tanya Bu Hera, mengerutkan kening.
"Tidak mikirin apa-apa, Bun," jawabnya, bangkit dari rebahan.
"Hm, bunda tahu apa yang ada di pikiran kamu."
"Oh ya, apa, Bun?" Altar menunjukan ekspresi datar, agar tidak terlihat bahwa dia sebenarnya menyimpan rasa malu akibat gejolak rindu.
"Pasti Allea," tebak Bu Hera, yakin.
Tawa berderai seketika, tebakkan sang Bunda benar adanya, tak dipungkiri rindu kian menggebu memenuhi tiap ruang kalbu.
"Tadi pagi dia di sini nungguin kamu."
"Benarkah? Trus sekarang di mana?"
Tanpa diminta dua kali, Bu Hera menceritakan sedikit tentang Allea yang diketahui saat ini.
Menggambarkan sosok gadis sesuai dengan keadaanya saat ini Cantik, bertutur kata sopan, bersifat bijak dan solehah, karena itu Bu Hera meminta Allea menjadi guru ngaji buat Aldo.
Tak ada yang disembunyikan, wanita berjilbab syari itu, menceritakan pula keinginan Aldo tentang sebuah aplikasi game di ponsel yang tak dimiliki si gadis sebagai bujukan mau belajar mengaji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Abdi Negara
RomanceLika-liku perjuangan sepasang anak manusia dalam menggapai cinta dan kesetiaan. Seorang ABDI Negara, menjujung tinggi tanggung jawab, baik dalam pengabdian kepada sang istri maupun kepada Negara. Dipisah jarak dan waktu untuk kesekian kali, di saat...