Happy Reading
Suara ketukkan di pintu kamar, menambah debaran di hati Allea semakin mengencang. Bagaikan gunung menunggu mengerupsi.
"Assalamu'allaikum."
"Wa'alaikumssallam, Tante Hera." Napas lega terembus dari hidung Allea. Alhamdulillah bukan Altar, tetapi tante Hera, lalu di mana dia? Bisik hatinya.
"Bagaimana hari ini? Aldo tidak menyusahkanmu 'kan, Sayang?" tanya Bu Hera sembari duduk di karpet di antara Allea dan Aldo.
"Alhamdulillah tidak, tante. In Syaa Allah semua baik-baik saja," jawab Allea, melirik Aldo. Anak itu meneleng, lantas mengangguk, mengiyakan ucapan guru ngajinya.
Sepintas Allea menangkap bayangan seseorang berdiri, bersandar di frame pintu kamar. Dari sudut mata, ia tahu bahwa yang berdiri di sana adalah Altar.
Tidak berani terang-terangan melihat. Allea memilih menunduk mengendalikan gemuruh di hati.
Bu Hera tidak menyadari kehadiran Altar, posisi duduknya membelakangi pintu, membuat si pemuda lepas dari pandangan sang Bunda.
Allea gelisah, duduk pun mulai tidak nyaman, ingin segera beranjak. Setidaknya menyuruh Altar pergi agar tidak mengawasi gerak geriknya. Gerogi.
Seperti ada dorongan kuat, mata si gadis ayu memberanikan diri melirik ke arah pintu. Berharap lewat sorot mata, Altar mengerti, memintanya menyingkir dari sana.
Deg, jantung serasa mau melorot saat Altar malah mengedipkan sebelah mata, bibir itu menyunggingkan senyum khas, benar-benar Allea speechless dibuatnya.
"Allea kau baik-baik saja?" tanya Bu Hera. Wanita cantik paruh baya itu menangkap gelagat gelisah gadis yang diajak bicara. Menatap heran.
"Eeh ... i-iya Tante Allea baik-baik saja." Dengan sangat gugup. Allea buru-buru menunduk kembali. Memohon Tuhan membantunya menghentikan hati yang terus bertalu-talu.
Kecuriga timbul dengan sikap janggal Allea, refleks kepala Bu Hera menoleh ke arah pintu, lantas menggelengkan kepala. Pantas saja.
"Hmm, dasar anak nakal."
Altar nyengir tanpa dosa menanggapi ucapan sang Bunda.
***
"Aku antar kamu pulang ya, Al?" Rendy menawarkan diri, setelah sang gadis selesai dengan aktifitas mengajarnya.
"Tidak usah Bang Rendy, terima kasih, Allea bisa pulang sendiri," tolak Allea dengan sopan. Dalam hati berharap Altar lah yang menawarkan.
"Tapi, kau tidak boleh pulang sendiri. Aku takut kamu nanti ada yang menculik," kukuh Rendy.
Allea menahan tawa, monolog Rendy terdengar konyol, menganggap dirinya seumpama anak kecil di khawatirkan bakal ada yang menculik.
"Kamu cantik Allea, bahkan kelewat cantik, kau bisa jadi sasaran pria-pria hidung belang di luar sana." Seolah tahu yang di pikirkan si gadis, Rendy memperjelas monolognya.
Allea sedikit terrenyuh dengan perhatian Rendy. Namun, ia yakin dibalik ucapan pemuda berambut cepak itu ada maksud tertentu.
"Aku yang akan menculiknya." Altar tiba-tiba menyela sambil turun dari lantai atas dengan langkah cepat.
"Brother kau tidak mungkin menculik gadisku," timpal Rendy.
Alis Altar langsung terangkat sebelah, mendengkus kesal.
"Apa maksudmu menyebut Allea gadismu?" Sang Kapten mulai meradang dengan perkataan Rendy. Allea pun sama perasaan tidak enak menyeruak.
"Tentu saja, Allea akan menjadi gadisku, jadi aku rasa kau tidak mungkin menculik gadisnya sepupumu sendiri, bukan?" ucapan Rendy mengalutkan perasaan dua sejoli yang sedang dilanda kasmaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Abdi Negara
RomanceLika-liku perjuangan sepasang anak manusia dalam menggapai cinta dan kesetiaan. Seorang ABDI Negara, menjujung tinggi tanggung jawab, baik dalam pengabdian kepada sang istri maupun kepada Negara. Dipisah jarak dan waktu untuk kesekian kali, di saat...