Cinta Sang Abdi Negara 5

2K 63 0
                                    

Happy Reading

Gadis yang duduk di sampingnya benar-benar berbanding terbalik 90-Derajat. Allea dulu bicaranya ceplas ceplos, tawa lepas tanpa beban, tapi kini mudah tersipu malu, mengundang gemas ingin menjawil pipi yang selalu merona.

Waktu mampu merubah segalanya, fisik dan perasaan manusia tak terkecuali sifat, ikut berperan dalam perubahan tersebut.

'Ah, kau sungguh indah Allea, aku pastikan tak kan mengulang kesalahan melepasmu lagi.'

"Oh ya, aku hampir lupa, aku punya sesuatu untukmu." Altar teringat benda yang dibelinya sebelum tiba di markas senja, lantas memberikannya pada Allea.

"Ini apa?" tanya sang gadis, tangannya meraih totabag yang disodorkan Altar.

"Buka saja!"

Dengan hati-hati, Allea membuka kantung kain yang diberikan Altar. Mata si gadis membelalak, begitu melihat apa isi di dalamnya.

"Masya Allah, ini ... ponsel?" Menahan rasa ingin melonjak girang. Rasa yang berlebihan, baginya benda itu sangat berharga seumpama berlian. Sebagai gadis penghuni panti asuhan, mana bisa membeli barang semahal itu.

Altar mengangguk. "Kau menyukainya?"

"Ini pasti mahal?" Allea menatap polos lawan bicaranya.

"Tak masalah, harganya masih terjangkau."

"Untuk apa kau memberiku ini?"

"Bunda menceritakan tentang kau membujuk Aldo supaya mau mengaji asal bisa melihat game yang kau janjikan untuknya, dan kau tak memiliki benda itu, jadi aku membelinya untuk kebutuhanmu." Altar memaparkan tanpa ada yang ditutupi.

Salah satu alasan lain, agar mudah berkomunikasi dengan Allea, berharap Aldo pun semakin giat belajar mengaji, walaupun harus di iming-iming sesuatu.

"Tapi, Al ...!"

"Aku minta kau jangan menolak, demi Bunda yang ingin melihat Aldo pintar mengaji, meskipun harus dibujuk dengan game yang ada di ponsel itu."

Allea menghela napas, apa yang dikatakan Altar ada benarnya, mudah-mudahan Aldo tidak terlalu sulit dibujuk dengan adanya game di ponsel ini, membantu memudahkan melanjutkan mengajar.

"Baiklah, tapi aku belum mengerti caranya." Memasang wajah bingung juga malu, merasa bodoh, tak seperti gadis kebanyakan, menguasai hal sepele macam ini.

"Tak usah khawatir, aku akan mengajarinya, ok."

Gadis itu mengangguk, ada kilat binar di matanya. "Terima kasih, Al."

'Sama-sama, Sayang."

Allea terhenyak, mendengar kalimat terakhir yang mampir di telinga.

Altar tersenyum penuh arti. Ada kebahagiaan tersendiri dapat menyenangkan gadis yang selama ini bertahta penuh di hatinya.

***

Sepanjang perjalanan mengantar pulang ke rumah panti, Altar tak henti mencandai Allea. Kekakuan di antara mereka perlahan mencair.

Obrolan mengalir begitu saja, saling bertukar kisah, hingga tak terasa perjalanan singkat mereka berakhir di depan pintu regol rumah panti asuhan 'NURUL HIKMAH.'

"Sudah sampai," ucap Allea menghentikan langkah tepat di depan gerbang.

"Hmm, padahal aku berharap tempatnya masih jauh."

"Kenapa bisa begitu? Kamu pikir kami sudah pindah tempat?"

"Karena aku masih betah bersamamu, dan ingin lebih lama lagi seperti ini," jawab Altar seraya mengedipkan sebelah mata.

Cinta Sang Abdi NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang