BALIKAN

27.3K 1.3K 50
                                    

●●●

Sayla masih mematung di tempat. Matanya bertatapan dengan mata Suaminya yang menatapnya penuh harap. Sayla tidak tahu harus apa? Mengikuti ego atau hati, membingungkan.

"Sayla, Mas mohon." Mata Prima memerah. Dia benar-benar rindu akan sosok Sayla. Air matanya menetes mengingat kebodohannya. "Berikan Mas pelukanmu," dadanya terasa sesak. Wanitanya benar-benar sangat membencinya. Menarik napas dan mengembuskannya pelan, "untuk yang terakhir kali--"

Bruk!

"Jangan bicara sembarangan! Jangan berpikiran aneh-aneh! Ini bukan pelukan terakhir, masih akan ada pelukan lagi selanjutnya. Jangan pernah berpikir untuk pergi meninggalkan aku. Tetap bersamaku. Jangan melakukan hal-hal yang membuatku khawatir, Mas. Hiks!" Omel Sayla yang kini berada di pelukan Prima. Pria itu tersenyum dalam tangisan lirihnya. Memeluk tubuh hangat itu semakin erat, seakan tidak ingin ada cela sedikitpun.

"Maaf,"

Sayla tidak menjawab, perlahan membalas pelukan Prima. Tangannya melingkar di pinggang, bersatu di punggung rapuh milik suaminya. "Sayla belum bisa, Mas. Maaf. Beri Sayla waktu untuk mengobati sakit hati ini."
Sayla merasakan anggukan pelan dari Prima yang terus memeluknya erat dan membisikkan kata 'I love you'yang mengetarkan hati Sayla.

Hangat.
Nyaman.
Dan rasanya damai. Pelukan yang sangat mereka rindukan.

Sayla kali ini melawan ego dan memilih hati. Walaupun dia adalah sosok pembuat hatinya hancur, karna adanya rasa cinta dan sayang, kekhawatiran berlebihan pun dirasakannya. Rasa tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada penjaga hatinya.

"Mau kah kamu memberikan Mas kesempatan kedua?"
Anggukan Sayla membuat senyum Prima mengembang sempurna. Matanya berbinar. Segeralah melepaskan pelukan. "Kamu mau?" Tanyanya mencari kepastian lagi.

"Iya, Mas. Tapi--"

Binar itu meredup. Ada kata 'tapi' yang sangat sakral dari kalimat Sayla.

"Tapi?" Suara Prima lirih. Jantungnya berdetak kencang. Penasaran dan sedikit takut dengan kalimat setelahnya.

Sayla menatap intens wajah Suaminya. Berantakan, itu yang dia dapati. Matanya terlihat dalam, cahaya matanya pun redup. Ada lingkaran hitam di bawah mata. Kulit mukanya pucat, bibirnya juga. Rambutnya berantakan dan gondrong. Apa kepergiannya benar-benar membuat perubahan dadakan pada suaminya? Padahal, dia hanyalah penganti.

"Kebebasan tetap ada ditangan Sayla."

Prima berkedip, membuat air matanya lolos. Apa ini? Hatinya yang tadinya mulai tumbuh, langsung hancur tak tersisa lagi. "Ap--" Prima tidak sanggup berucap lagi. Lidahnya kelu.

Sayla menyeka air mata Prima dan menatapnya sayang. Tidak tega, itu yang dia rasakan. Tapi pasrah, akan membuatnya payah. "Aku ke toilet dulu." Sayla melangkah ke kamar mandi yang berada di ruangan itu.

...

"Mas!" Suaranya tertahan dengan mata membulat. Setelah keluar dati toilet, matanya langsung disuguhkan pemandangan mengerikan. Prima berada di depan jendela dengan kaki kanan yang sudah menyeberang keluar.

Ruangan ini di lantai dua, apa suamunya itu berniat mau bunuh diri dengan cara melompat? Tidak banyak membuang waktu dengan berpikir, Sayla langsung berlari dan memeluk erat tubuh suaminya dari belakang.

"Mas, kamu mau ngapain?"

"Dengan mati, Mas akan kehilangan rasa bersalah dan kamu ... bebas."

Sayla diam. Otaknya rumit. Bertanya-tanya bagaimana pola pikir suaminya itu. Dulu menduakannya dan sekarang memintanya untuk terus berada di sisinya bahkan nekat bunuh diri demi dirinya.

ISTRI PENGGANTI (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang