21

28.9K 1.1K 12
                                    

●●●

Sayla sedang ditangani oleh dokter di ruang UGD sedangkan Prima, dia mondar mandir, gelisah hati dan pikiran. Berharap semua akan baik-baik saja.

"Prima. Sayla--"

"Sayla ...." Prima langsung berjalan cepat, menghampiri Larah yang baru datang bersama Della dan Pras. Memeluk, menangis dalam pelukan sang Mama. Setelah mendapat kabar dari anaknya, dengan debaran jantung yang menggila, dia melangkah menuju rumah sakit.

"Ya Allah," air mata Larah mengalir deras. "Bagaimana cerita kejadiannya?"

Prima melepas pelukan. Air matanya menetes deras. Larah tidak kuasa melihat kesedihan sang anak, di peluklah kembali Prima. "Sabar, Sayang. Kita semua berdoa, semoga Sayla baik-baik saja." Prima mengangguk. Pras menepuk-nepuk pundak rapuh Prima dan ikut berduka.

Mata Della menatap tajam Bella yang duduk di hapit Kintan dan Setyo. Wajahnya pucat dan cukup peka untuk mengetahui kalau dia gemetar.

"Kamu pasti kan, yang menyakiti kak Sayla?" Suara Della mengelegar. Membuat Larah ikut menatap tiga orang yang awalnya tidak tertangkap matanya. Efek kalut.

"Jeng," sapanya pada Kintan yang membalas dengan senyum paksa. Kintan berdiri dan mengucapkan kata 'Maaf' yang membuat Larah mengerutkan kening.

"Bella melakukannya karna emosi."

"Apa?" Larah melepas pelukan. Menatap Bella seperti akan memakannya. Matanya membulat sempurna. Napasnya memburu membuat dadanya terlihat naik turun. Larah emosi. "Kenapa dia--"

"Jeng, dia hanya menyalurkan emosi. Itu juga karna perbuatan anak kalian." Kintan mulai egois. Dia tidak mau Bella terpojok.

"Menyalurkan emosi? Sebenarnya siapa yang salah dalam hal ini, hah? Siapa yang meninggalkan pernikahan? Siapa yang muncul dan membuat rumah tangga harmonis menjadi hancur? Siapa?" Larah berapi-api.

Kintan menelan salivanya susah payah. Dia tahu, pertengkaran sekarang tidak hisa terelakkan lagi. Kepalamg tanggung, dia angkat bicara.

"Anak kalian mau, mereka tidak bersalah karna saling cinta. Mungkin, kalau Sayla mau berbagi--"

"Jangankan Sayla, saya, kalau suami saya selingkuh juga bakalan saya suruh pilih, saya atau selingkuhannya. Kalau pilih saya, rubah semua sifat dan sikap tapi jika memilih selingkuhannya, saya akan mundur. Sayla masih yerlalu muda untuk terluka karna penghiantan jeng! Lagian, kita semua sudah mendengar kalau Prima lebih memilih Sayla daripada Bella."

"Saya tahu, Jeng. Saya juga ingin Sayla bahagia. Tapi--"

"Bella salah. Dia masuk dalam rumah tangga Prima dan Sayla!"

"Prima juga salah, dia membuka celah itu, membuat Bella dengan mudah masuk."

"Tapi Jeng--"

"Cukup." Prima menginterupsi dua wanita paruh baya yang adu mulut. Pusing kepalanya semakin menjadi-jadi. Perasaannya terbelah.

"Bella juga istri Prima, tapi dia terabaykan." Kintan protes. Sesak dadanya melihat anaknya semakin kurus, mukanya semakin tua dan emosinya selalu tidak terkendali. "Dia butuh Prima, tapi Sayla tidak mau berbagi."

"Bagus! Sayla sepikiran dengan saya. Pelakor jangan di kasih hati." Larah berucap dengan nada menyindir.

"Jeng! Bella itu menantu kamu. Terimalah kenyataan. Jangan pilih kasih." Kintan ikut emosi.

"Andai dulu dia tidak lari, mungkin dia adalah mantu kesayanganku sekarang. Nyatanya dia --"

"Prima juga berbuat salah dan dia dimaafkan, kenapa Bella tidak?"

ISTRI PENGGANTI (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang