●●●
Bella tersenyum karna keheningan dalam ruangan ini, di mana semua mata tertuju padanya. Bahagia itu saat melihat Sayla terpuruk. Wanita labil itu tidak cocok bersaing dengannya."Say--"
Sayla mengangkat tangan di hadapan Prima. Mengkode cowok itu untuk stop berbicara. Matanya masih menatap Siska. Masih menunggu reaksi temannya itu.Kini, Perhatian mengarah pada Sayla. Semua menatapnya iba. Sayla menutup mata kemudian menatap Bella yang tersenyum padanya, masih dengan posisi berlutut.
"Sudah berapa bulan?" tanyanya sembari menyeka air matanya.
"Tiga minggu,""Oh! Selamat." Sayla tersenyum. Menoleh pada Prima yang menatapnya pucat. "Mas istirahat. Siang kita bisa pulang." Prima hanya mengangguk dan mengikuti arahan Istrinya.
Setelah menyelimuti Prima, Pria itu langsung mengenggam tangan istrinya. Menatap ampun dan memohon untuk tidak pergi. "Jangan pergi."
Sayla mengeleng dan tersenyum. "Sayla tetap bersama Mas. Di sisi Mas." Sayla menoleh, melihat ekspresi terkejut Bella yang sudah berdiri tegak. Memberikan Senyum manis yang penuh, Sayla berucap, "Mbak Bella kan hamil, dan kondisi kehamilannya masih muda dan rentan keguguran kalau stres atau kecapeean, jadi tugas Istri biar Sayla yang lakukan. Mbak Bella hanya harus istirahat yang cukup." Mata Bella membulat sempurna. Bukan kejutan ini yang dia ingankan. Dia menginginkan, berita kehamilannya akan membuat Sayla menyingkir lebih jauh karna minder, selama setahun belum memberikan keturunan buat suaminya, dia yang baru nikah sebulan, udah ada hasil. Tapi ....
"Bener banget. Orang hamil itu butuh banyak istirahat." Siska ikut menimpali dan senang dengan pikiran cerdik sahabatnya. Tadi, dia mengira Sayla akan down, nyatanya otaknya encer. Mengacungkan dua jempol untuk ide brilian ini.
"Nak, apa ngga usah periksa--"
"Ma, jangan hilangkan kebahagiaan mereka. Jika Mbak Bella mengatakan dia hamil anak Mas Prima, berarti itu kenyataan. Sekarang, karna itu cucu kalian yang pertama, biarkan Mbak Bella menjaganya dengan baik." Sayla berucap lembut. Tahu akan kondisi Larah yang pasti memaksa membuktikan ucapan Bella, mumpung mereka ada di rumah sakit. Tapi, hal itu tidak akan membahagiakan alur cerita nantinya.
"Kamu ngga pergi?" Bella bertanya tegas.
Sayla menggeleng. "Aku mau bantu Mbak ngurus Mas Prima."
"Tapi--"
"Ngga usah ngucapin makasihnya sekarang, Mbak. Nanti aja kalau udah lahiran. Masih sembilan bulan lagi. Aku iklas ngebantu maduku untuk mengurus suamiku." Mata Bella memanas, membulat dan hampir mencuatkan bola matanya keluar. Emosinya membuat tak kasat mata asap hitam mengepul dari telinga, lobang hidung dan pori-pori kepala. Dia benar-benar kesal dan benci mengakui kekalahan.
...
"Elo, ngga sedih?" Siska menatap menyelidik Sayla yang memakan bakso super pedas di kantin rumah sakit. Setelah mengalami sesi ketegangan beberapa jam yang lalu, dia lapar. Memutuskan untuk mengisi perut, memantapkan hati di kantin.
"Bego kalau aku bilang, aku ngga sedih. Logikanya, dia hamil sama suami aku walaupun pernikahan mereka baru sebulan dan aku ... tapi, aku ngga terlalu sedih kok."
"Kok gitu?" Menyuapkan pentolan bakso ke mulutnya.
"Aku calon dokter. Aku tahu sedikit masalah kayak gituan. Kamu pasti tahu, bedanya orang hamil sama ngga. Orang masih perawan dan ngga." Siska mengangguk. Dia lupa, mata Sayla itu mata calon dokter. "Menurutmu?"
Siska terdiam. Seperti cerita Sayla, Prima dan Bella selingkuh selama tiga bulan dan menikah sudah satu bulan, ngga mungkin tidak ada adegan 'wik-wik' selama kebersamaan itu. Dan bahasa tubuh Bella, dia itu wanita yang cocok di bilang wanita penggoda. Alasannya, wajahnya cantik, bahasanya menggoda dan gerakan tubuhnya gemulai. Cabe banget. "Masak mereka belum gituan? Mereka sudah dekat lama bahkan sudah sah. Lagian, sejak kapan elo perhatikan dia sedetail itu?" Siska menaruh sendok di mangkuk, menyudahi makannya.
Sayla tersenyum. "Kamu tahu, mbak Bella ngga akan menyerah dengan sangat mudah. Setelah terbongkar penghianatan, dan aku tetap kembali, jalan satu-satunya ya dengan bilang hamil walaupun belum tersentuh. Miris."
"Jadi, suami elo ... wah!" Siska tersenyum. Ngga bisa di percaya, biasanya lelaki itu ibaratnya kucing, di kasih ikan asin pasti langsung di makan. Prima, dihadapkan sama cinta lama, bahkan sudah menikahinya, tapi napsunya setia hanya pada Sayla. "Elo, merasa menang nih?"
Sayla mengangguk manis. Dia tersenyum. Sepertinya, hukuman buat suaminya akan di hentikan. Nyatanya Suaminya itu hanya terbawa opsesi semata dan masalah hati dan napsu, seluruhnya hanya diberikan padanya. Setelah mendengar kalau Madunya hamil anak suaminya, hatinya sakit. Sangat sakit. Selama setahun mendampingi suaminya, selalu berusaha dan berdoa agar diberi momongan secepatnya, nyatanya mereka belum di percaya, mungkin yang kuasa tahu, kejadian ini akan terjadi. Penghianatan dan perpisahan walaupun singkat. Sayla ngga bisa membayangkan kalau dia tahu masalah ini dengan kondisi mengandung. Mungkin, dia akan memilih mati.
Memastikan bahwa Mbak Bellanya masih ting-ting, membuat pikirannya kembali positif pada suaminya. Kecemburuan yang selama ini menyiksanya hilang. Suaminya setia.
Mata Dokternya langsung menangkap situasi kebohongan itu. Bella ngga seperti wanita hamil muda pada umumnya. Dia terlihat masih murni dan suci. Dan, karna pengakuan kebohongannya, keputusan untuk membuatnya jera akan segera dimulai.
"Rencana elo, apa? Elo terima dia, tandanya elo harus serumah lagi sama dia. Kalau dia bertingkah manja dan lebay alay ke suami elo, gimana?"
Sayla tersenyum. Tidak menjawab pertanyaan Siska. Hanya menatap kedepan dan kembali memasukan pentolan ke dalam mulut.
...
"Pa," Larah melihat Prima yang terbaring dengan Bella yang berada di sisinya. Menatapnya sayang.
"Kenapa?" Pras meletakkan ponsel pintarnya dan menatap istrinya yang terlihat gelisah.
"Apa bener, dia hamil?"
"Harusnya Mama yang lebih peka masalah ini. Kalian sama-sama perempuan."
"Menurut Mama sih ngga. Tapi Sayla percaya. Kasian dia, Pa."
Pras menghela napas beratnya. Entah harus bagaimana. Senang akan menjadi kakek? Atau sedih karna yang akan memberinya cucu adalah menantu yang tidak dia harapkan? "Papa juga tidak tahu jalan pikiran Sayla. Dia mau menerima Bella pasti karna anak dalam rahimnya. Anak Prima dan cucu pertama kita. Yah! Sayla akan sangat terpukul." Pras memijat keningnya.
"Tapi, mereka sudah suami istri dan ... maaf Jeng, tapi kesalahan ini sebenarnya bukan hanya dari Bella, Prima juga salah." Kintan angkat suara.
Larah mengangguk, mengiyakan. "Mereka berdua salah, dan Sayla kenak imbas. Kasian Sayla, dia masih sangat muda untuk menghadapi hal seperti ini. Dan sekarang, entah apa yang sedang dia pikirkan.
"Maaf, Jeng. Bella sudah sangat keterlaluan."
"Maaf juga untuk Prima yang, mungkin sangat tidak berprinsip."
Ceklek
Pintu terbuka, memunculkan sosok Sayla dan Siska yang membuat ruangan ini berasa nano-nano. Sedih, kasian, emosi dan kebencian.
Sayla menatap Larah dan Kintan yang menatapnya iba. Sayla tersenyum, membuat dirinya santai. Memberitahu pada semuanya bahwa dia kuat menjalani masalah ini.
"Sayla," Prima langsung bergerak duduk. Tersenyum saat pujaan hatinya muncul, bukan pergi meninggalkannya.
"Mas sudah dibolehkan pulang."
Semua tersenyum, bahkan Bella.
"Kamu?"
"Aku?" Sayla menunjuk dirinya sendiri karna pertanyaan Prima.
"Kamu ikut pulang sama Mas ke rumah kita, kan?" Tanya Prima takut-takut.
Hening.
Sayla menatap ke arah Larah, Pras dan Della yang mengangguk pelan. Sayla kembali menatap Prima.
"Tentu." jawabnya dengan senyuman lebar.
....tbc...
Gimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI PENGGANTI (Tamat)
RomanceCerita percintaan antara Sayla, Prima dan Bella. Hiks, segitu aja ya😄