"Ck ah, minggir gua juga mau liat! Minggir nggak! Cepetan minggir! Kalo nggak, gua lempar kalian!"
"Udah kali, sabar, nanti juga nyokap lu bawa pengumumannya, kek bocah aja marah-marah mulu."
"Iya, nih dasar Arrion bocah," ejek Allodie yang memang sangat senang mengganggu Arrion.
Suara bertambah brisik setelah banyaknya murid-murid SK 101, sekolah favorit diantara segala sekolah di Kota itu.
Karena hari ini adalah hari di mana penentuan masa depan mereka semua, pengumuman kelulusan kelas XII. Bukan hal yang mustahil apabila banyak murid yang ribut ketika guru menempelkan pengumuman di mading.
Tak terkecuali oleh Arrion yang sedari tadi hanya teriak-teriak tidak jelas demi melihat hasilnya, padahal sudah jelas orangtuanya nanti akan pulang membawa hasil yang lebih jelas, beserta nilai-nilainya pula. Dasar Arrion.
"Udah teriak-teriak nggak jelasnya?" tanya Allinsley acuh.
"Lagian kaya gitu aja diributin," lanjut Allatha.
"Takut nggak lulus kali dia," timpal lagi oleh Alleyna.
Sedangkan Arrzean hanya bisa nyengir karena melihat sahabat se-samanya itu diserbu oleh sahabat-sahabat lainnya. Mungkin pula, dia sedikit malu karena tingkah Arrion.
''Dalam diam, aku disini memperhatikan kamu. Lley, andai kamu tahu, aku berhapa lebih untuk kamu, bukan hanya sahabat Lley, lebih, lebih!"
"Hei! Dasar Arrzean. Ngelamun aja kesambet kunti, mampos lu!" ucap Arrion.
"Ganggu aja." Arrzean membalas datar.
"Udah deh, kalo kaya gini namanya lu masuk ke kandang buaya, eh malah kena singa," ucap Allatha yang seakan jenuh karena kebrisikan Arrzean dan Arrion.
"Lagian si Arrzean, udah tahu semua orang lagi dag dig dug nungguin nilai, eh dia nya malah ngelamun. Gua paham kalo lu tuh emang pinter tapi ...."
"Eh, udah lu diem jangan sok nasehatin gua."
"Udah, pada diem nggak!" cegah Alleyna disusul dengan Allinsley yang berada di sampingnya.
Sedangkan Arrion hanya dapat menggerutu menunjukan ekspresi bimoli atau bibir monyong lima centi.
Mau seribut apapun mereka, walau sering pula mereka beradu mulut ataupun beradu argumen, tak membuat mereka jauh dan merasa tersakiti satu sama lain, rasa sayang telah membuat mereka tahu, betapa berharganya sosok sahabat.
Mereka ber-enam, namun bukan berarti mereka tak memiliki teman lain. Entahlah, karena pandangan orang berbeda-beda. Banyak yang menganggap bahwa mereka tak butuh orang lain, mereka bepikir mereka cukup berenam, seakan bahagia. Padahal mereka sudah tentu
welcome, siapa saja boleh berteman dengan mereka."Nanti kerumah gua yuk!" ajak Allatha asyik.
"Kalo gua mah pasti ikut." Seringai Allodie yang seakan tak memiliki beban.
Kini mereka sudah berada di kantin, setelah berebut tempat untuk melihat pengumuman. Perut mereka seakan ikut berdemo meminta diisikan makanan. Tidak perlu dihiraukan lagi, yang paling asyik dengan makanan adalah Allodie dan Arrion. Siapa lagi lalu bukan mereka berdua.
"Gua mah ngikut aja," lanjut Allinsley datar dan masih sibuk dengan ponselnya, sedangkan Alleyna hanya menganggut-anggut disamping Allinsley menandakan setuju.
Arrzean masih dengan seseorang yang kini mulai mengisi pikiran dan hatinya dia, hanya memandangi 'nya' dengan sedikit senyum yang terlukis di wajahnya. Bukan hal yang mustahil ketika seorang sahabat memiliki perasaan kepada sahabat lainya, bahkan ini sering terjadi. Tapi apalah daya seorang Arrzean yang hanya bisa menunggu ketika waktu yang akan mengutarakan segala isi hatinya. Ketika waktu pula yang menjawab segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Im Left Behind.
Terror-SLOW UPDATE- Ketika hubungan persahabatan, dapat dikalahkan oleh ego masing-masing. Rasa yang dahulunya percaya kini hanyalah rasa rasa yang tersisa dan tak lagi berasa. Petualangan Allinsley, Alleyna, Allodie, Allatha, Arrion...