Tiga hari setelah itu Narendra akhirnya bisa keluar dari rumah sakit. Pria tersebut bahkan mengaku lebih segar setelahnya. Mengikuti anjuran Bapak Sadewo tercinta, akhirnya disinilah sekarang Narendra berada. Bandara Soekarno Hatta terlihat agak lengang mungkin karena tidak banyak orang yang datang dan pergi karena sekarang memang bukan musim liburan.
Awalnya Narendra memang setengah hati menerima tawaran piknik dari ayahnya itu, namun melihat usaha Bapak Sadewo yang tetap getol mau tidak mau Narendra menerima dengan sepenuh hati. Bapak Sadewo bahkan tidak tanggung-tanggung mempersiapkannya. Ia mengetikkan surat permohonan cuti lengkap dengan capture tiket pesawat serta tiket hotel untuk Narendra. Setelahnya beliau mengirimkan secara pribadi ke kantor tempat Narendra bekerja.
Bapak Sadewo bukan petinggi di perusahaan tempat Narendra mencari nafkah, namun perusahaan tempat Bapak Sadewo bekerja memiliki hubungan yang baik terutama hubungan pribadi antara Bapak Sadewo dan bos Narendra, Pak Syarif. Dari semua usaha yang sudah dilakukan oleh Bapaknya, Narendra tentu tidak mau mengecewakan. Ia bahkan harus sangat berterima kasih pada Bapak tua itu yang telah mengirimnya untuk piknik.
"Bapak antar sampai sini saja, ya. Habis ini kan kamu ke ruang tunggu. Nanti kalau pesawat sudah mau lepas landas kabari Bapak sama Ibu. Kalau sudah sampai juga jangan lupa kabari lagi," kata Bapak Sadewo pada Narendra.
Narendra mengangguk dan memeluk singkat sang Bapak. Ia lalu melambaikan tangan dan ke ruang tunggu. Tidak lama setelah itu, panggilan untuk penumpang pesawat dengan tujuan penerbangan Bali digaungkan. Narendra meraih ranselnya dan berjalan untuk mengantri.
Ia mengangkat satu alisnya tatkala melihat segerombolan remaja dengan pakaian yang sama disertai dengan perlengkapan liburan. Narendra melihat sebuah nama sekolah di salah satu topi remaja tersebut dan memahami bahwa mereka adalah orang-orang yang dipilih untuk study tour.
Narendra kemudian masuk ke dalam pesawat dan langsung disambut pramugari cantik yang rambutnya digelung dengan rapi. Ia duduk di dekat jendela dan disebelahnya adalah dua remaja yang mengikuti study tour tersebut.
Narendra menghela nafas kemudian mengirimkan pesan kepada sang Bapak sebelum akhirnya mematikan ponselnya. Laki-laki itu menyenderkan kepalanya ke dinding kemudian terlelap tidak lama kemudian.
[]
"Hei!" seseorang menyapa Narendra dengan hangat. Gadis cantik itu mengenakan baju kaos sederhana dilengkapi training abu-abu yang begitu pas dikenakannya.
Narendra tersenyum singkat kemudian mengacak pelan rambut gadis itu. "Saras gak sama teman?"
"Males, ah. Saras mau sama Narendra aja," ucapnya kemudian dibalas tawa kecil oleh Narendra.
Keduanya kemudian berjalan dan menikmati udara segar. Rambut ikal Saraswati beterbangan dengan kencang diterpa angin pagi. Narendra menatapnya terpesona kemudian memindahkan rambut-rambut tersebut ke belakang telinga Saraswati.
"Cantik banget, sih," pujinya yang membuat Saraswati tersipu. "Narendra gak boleh gombal!" tetapi lelaki itu justru semakin gencar menggoda gadis tersebut.
"Eh, Saras mau makan gudeg gak?" bukannya mendapat anggukan antusias, Narendra malah mendapat gelengan keras. "Masih pagi banget loh ini! Gak cocok banget langsung makan gudeg, yang lain aja. Narendra makannya jangan yang berlemak, ntar tambah gede perutnya," iseng gadis itu kemudian menoel perut Narendra singkat.
"Ini udah kurus loh, Saras. Memangnya mau kalau Narendra lebih kurus lagi? Gak takut kayak mas-mas yang disana?" tanya Narendra sambil menunjuk seseorang yang tengah mengangkut ikan hasil tangkapannya itu.
Hari ini keduanya memang sengaja bertemu di dekat pelabuhan. Sembari mencari sarapan pagi, katanya.
"Ih, gak mau! Nanti Saras cekokin daging sapi trus daging kambing kalo perlu daging ular sekalian biar Narendra gak cungkring begitu," katanya sambil terkikik geli.
"Serem banget sih, Ras." balas pria itu.
Mereka kemudian melanjutkan berjalan kaki sampai akhirnya tiba di sebuah warung kecil yang ramai oleh para pekerja yang makan. Semuanya duduk berbaur dan dengan model yang berbeda-beda. Narendra menatap Saraswati kemudian bertanya dengan nada berbisik, "gak papa makan disini?"
Narendra kira Saraswati akan menjawabnya dengan wajah memelas meminta pindah tempat, tapi yang ia dapati justru wajah semringah dari gadis itu. "Gak papa dong! Ayo cari tempat duduk," kemudian menarik tangan Narendra dengan antusias.
Narendra sih tidak masalah, ia hanya takut Saraswati tidak menyukai tempat yang agak kumuh itu. Apalagi orang-orangnya seperti tidak memiliki adab. Mungkin kebiasaan di rumah atau apa-Narendra juga tidak tau pasti- sehingga mereka makan dengan mengangkat kaki lebih diatas meja serta menyeruput minuman dengan bunyi keras. Bahkan kebanyakan dari mereka saling mengobrol dengan mulut penuh.
Narendra biasa saja sih melihatnya, dulu sebelum keluarganya memiliki perekonomian yang baik ia juga mesti hidup susah dan bergabung dengan orang-orang seperti itu. Sebelumnya ia hanya menghawatirkan Saraswati, syukurlah kalau gadis itu tidak masalah sama sekali.
"Pecel lele satu dong, Bu!" pinta Saraswati dengan senyum yang tak pernah luntur.
"Dua deh, Bu. Sama teh hangat satu, es teh satu," ralat Narendra sambil nyengir. Lelaki itu mengabaikan pelototan Saraswati dan wajahnya yang mulai galak itu.
"Baru juga dibilangin jangan makan yang berlemak!"
"Abisnya Saras ngajak makan disini, sih. Sayang banget kalau gak makan pecel lele bikinan Bu Darmi. Pecel lelenya terkenal yahut," sahut pria itu sambil mengacungkan dua jempol kearah Saras.
Saras terkikik geli kemudian mengacak pelan rambut Narendra yang agak turun ke dahi. "Dasar. Bikin gemes!" katanya.
"OM!" tiba-tiba suara keras itu terdengar, membuat Narendra seketika terbangun. Satu pesawat bahkan menoleh pada Narendra.
"Udah mau sampe," kata pemuda di samping Narendra itu. Pria itu menoleh kemudian tersenyum simpul dan mengangguk.
Sialan mimpinya manis banget lagi. Ucap Narendra dalam hati.
"Om mimpi apa sih? Sampe senyum sendiri begitu," mau tidak mau Narendra jadi malu sendiri. Pria itu mengusap tengkuknya dan menjawab dengan singkat namun terkesan ketus. "Kepo aja bocah!"
Sumpah, itu nyata banget! Mimpi apa mimpi sih tadi? Batin pria itu masih bertanya-tanya.
Tadi nama ceweknya siapa, ya?
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Kulacino [Very Slow Update]
RomanceSeperti kulacino yang berarti bekas air di meja akibat gelas dingin, seperti itulah sosok gadis yang menyebut dirinya Saraswati Natalya bagi Narendra Pramana Yudha. Narendra selalu menganggap bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Semu...