DUA

170 10 1
                                    


"humairahku.."

Kini tidak ada lagi wanita yang kusapa seperti itu setiap paginya, tidak ada lagi wanita yang ku kecup keningnya tiap mau tidur, tidak ada lagi wanita yang ku peluk ketika rinduku memuncak padamu.

tidak akan pernah ada lagi wanita yang selalu ku doakan untuk bangun pagi dengan keadaan baik-baik saja. kamu wanita Itu humairah ku. perempuan yang bersemu pipinya tiap ku panggil sayang. perempuan yang teguh hatinya, yang memberikan aku banyak hal dalam hidup ini. yang mengajarkan aku kasih sayang, juga kelembutan.

Katamu 'siapa yang tidak akan luput dari kematian.' semua makhluk ALLAH yang bernyawa sudah dalam kodrat-Nya akan pergi dari dunia ini.

saat ini saya hanya diam termenung, menatap foto dalam bingkai emas di hadapan saya. foto dua puluh tujuh tahun yang lalu, kamu cantik pada hari itu, berbalut baju pengantin juga kerudung Syar'i yang melekat sempurna diatas kepala mu, kamu tersenyum manis disana seolah mengatakan bahwa saya orang paling beruntung, karena berada disamping mu saat Itu.

"Humairah ku.."

kamu menepati janji mu hari ini, meninggalkan saya untuk selama-lamanya, ya rasanya masih tidak percaya ketika membuka mata untuk pertama kali, tanpa kamu disisi saya. sya, andai kamu tau, tidak ada yang lebih baik dari melanjutkan hidup sendirian, saya merindukan kamu , kamu tidak pernah hilang disini, dihati saya dengan porsi yang masih sama.

"Bi, ayo makan dulu, setelah Itu abi minum obat." Itu suara Zaina, anak pertama kita yang kamu lahirkan , tepat Lima tahun usia pernikahan kita.

"Bi.."panggilnya lagi, berikutnya saya merasakan tempat disamping saya bergeser.

"ayo bi, makan dulu , nana masakin abi sayur sop kesukaan abi. "bujuk zaina lembut, saya terhenyak sebentar, melirik kearah zaina yang tengah duduk di samping saya ini. saya seperti menemukan afsya muda .

"Abi, kenapa?."

"Enggak papa na, abi kayak dengar suara umi tadi, enggak taunya kamu yang datang."

Terdengar suara helaan nafas, tak lama zaina merapat kearah saya dan merangkul lengan saya, dasar zaina ini sudah 24 tahun tapi masih seperti anak-anak .

"bi, jangan kayak gini, umi enggak akan senang kalau abi terus -terusan bersedih, umi berhak bahagia diatas sana bi, jangan siksa umi dengan kemurungan abi." katanya menasehati saya, kamu lihat dia sama cerewetnya seperti kamu sayang.

"Na, abi sudah merelakan umi, disini yang tinggal cuma cinta dan rindu abi untuk umi , abi senang umi mu tidak akan lagi tersiksa karena keistimewaan nya , justru abi yang menyesal, abi merasa selama umi di dunia abi belum bisa membahagiakan umi mu" saya membenamkan wajah saya di telapak tangan, mulai menumpahkan perasaan kehilangan yang merajai hati saya.

"Bagi na, abi adalah laki-laki paling baik , untuk umi, abi adalah suami yang luar biasa, bahkan umi selalu bilang kalo abi pondasi utama di kehidupan kita, kalo enggak ada abi , maka rumah ini akan hancur."

Air mata yang saya tahan sejak kemarin, akhirnya meluncur bebas , terisak-isak pilu saya dibuatnya. Oh humairah ku, tak disangka kepergian mu menyisakan duka paling serius yang selama ini tidak berani saya bayangkan. sakit, luar biasa, seperti sebelah sayap saya dipatahkan secara paksa.

Zaina setia berada disamping saya, mendengar tangis si pria tua ini . sesekali putri saya itu mengusap lengan saya dengan sabar, dulu saya bahkan tidak punya kesempatan untuk menangis dihadapan afsya seperti ini, separuh hidup saya, saya habiskan untuk menebarkan kebahagiaan untuk kekasih hati saya.

Usai menangis , beberapa menit kemudian, perasaan lega mulai muncul di batin saya.

"bi, ada na disini, ada idan juga, jangan pernah merasa sendirian, kalo abi pengen cerita, na sama idan siap nemenin abi. " Saya tersenyum, mendengar celoteh putri sulung saya ini, entah kenapa semakin dewasa semakin menuruni fisik dan sifat afsya.

"Iya , bumil .."

"Gitu dong bi, kita semua harus bangkit , kasian umi kalo kita sedih-sedih terus. "

"Udahan ah, abi mending makan dulu, jangan sampe abi jadi sakit, rindu sama seseorang juga butuh tenaga tau bi. "

"kamu duluan aja, nanti abi nyusul ."

"Beneran ya, na tungguin di meja makan, kalo abi bohong, na suruh idan untuk gendong abi ke dalam." Ancam Zaina , seperti anak kecil saja mau digendong. saya pun mengangguk , lalu tak lama kemudian, zaina berbalik arah , meninggalkan saya di kamar pribadi saya dan afsya.





HUR'AIN (Bidadariku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang