07. Model

102 23 137
                                    

"Kau butuh udara untuk hidup. Dan kau butuh keberanian untuk bertanggung jawab."

~Steve Ivander~

Udara.

Steve benar-benar membutuhkan kumpulan gas tidak terlihat itu dalam jumlah banyak kali ini saat saluran pernafasannya hampir tercekat karena melihat tatapan intimidasi dari Halsey.

"Lo ninggalin dia sendiri di dalam?" bentak cewek itu kasar. Sedikit merasa bersalah akan keputusannya mengajak Gwen ke tempat ini.

"Biarin aja cewek manja kayak dia sendirian di dalam," umpat Cessa yang duduk di kursi tunggu bersama Sayo dan Sam.

"Lo, diem!" berang Halsey marah seraya menunjuk Cessa. Cewek itu langsung terdiam.

Halsey segera mengambil langkah untuk masuk ke dalam rumah hantu, namun suara Steve menghentikannya.

"Lo tunggu di sini. Gue yang nyari dia, karena gue juga yang seharusnya bertanggung jawab."

Halsey ingin menjawab, namun tidak sempat karena Steve langsung masuk ke dalam.

Suasana di dalam masih sama. Jika diperhatikan baik-baik, tempat ini memang cukup menakutkan, namun hal itu bukan apa-apa bagi Steve.

Heran gue. Di tempat sempit kayak gini bisa-bisanya dia kesasar. Penerus Zoro kali ya? batin cowok itu bingung.

Dia melewati ruangan gelap yang dipenuhi kemenyan dan asap dupa. Dilihatnya orang yang dicari sedang duduk di lantai seraya menenggelamkan wajah di kedua lututnya. Dari yang Steve dengar, sepertinya cewek itu sedang berbicara tidak jelas.

"Gue nggak takut kok. Ini cuma rumah-rumahan konyol yang dihuni setan-setan udik. Hiiiii, gue mau keluar, tapi kenapa kaki gue nggak mau gerak? Hiks, hiks, cowok bodoh, ngapain dia ninggalin gue sendirian?"

"Bego. Bukannya lo yang ninggalin gue?"

Gwen terperanjat mendengar suara itu. Dia mengangkat wajah dan menampakkan matanya yang berair.

Steve jadi merasa bersalah melihat itu. Beradu mulut dengannya tidak terlalu dia permasalahkan. Namun hatinya tidak pernah menerima saat dia melihat seorang cewek menangis. Entah kenapa hal itu terlalu menyakitkan untuknya.

"Conteriano?" ucap Gwen pelan. Entah darimana dia mendapatkan nama aneh bin tidak elit itu.

"Steve, boge. Minta disate lo emang," ucap cowok itu kesal. Padahal tadinya dia sudah sempat berbaik hati datang untuk membawanya keluar. "Lo bisa berdiri?"

"Gue masih punya kaki kali," balas Gwen sewot. Dia mencoba berdiri, namun kakinya benar-benar gemeteran. Tubuhnya nyaris terhuyung jatuh, namun tangan Steve dengan cepat menangkap pergelangan tangan cewek itu.

Gwen terkejut dan menatap cowok itu. Untuk sesaat, mata mereka bertemu dan saling menatap satu sama lain. Namun momen manis itu tidak bertahan lama. Keduanya dikejutkan suara tawa kuntilanak yang sedang menakut-nakuti pengunjung lain. Oh yang benar saja, para hantu di sini sepertinya sedang jomblo. Mereka tidak akan sudi memberi waktu romantisan bagi para pengunjung yang masuk.

"Bisa jalan?" tanya Steve ragu setelah mengalihkan perhatiannya ke arah lain.

Gwen mengangguk.

Steve kemudian menuntun untuk berjalan keluar. Gwen mengikuti di belakangnya seraya memegang ujung baju cowok itu.

"Radjiman," panggil Gwen.

"Steve. Astaga Gwen, nama gue Steve. Sejak kapan nama gue jadi Radjiman?" ralat cowok itu sedikit emosi.

Bye Bye YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang