08. Grab

111 21 101
                                    

"Melihat sunset itu menyenangkan.
Namun jika di sana ada orang berpacaran, terkadang hal itu sangat menyebalkan."

~Gweny Arbell~

Sunset.

Itu terlihat jelas di mata Gwen saat ini. Sangat indah. Dia baru saja menghabiskan satu cup coklat panas sembari duduk di salah satu kafe pinggir jalan. Sesekali matanya melirik ke jalan raya. Mungkin saja ada angkot yang bisa membawanya pulang. Wait, di sini mana ada angkot.

Gwen menepuk dahinya pelan. Bali bukanlah kota Jakarta yang angkotnya tersebar di mana-mana. Otaknya baru saja bekerja untuk menyadarkan diri sepenuhnya kalau dia sudah tidak lagi tinggal di Jakarta. Dia juga baru menyadari jika Halsey ada les tambahan hari ini. Jadi cewek itu tidak bisa menjemputnya.

Gwen meraih buku yang baru dia beli tadi dari meja kafe tempatnya duduk. Sepertinya dia harus segera pulang sebelum benar-benar gelap. Membuka aplikasi Grab menjadi pilihan satu-satunya agar bisa pulang.

Cewek itu melihat layar ponselnya setelah mendapatkan seorang driver. Nama 'Vander Lenz' tertera di sana.

"Keren banget namanya," gumam Gwen sedikit kagum. Belum pernah dia melihat nama seorang driver online dengan nama sekeren itu. Mungkin hanya nama samaran.

Sekitar 7 menit Gwen menunggu. Akhirnya mobil yang ditunggu-tunggunya muncul. Namun, seketika firasatnya menjadi buruk karena melihat mobil yang datang. Kok, mobilnya kayak kenal ya? batin cewek itu seraya mengerutkan kening.

Kaca jendela mobil diturunkan, lalu sang driver menongolkan kepalanya keluar. "Dengan Mbak Arbe-" ucapnya, namun terhenti.

Gwen memasang wajah datar. "Lo ngapain?" celutuknya.

"Lo yang ngapain?" balas si driver yang tidak lain adalah Steve.

"Ya gue pengen pulang lah."

"Ya gue nge-Grab lah."

"Iya, iya. Maksud gue, lo ngapain jadi supir Grab? Trus, sejak kapan nama lo jadi Vander Lenz?"

"Suka-suka gue lah. Emang lo doang yang bebas ganti nama gue sembarangan? Gue juga berhak kali."

Gwen menggerutu. Sedikit heran karena selalu bertemu dengan alien yang satu ini di mana-mana. Atau kembarannya banyak kali, ya? Mungkin sesekali dia harus mencari tahu.

"Mau pulang nggak?" tanya Steve ketus karena Gwen hanya menunjukkan wajah sewotnya sejak tadi.

Karena sudah hampir gelap, Gwen akhirnya pasrah. Lagipula perjalanan ke rumahnya tidak akan lama. Cewek itu hendak membuka pintu depan, namun diurungkannya karena baru menyadari ada orang lain yang duduk di sana. Dia akhirnya duduk di jok belakang. Nge-Grab juga bawa ceweknya? Kurang kerjaan amat, batinnya seraya melirik cewek yang tertidur pulas di samping Steve. Entah apa yang membuatnya seketika muram.

Steve menghentikan mobilnya saat ada lampu merah, lalu cowok itu melihat ke belakang. "Kenapa nggak duduk di depan?" tanyanya.

Gwen mendengus kesal. "Lo gila ya?Trus, cewek lo mau dikemanain? Direbahin di lantai?"

Steve menoleh ke sampingnya dengan wajah muram. Dilihatnya cewek yang sedari tadi tertidur di sana. "Kali aja lo mau pangkuan ama Sharly," ucapnya terkekeh.

"Sharly?" ulang Gwen.

"Namanya Sharly," Steve menunjuk cewek di sampingnya.

Kepala Gwen mendadak panas, entah kenapa. "Gue nggak nanya ya. Dan nggak peduli juga siapa nama cewek lo. Mau pamer kalo punya pacar, gitu?"

Bye Bye YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang