14. Dark Past

65 4 0
                                    

"Malam memang gelap. Tapi sepertinya masih ada yang lebih gelap daripada itu."

~Gweny Arbell~

"Pelangi!"

Steve tiba-tiba berseru sambil menunjuk ke langit.

Gwen mengikuti arah telunjuk laki-laki itu, lalu akhirnya menutup mata sejenak sebelum akhirnya menampol belakang kepalanya kesal.

"Siang panas gini mana ada pelangi, Boge! Lo kayaknya lagi laper, deh! Makanya tuh otak nggak kerja!"

Emang nggak ada, sih! Gue, kan cuma mau ngalihin pembicaraan doang. Lagian ngapain, sih dia nanya-nanya soal Sharly? Cemburu kali ya? batin Steve.

"Woi, kalo orang lagi ngomong, tuh didengerin! Nggak ada akhlak banget, sih! Nyebelin, deh!" Gwen memonyongkan bibirnya.

Steve tersenyum kecil. "Eh, Gwen! Mau ke suatu tempat nggak?"

"Heh?" Gwen langsung ber-negative thinking. Ke suatu tempat maksudnya gimana? Club? Bar? Atau mau pesan room?

"Nggak, nggak! Lo udah gila! Mending lo nyari cewek lain deh, buat yang kayak gitu. Lo nggak tahu kalo gue ini cewek baik-baik?"

"Gile lu Ndro! Lo pikir gue ini apaan?"

"Setan," jawab Gwen tanpa ragu.

Tahan! Sebenarnya kalau yang di sampingnya ini cowok, dia bisa mengguling-gulingkannya di aspal. Untung dia ini bidadari. Eh!

"Nggak jadi deh! Padahal tadi gue cuma mau nongkrong doang ama lo. Tapi lo nya nggak mau."

"Siapa sudi?"

Steve sudah yakin jawabannya akan seperti itu. Lagipula dari mana pikiran itu datang untuk mengajak cewek sejenis Gwen nongkrong? Ya nggak bakalan maulah! Belum apa-apa aja dia udah berpikiran lain gitu. Emangnya dia fuckboy kayak si Sam?

"Ngomong-ngomong tadi lo nanya tentang Sharly, kan?" Steve kembali lagi ke topik awal. Dia ingin tahu reaksi cewek itu.

Gwen meliriknya sedikit, lalu kembali fokus ke depan tanpa menjawab.

"Sebenarnya gue udah lama suka ama dia," dusta Steve. "Tapi gue nggak tau perasaan dia kayak gimana."

Gwen meneguk ludah. Seriusan? Cowok model Steve juga punya selera yang bagus. Tapi nggak heran juga. Dia itu sepertinya cukup populer di sekolah walaupun tidak sepopuler Sam. Apalagi baru-baru ini dia mendaftar sebagai model majalah seperti kata Cessa.

"Kenapa nggak lo tembak aja?" entah apa yang dipikirkan Gwen tiba-tiba memberikan usul itu. Sesuatu yang aneh mengganjal tepat di dadanya. Entahlah apa itu.

"Nembak? Nggak segampang itu kali."

"Ya haruslah. Kalo lo nggak ngelakuin apa-apa, emang dia bisa tahu kalo lo suka ama dia?"

"Iya juga, sih."

Steve sedikit tidak percaya kalau Gwen malah memberikan solusi untuknya. Padahal, kan ini cuma pura-pura doang. Bodo ah!

"Trus gimana dong, kalo dia nolak gue?"

Gwen berpikir sebentar. "Ya di situ lo bisa mutusin, lo itu harus nyari yang lain atau nyari dukun. Ajaib, kan ide gue?" ucap Gwen berbangga hati. Padahal dia belum pernah merasakannya sendiri bagaimana rasanya ditembak cowok.

"Buset, dah! Yang ajaib itu kegoblokan lo. Nyesel gue cerita."

"Emang siapa suruh cerita?"

"Lo tadi!" tunjuk Steve.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bye Bye YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang