13. Umbrella

92 9 106
                                    

"Gue mending kepanasan daripada satu payung berdua bareng lo."

~Steve Ivander~

"Bulan?"

Gwen mengangguk. Steve mengerutkan kening dengan mata sinis menatap cewek di sampingnya.

"Otak lo emang udah virusan. Jadi gue nggak heran," cowok itu mengalihkan pandangannya ke depan.

"Ya gue pikir emang lebih baik gitu. Lebih baik gue ngungsi ke bulan daripada jalanin hidup jadi pacar lo. Lo kira nggak bosan apa?"

"Ya udah kita putus." Urat kepala Steve sudah hampir pecah menghadapi makhluk gaib yang entah dari mana asalnya ini.

"Putus? Jadiannya aja nggak tau kapan udah minta putus. Siapa juga yang mau pacaran ama lo?" Gwen menjulurkan lidahnya mengejek.

Mereka berdua berjalan berjauhan. Tadinya saat pulang sekolah, Gwen harus bela-belain pulang bareng Steve. Ya pastinya nebeng di mobil itu cowok. Demi apa? Demi menghindari tatapan curiga Cessa yang nggak ada habisnya membuntuti kemanapun mereka pergi.

Dan di tengah jalan, tiba-tiba mobilnya mogok. Untung mogoknya pas di depan bengkel. Dan si Abang bengkel bilang kalau perbaikan mobilnya butuh waktu lama, jadi mereka memutuskan untuk jalan kaki.

Sebenarnya Gwen bisa saja menyuruh Halsey menjemputnya. Tapi ini demi menyakiti mata si model durjana itu. Gwen harus berjalan kaki dengan manusia astral yang satu ini. Yah, namanya juga suka duka orang pacaran. Meski tidak benar-benar pacaran. Masih beruntung dia tidak disuruh mendorong mobilnya itu. Ogah!

"Ngapain lo?" tanya Gwen saat melihat Steve tiba-tiba berhenti berjalan. Cowok itu sedang serius memperhatikan pohon jambu yang sedang berbuah lebat di balik pagar sebuah rumah pada gang yang sama dengan rumah mereka.

"Gwen, bantuin gue," cowok itu melambai-lambaikan tangannya memanggil Gwen.

"Ngapain?"

Tiba-tiba saja Steve dengan cekatan memanjat pagar dan berusaha mengambil buah jambu yang memang sudah cukup matang itu.

"Wait, wait! Lo mau nyolong? Itu punya orang, woi! Gue teriak nih!" celetuk Gwen. "MALI-"

"Sssttt... Diem atau gue kurung lo ama boneka Valak gue!" seru Steve cepat yang seketika membuat Gwen bungkam.

"Oke, oke. Tapi plis deh! Kalo lo mau makan jambu, gue bisa beliin kok sekarang. Lo mau berapa? Sekilo? Dua kilo? Lo beli baju supr*me bisa, masa beli jambu doang nggak bisa?"

"Bukan gitu," sahut Steve. Dia berhasil meraih salah saja buah jambu yang agak besar. Warnanya agak hijau kekuningan. Pasti manis banget kalo dimakan. Apalagi pas panas-panas gini. "Tangkap!" teriaknya, yang membuat Gwen reflek menangkapnya. Oke, sekarang dia juga ikutan jadi maling.

"Terus?"

"Gue dendam ama orang yang punya nih jambu. Dia lebih milih jambunya jatoh daripada gue ambil. Ya salah dia sendiri nggak mau ngasih ke gue. Lo tau nggak? Waktu itu gue pernah minta baik-baik, dia malah melototin matanya. Untung matanya nggak sampe keluar. Coba kalo keluar? Repot kan, bawainnya ke rumah sakit.

Gwen melongo. Steve turun dari atas pagar dan membawa hasil curiannya satu lagi, lalu memakannya tanpa ragu. Fix! Orang ini kalo jadi maling emang nggak mau setengah-setengah.

"Ayo jangan bengong aja. Entar kalo pemiliknya dateng, lo mau dipelototin juga?" cowok itu berjalan mendahului Gwen.

Tuh, kan! beneran berbakat banget jadi maling.

Bye Bye YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang