Aku berjalan sedikit santai karena kedai yang memperkerjakan ku buka sekitar pukul delapan pagi, sedangkan saat ini masih tersisa sekitar tiga puluh menit lagi untuk aku sedikit lebih santai.
Kedai kopi ini termasuk kedai ketiga yang aku singgahi untuk mendapatkan pekerjaan paruh waktu ku. Di Korea, memang banyak sekali toko-toko yang membutuhkan pekerja paruh waktu seperti ku. Namun akhir-akhir ini sudah banyak yang bekerja. Mungkin bisa dikatakan aku terlambat untuk menanyakan tentang info-info pekerjaan.
Aku baru lulus sekolah, masih terbilang hangat sebagai lulusan pelajar. Untuk aku pribadi, kerja paruh waktu itu bisa melatih diriku agar nantinya dapat bekerja tetap. Dan aku tidak akan buta tentang halnya bekerja.
Seoul adalah tempat sasaranku sebagai habitat. Karena menurutku kota inilah yang pantas untuk diriku tinggali. Aku tinggal bersama bibi.
Orang tuaku?
Dia sudah meninggalkanku karena perceraian. Eomma dan Appa bercerai saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu aku tidak mengerti apa yang Eomma dan Appa bicarakan sampai Eomma terlihat begitu tersiksa karena Appa. Saat itu aku jatuh ke tangan Appa. Selama perceraian, Eomma tidak pernah mengunjungiku hanya sekedar memberikan uang atau saling merindu.
Jahat bukan?
Tidak lama perceraian itu terjadi, Appa meninggal dunia karena terlalu banyak mengkonsumsi alkohol. Dan saat itu juga jantung Appa bermasalah. Jadilah aku berakhir hidup bersama bibi di kota besar ini.
Menjadi seorang diriku sangat susah untuk hidup. Jika aku perhatikan orang-orang di sekelilingku, sepertinya mereka tidak ada masalah seperti diriku ini.
Bebas, Bahagia.
Kapan aku seperti mereka?
Aahh, sepertinya itu hanya harapan yang tidak akan menjadi kenyataan.
Lupakan.
"Kau sudah datang?" Pertanyaan ini ku dapat setelah aku sampai di kedai kopi tempat kerjaku. Yang bertanya Soeun, teman kerjaku di kedai ini.
Aku sedikit terkejut "Eoh, iya, kau sudah lama?" Jawabku, lalu meletakkan tasku di ruangan untuk istirahat para pekerja.
Ting.
Pintu kedai bersuara, itu menandakan ada seseorang yang masuk.
"Capuccino hangat satu."
Aku terkejut saat seseorang yang membuka pintu tadi ternyata pelanggan.
"Maaf tuan, kedai ini belum dibuka." Jawabku sopan.
"Saya tunggu." Laki-laki berpostur tinggi yang saat ini sudah duduk dimeja nomer 2 itu sedikit membuatku geram.
"Tetapi Tuan, ini akan sedikit lama." Laki-laki itu tidak mendengarkan kata-kata dari mulutku. Hanya diam dan berkutat dengan handphone miliknya.
"Permisi Tuan, anda akan mengganggu persiapan kedai ini untuk buka." Ini suara temanku, sedikit sarkas memang. Namun aku dan Soeun sudah sangat geram terhadap laki-laki ini.
Laki-laki ini mendongak ke arah aku dan Soeun. "Menganggu? Benarkah? Kau bersikap seperti itu kepada pelanggan?, Ah, padahal kedai ini tempat favoritku." Dia menggeleng tak percaya.
"Maaf, bukannya kami bersikap tidak sopan, tetapi kedai ini belum kami buka, jadi belum bisa pelanggan untuk masuk." Aku menjelaskan peraturan yang ada. Namun sepertinya laki-laki ini masih tidak terima dengan perlakuan aku dan Soeun tadi.
Laki-laki itu berdiri. Wah, dia benar-benar sangat tinggi saat kakinya berdiri lurus. Aku dan dia bagaikan jari tengah dan kelingking.
"Baiklah, besok jangan salahkan saya jika bos kalian memarahi." Itu penuturan terakhir dari mulutnya, lalu pergi dari kedai.
###########
Semoga kalian suka, ini fanfiction pertama akuu 🤗
Dimohon dukungannya untuk penyemangat update
Jangan lupa untuk vote dan commentnya
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY ENDING (Kim Mingyu)✓✓✓
Fiksi PenggemarKim Mingyu. Laki-laki bermarga Kim ini sukses memecat perempuan bernama Yona dari pekerjaan paruh waktunya. Dan tidak di sangka. Laki-laki itulah yang akan menjadi masa depannya. 23 Mei 2019