Wajah Yang Menabrak Pintu

445 19 3
                                    

Happy menghentikan langkah larian. Kini napasnya terengah-engah padahal ia yakin ia tidak lari cepat, apa lagi lari dari kenyataan yang sering dikoarkan anak-anak di media sosial. Lari biasa saja.

Alasan ia lari bukan karena ada tikus di kelas atau karena melihat hantu. Hanya saja, ini tak mirip dengan ekspentasi. Di ekspentasinya, ia akan terlambat lalu dihukum kemudian bertemu siswa tampan se-kabupaten. Bukan langsung ke kelas! Ih, menyebalkan.

Sambil merutuki nasib, ia berjalan menuruni tangga. Telinga dan mata Happy tiba-tiba menjadi tajam. Ia mendengar suara orang. Ketika menoleh ke samping, ia melihat suatu pemandangan yang sangat mengejutkan dan hampir membuat Happy menjatuhkan diri dari tangga. Bagaimana tidak? Di dinding yang berseberangan dengan tangga, terpajang dengan sangat tidak etisnya sebuah mading atau majalah dinding. Yang lebih parah lagi, di samping mading itu, ada toilet siswi.

Happy ingin sekali melepaskan ubin dari lantai lalu menghantamkannya ke mading. Kenapa mading ada di sini? Letak mading ini tak strategis sekali! Bagaimana jika orang tak tahu bahwa di sini ada mading? Beribu-ribu kali Happy menyumpahi siapa pun yang menaruh dan memerintahkan mading dipajang di sini.

Saat ia melangkah lagi untuk turun dari tangga, seorang siswa datang melihat mading. Happy terkagum pada siswa ini. Walau mading tak strategis, ia masih sudi melihat mading. Di saat sang siswa melihat mading lain, pintu toilet siswi terbuka, menampakkan dua siswi yang terkejut setengah hidup. "Hei! Kok lu ada di sini?! Mau ngintip, 'ya?!" Mereka berdua melepaskan sepatu, mengambil ancang-ancang akan melempar sepatu. Sang siswa mencoba menjelaskan, akan tetapi mereka tak mau mendengar. Alhasil, sang siswa terkena lemparan maut sepatu kedua siswi ini. Bukan hanya melempar sepatu, mereka juga menjambak rambut sang siswa sambil meneriakinya dengan sebutan 'mesum'.

Happy turut prihatin melihat nasib yang menimpa sang siswa. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi-Nya—Ah, maksud Happy, semoga siswa itu baik-baik saja. "Oi, niat turun gak sih? Awas oi! Orang lain juga mau turun!" Instruksi untuk turun terdengar melengking di pendengaran Happy. Ia segera turun sebelum orang yang berteriak tadi semakin meninggikan suara. Happy membiarkan orang tersebut lewat. Hei, dia seorang siswa dan cukup tampan. Happy menyisir rambut dengan jemari. Oke, dia pasti bisa memikat hati siswa ini. Tak usah pakai jurus semar nesem atau jurus jaran goyang, pakai kebaikan hati sudah cukup untuk seorang Happy Siska. Ia melirik sedikit ke arah siswa itu. Hmm, dari penampilannya ia terlihat seperti siswa penting di sekolah. Lihat, siswa tersebut memakai jas almamater biru, tak seperti siswa lain. Happy tersenyum sendiri, tak sadar langkahnya mendekati mading. Saat seorang siswi keluar dari toilet, Happy mengembalikan wajah datarnya. Ia tak mau disangka gila karena senyum-senyum sendiri. Ia berpura-pura melihat-lihat mading dengan wajah penasaran.

Saat siswa itu pergi, Happy kembali tersenyum. Tapi, matanya menangkap sebuah mini comic yang terpajang di mading. Di mini comic itu, menceritakan seorang siswa bernama Salman yang ditawari ekskul mading oleh siswa lain bernama Rangga dan Indra. Diceritakan, Salman bimbang, Rangga menegaskan bahwa mading tak hanya membutuhkan siswa dan/atau siswi yang bisa mencari berita atau artikel menarik, tapi juga siswa dan/atau siswi yang dapat menuangkan ide kreatif lewat kertas dan yang dapat membuat cerpen pun bisa. Setelah pernyataan Rangga, Salman pun memutuskan untuk ikut mading.

Happy menangis. Ya, menangis padahal ini bukan kisah sedih. Happy melirik ke meja samping mading. "Hei! Siapa yang taruh bawang di sini?!" Ternyata air mata Happy turun karena adanya bawang di meja.

Happy menaruh bawang di kolong meja dengan marah yang meninggi. Ia kembali serius pada mini comic ini. Ah, ia bisa ikut! Kebetulan ia bisa menggambar, walau masih terlihat acak-acakan. Di bawah mini comic, ada sebuah pesan.

"Jika berminat ikut Mading, silakan hubungi Firdaus Rangga (WhysApp) 085274196xxx"

Oh, jadi ia harus hubungi manusia bernama Firdaus Rangga ini jika ingin ikut mading? Baiklah, saatnya membuka WhysApp! Segera Happy menyimpan nomor itu lalu mengirim pesan lewat aplikasi bernama WhysApp ini.

"Pemisi, kak Firdaus Rangga, saya Happy Siska berminat ikut mading. Udah itu aja. Terima cogan :v"

Happy kembali memasukkan ponsel ke dalam saku rok. Tak lama, lewat kerumunan siswi yang tertawa ke arah Happy. Mencurigakan. Apa yang mereka tertawakan? Mata Happy menangkap figur cermin panjang yang terpajang di samping meja. Happy melihat dirinya di cermin.

Demi kerang ajaib, ia lupa bahwa roknya sobek. Pantas saja para siswi tadi menertawainya. Ih, memalukan. Mundur beberapa langkah. Ia sangat malu sekarang. Bagaimana ia bisa menyembunyikan sobekan ini? Ah, bagaimana jika ia berlari ke belakang sekolah? Happy menoleh ke kanan dan kiri, memastikan di koridor sudah tidak ada guru apa lagi anak-anak.

Ah, aman. Happy segera berlari menyusuri koridor kelas dengan kepala yang terus menoleh ke belakang. Ketika ia memasuki wilayah kelas 11, sebuah pintu kelas tiba-tiba terbuka tanpa sepengetahuan Happy. Lantas, wajah Happy menabrak dengan tak etisnya pintu itu.

Si pembuka pintu terkejut. Ia menengok Happy yang telah terkapar tak berdaya di lantai. "Mbak, bangun, Mbak!" Ia menepuk-nepuk pipi Happy, berniat menyadarkannya. "Mbak, bangun! Kalo gak bangun, saya sembur."

Sontak Happy membuka mata dan bangkit. "Eh! Jangan main sembur aja dong," Happy kembali merutuki nasib. Ia sengaja pura-pura pingsan agar bisa digendong ala bridal style lalu dibawa ke UKS. Kan romantis banget. Tapi sayang, semua telah hancur karena ancaman manjur tadi. Happy berdiri. Ia menatap kesal pada siswa ini. Happy berniat memaki siswa itu, tapi ia urungkan karena name tag di seragamnya.

Firdaus Rangga.

Ah! Dia kan pemilik nomor di mini comic tadi. "Eh, kakak Firdaus Rangga? Saya Happy Siska, anak baru yang berminat masuk mading, Kak."

Siswa bernama Firdaus Rangga tersebut mengambil ponsel dari saku celana. Ada pesan masuk di WhysApp. "Oh, kamu bisa menggambar? Bagus! Kami memang mencari siswa dan siswi seperti itu!"

Happy membulatkan mata. "Beneran? Tapi gambar saya masih acak-acakan banget."

"Semua itu mulai dari acak-acakan, lalu sederhana, kemudian simetris, dan akhirnya sempurna." Rangga berkata dengan mantab. "Besok anak mading ngumpul, kamu juga ikut, ya!"

"Oke, sip!"

"Ngomong-ngomong, kamu kelas berapa?"

"10 IPA 1."

"10 IPA 1? Bukannya kelas 10 masih ada pelajaran, ya?"

"Saya masih baru di sini. Dan ...," Happy terkikih dengan senyum yang menampakkan deretan gigi. "... bisa dibilang, saya kabur sebelum masuk kelas."

Rangga menggeleng. "Sekarang kamu balik ke kelas. Baru masuk udah bolos. Sana."

Happy kembali tertawa garing. "Punteun, Dimas Kanjeng.*" Ketika ia berbalik, di hadapannya telah terpampang Bu Dilla. Happy terkejut, hampir saja ia pingsan betulan. "Eh, ibu. Saya mau ikut mading, Bu. Ibu juga mau ikut mading?"

Bu Dilla menghela napas berat. "Ibu sudah ikut mading."

"Oh, ya? Ibu bisa gambar? Nulis cerpen? Atau bikin artikel?"

"Ketiganya."

"Keren!"

"Iya! Ibu gambar muka kamu terus tulis biodata kamu dalam bentuk artikel, lalu ibu tempelin di Death Note**."

Happy menelan saliva. "Maaf, Bu."

--

*. Dimas kanjeng : yang mulia.

**. Death Note : serial Anime. Jika nama seseorang ditulis dalam Death Note, maka besok orang itu akan mati.

Gendut!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang