Pesona Siswa Tampan, namun Hati-hati

117 11 0
                                    

Happy menutup novel remaja bersampul biru muda.

Ini adalah novel ke-52 yang ia baca.

Dari ke-52 buku yang telah dibaca, tak ada satu pun yang berakhir sedih. Seluruh tokoh utama mendapatkan hati sang malaikat. Walau sering terjadi konflik kesalahpahaman, orang ketiga, dan rasa cemburu kuat, alur tetap mempertemukan mereka dalam manisnya hidup. Oh, indah sekali!.

Beberapa buku Happy memang memiliki sequel atau lanjutan, akan tetapi Happy bingung mau ditaruh di mana nanti buku-buku itu. Di sini, di kamarnya yang penuh cat biru muda, terdapat tiga rak buku besar yang telah diisi oleh tumpukan buku. Beberapa buku dibeli dengan uang jajan Happy, salam tempel hari Idulfitri tahun kemarin, dan sisanya adalah buku pinjaman yang tidak pernah Happy kembalikan.

Jangan pinjamkan buku apa pun pada Happy, karena ia akan menjadikan buku itu sebagai hak milik alias tak akan pernah mengembalikannya.

Ia suka sekali mengoleksi buku-buku novel remaja sambil berharap alur hidupnya semanis novel-novel itu. Ayolah, ia hanya ingin hidup manis. Walau ia tahu, akan ada banyak drama dadakan yang akan terjadi.

"Beri aku seribu cowok ganteng, maka aku akan rajin belajar!" seru Happy dengan semangat '45-nya. Lalu sebuah suara menyusul. "Happy, tidur!" perintah suara seorang wanita paruh baya.

Happy menutup lisan. Segera ia berbaring di tempat tidur, menghela napas dan berharap hidupnya semanis kisah cinta novel.

---

Dia berlari dengan kekuatan penuh. Hari ini Happy terlambat dengan sengaja. Kedua mata Happy membulat tatkala gerbang sebentar lagi ditutup oleh Pak Udin, penjaga sekolah. "Pak, tunggu!" Happy terus berlari, walau banyak bebatuan kecil yang ia injak, membuat dia agak sulit menjaga keseimbangan. Tak apalah, yang penting mendapatkan scene seperti di novel-novel. Saat gerbang sebentar lagi tertutup, Happy melepaskan sepatu lalu melemparnya ke arah roda besi gerbang. Lantas gerbang berhenti. Pak Udin yang merasa aneh, memeriksa gerbang itu. Namun baru saja beliau menunduk untuk melihat penyebab gerbang macet, Happy menyerobot masuk kemudian mengambil dengan cepat sepatu yang mengganjal di roda gerbang.

Pak Udin terkejut. "Hei!"

Happy tak mengacuhkan Pak Udin. Dia tetap berlari memasuki sekolah menuju kelas 10 IPA 1. Tepat saat berlari menyeberang lapangan, dia bertubrukan dengan seorang siswa yang mengenakan almamater biru. Beruntung tubrukan itu tak membuat Happy terjatuh.

"Oi, sakit!" pekik Happy pada siswa tersebut. Baru saja Happy ingin menginjak kaki sang siswa sebagai balasan, sang siswa telah menoleh dengan tatapan tajam. Tubuh Happy seketika membeku melihat wajah sang siswa. Ya, siswa itu. Dia memakai almamater biru dengan name tag bertuliskan Raziel Sinar. Di bawah nama tersebut, ada sebuah kalimat lain yang tertera di name tag itu.

Ketua MPK.

Dia! Dia adalah siswa beralmamater biru yang ia incar sejak negara api menyerang.

Uh, maksud Happy, sejak ia menginjakkan kaki di SMA Bintang Kencana.

Jadi benar namanya Raziel, Ketua MPK di sini. Oh, bagaimana bisa mimpinya bisa setepat ini? Ia kira itu semua cuma mimpi belaka. Sepertinya, mimpi kemarin memberi Happy arah untuk mendekati siswa ini. Dia betul-betul tampan dari jarak dekat. Dapat Happy tangkap kedua mata sang siswa yang bewarna biru muda. Oh, pasti dia keturunan bule sampai-sampai bisa dapat mata biru indah itu. Dia juga memiliki rambut bergelombang pendek coklat tua, terlihat sekali garis keturunan bule-nya. Saat angin berembus, anak rambut bergelombang itu menari-nari di wajah sang siswa. Sungguh sangat indah dilihat. Meski wajahnya sangat datar, tatapan tajam selalu terpajang, dan terkesan sangat kejam pada siapa pun. Karena sang siswa lebih tinggi, Happy harus menengadah. Bagaimana tidak? Tinggi Happy sedada sang siswa. Bagi beberapa orang mungkin ini tinggi badan yang paling menyebalkan, namun bagi Happy tidak. Ini adalah tinggi badan yang paling sempurna saat disandingkan dengan sang siswa.

Angin tak hanya membuat rambut sang siswa menari-nari, rambut Happy pun ikut menari-nari diterpa angin. Rambut hitam lurus dan panjang itu menutupi sebagian wajah Happy. Melihat itu, sang siswa mengangkat dan mengarahkan tangannya ke pipi Happy. Siswi baru bernama Happy ini tersenyum lebar. Apakah dia akan menyingkirkan helaian rambut hitam ini dari wajahnya? Ah, ini sungguh romantis. Eh, dia pernah membaca adegan seperti ini di salah satu novel. Dikatakan bahwa sang tokoh pemuda menyingkirkan helaian rambut dari wajah sang gadis karena dia ingin terus melihat wajah cantiknya. Apakah siswa di hadapan Happy kali ini akan melakukan hal yang sama? Semakin lama, pikiran Happy melayang ke mana-mana.

Ketika tangan itu berada di dekat pipi, Happy menutup mata untuk merasakan kelembutan sang siswa.

Namun, yang terjadi adalah kusungguh di luar dugaan.

Happy ditampar oleh sang siswa.

"Ada nyamuk di pipi lu." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, sang siswa melangkah meninggalkan Happy yang mematung di lapangan.

Butuh berapa saat untuk otak Happy memikirkan apa yang terjadi tadi. Dia telah berharap rambutnya akan disingkirkan oleh tangan itu, tetapi yang terjadi malah ditampar dengan alasan ada nyamuk di pipinya.

Ah, ini menyebalkan.

Dia mengusap pipi dan mengambil mayat nyamuk yang ada di pipi. "Nyamuk sialan." Lalu, dengan tega, Happy menjatuhkan kemudian menginjak-injak mayat nyamuk tersebut. "Sial, sial, sial." Berkali-kali Happy melontarkan makian untuk takdir dan nasib yang tak pernah bersahabat dengannya. Hidup seperti kisah di novel-novel pasti pernah terjadi, namun mengapa tidak pernah terjadi pada seorang Happy Siska. Berkali-kali Happy menyemangati diri agar dapat membuat nasib seperti kisah novel, tetapi berkali-kali pula takdir pahit selalu menyerang dengan pedang kenyataan.

Happy berteriak keras. Dia memaki-maki takdir, nasib, kenyataan, dan dirinya sendiri. Dia tak peduli pada Pak Udin yang menyaksikannya sambil makan popcorn dan memakai kacamata 3D. Bahkan ia tak peduli dengan guru piket yang mengerutkan kening dan menyipitkan mata sembari menelpon seseorang. "Halo, permisi, ini Rumah Sakit Jiwa Sejati?"

Happy betul-betul tak peduli. Dia berteriak, menyebut novel-novel yang telah ia baca, menyebut nama-nama rasi bintang, nama-nama planet, sampai menyebut seluruh pahlawan nasional Indonesia. Itulah Happy ketika kekesalannya sebesar cacing besar Alaska.

"JENDRAL ...," Happy memotong teriakannya karena mendapati seorang siswa gendut melirik. "... Sudirman," lanjut Happy berbisik. Tidak, siswa gendut itu bukan Sudirman. Dia berbeda. Happy membelas lirikan itu dengan lirikan sinis. "Apa lu liat-liat?!" pekik Happy.

Siswa gendut itu segera berlari mendengar pekikan Happy tadi. "Gendut!" tambah Happy. Masih dengan kekesalan, Happy berjalan memasuki sekolah menuju kelas.

Ketika sampai di koridor kelas, Happy dikejutkan oleh seorang siswa tampan lagi. Bukan, ini bukan siswa beralmamater biru itu. Ini berbeda. Dia memakai kemeja putih dan ada pin bertanda plus merah di dada kiri. Ah, jangan-jangan dia masuk PMR? Oh, pasti siswi yang dirawat olehnya langsung pingsan disertai darah yang keluar dari hidung. Bagaimana tidak, para siswi pasti terpesona dan terpukau oleh ketampanan bak malaikat surga ini. Happy mengedipkan mata berkali-kali. Setelah ditampar sang siswa almamater biru, ia langsung mendapat plester luka hati dari sang siswa berkemeja putih ini. Aw, manisnya.

Tumben takdir dan nasib bersahabat.

Ketika Happy melangkahkan kaki untuk mendekat pada sang siswi, seorang siswi muncul di balik tubuh sang siswa. Siswi itu menggandeng tangan sang siswa lalu tersenyum manis.

"Sayang, ini aniv kita yang 2 tahun."

"Iya dong. Kita udah dua tahun dan perasaan aku ke kamu masih sama seperti awal perjumpaan kita dulu."

Itulah percakapan yang ditangkap oleh pendengaran Happy. Hati dan harapan Happy seperti dijebak oleh tipu daya takdir dan nasib. Sekali lagi, Happy dibohongi oleh takdir dengan nasib.

--

Gendut!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang