20 | Kenyataannya

532 34 65
                                    

Instagram: iyepepratiwi

“Sekarang aku sadar, ternyata bahagiamu memang bukan bersamaku”—Nityas Rindu.

⚫⚫⚫

Rindu menatap lekat gerbang besar yang ada di hadapannya. Ia menghembuskan nafas gusarnya. Sesekali ia mengetuk-ngetuk dashboard motornya sembari menunggu gerbang tersebut terbuka.

Sudah empat hari ini sejak kejadian di rooftop itu, Rindu dengan Biru sudah tak saling bertegur sapa. Biru menghilang, mungkin karena tulisan di tembok rooftop, perihal Rindu yang ingin menghapus dirinya di hatinya. Semenjak kabar mereka bertengkar, Zaki pun juga ikut menghilang. Sudah tiga hari ini juga Rindu tak melihat cowok itu. Entah kemana anak itu.

Selama empat hari itu pula Rindu merasa waktu menjadi terlalu lama. Rindu merasa kesepian, tak ada Biru yang selalu menjadi mood untuknya melakukan apapun, tak ada juga Zaki yang selalu usil dengannya.

Lebihnya lagi, Bara dan Mei juga seminggu ini sedang keluar kota karena urusan pekerjaan. Tadinya Mei memilih di rumah untuk menemani anak semata wayangnya, namun karena Rindu sendiri yang meminta Mei untuk pergi membantu Bara, mau tak mau Mei pun akhirnya pergi juga.

Terlalu lama memikirkan kejadian beberapa hari yang lalu, alhasil Rindu pun tak bisa menahan air matanya ini. Air matanya jatuh begitu saja, untung saja di sekeliling Rindu masih sepi. Tapi, tanpa sepengetahuan Rindu, ada seseorang yang memperhatikannya dari arah kejauhan. Dia Biru, Biru secara diam-diam selalu mengawasi Rindu karena perintah dari Bara.

Biru dari arah sana tau kalau saat ini Rindu tengah menangis. Ia benar-benar sangat tak tega membiarkan gadisnya sendiri. Mendengar kabar Zaki yang ikut menghilang, Biru malah bertambah emosi dengan cowok itu. Dari awal memang ia sudah tau maksud Zaki yang sebenarnya.

“Aku kangen sama kamu tau Ru,” ucap Rindu seraya menahan isak tangisnya.

Rindu meraih ponselnya di saku seragamnya, sambil menunggu gerbang terbuka, ia menatap pesan empat hari yang lalu dari Biru. Baru kali itu Biru mengirim pesan sebanyak itu untuk Rindu, dan itu pun isinya permintaan maaf. Biru juga terus-terusan menelepon Rindu. Namun Rindu memilih mengabaikannya.

Kalau saja papahnya tidak sedang di luar kota, pasti Biru sudah menanyakan kabarnya lewat Bara. Itu jangan di tanya lagi, karena dari dulu pun memang seperti itu.

Cowok itu sendiri mengerti kalau Rindu sedang membutuhkan waktu, ia pun akhirnya tak lagi mengirim pesan ataupun menelepon Rindu.

Rupanya, keduanya lebih senang membiarkan hubungan ini menggantung tak jelas.

Rindu menarik nafas nya, dan segera menghapus air matanya setelah melihat pintu gerbang bergerak. Ia mempersiapkan diri untuk masuk dan pura-pura sok cuek bila bertemu dengan Biru. Ia melihat pantulan wajahnya di layar kaca spion, memastikan apakah senyumnya sudah bagus. Setelah beberapa detik kemudian, keluar lah pak satpam dari dalam gerbang sekolah. Rindu langsung tersenyum ke arahnya.

“Pagi pak satpam.” sapa Rindu dengan senyuman khasnya.

“Eh, Ninit.” ujar pak satpam dengan panggilan biasanya sendiri. “Ninit tumben, sudah empat hari ini bapak tidak lihat kamu berangkat bareng bli Biru?”

Rindu terkekeh pelan, “Hehe, iya pak. Yaudah pak, Rindu masuk dulu ya.” pamit Rindu lalu pergi dari hadapan pak satpam.

Begitu Rindu sudah sampai di depan kelas, tiba-tiba ada sebuah tangan memegang bahunya dari belakang membuat ia menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

Biru Dan Rindu [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang