VI : Harga sebuah Hubungan

122 40 58
                                    

Malam itu waktu telah menunjukkan pukul 11 lewat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam itu waktu telah menunjukkan pukul 11 lewat. Sedan putih gading terlihat melaju membelah jalanan yang sepi kala itu.

Di kursi kemudi terdapat pria yang dengan santai menyetir dengan tertawa bahagia bersama wanita di sampingnya, mendengarkan sang putri yang kini berusia 6 tahun tengah bernyanyi di bangku belakang. Ketiganya baru saja kembali dari taman hiburan yang baru di gelar beberapa hari lalu di perbatasan antar kota.

Benar-benar keluarga kecil yang terlihat harmonis, bahkan bisa dibilang pria dan wanita itu adalah sosok orang tua yang baik meski usianya terbilang masih muda. Mereka melakukan yang terbaik demi membuat putri semata wayangnya ini senang. Bahkan dalam kurun waktu beberapa bulan putri mereka akan memiliki seorang adik yang begitu ia tunggu-tunggu.

"Aku mau ke sana lagi besok!" Celetuk sang putri menepuk-nepuk pundak ayahnya.

Pria itu tertawa, "Wah putri ayah senang sekali ya? Gimana kalau Minggu depan kita ke sana, uhm?"

Anak itu beranjak dan berdiri di posisi tengah antara ayah dan ibunya dengan rengekan kecil, "kenapa bukan besok?"

Wanita itu tersenyum dengan tangan kanannya yang terangkat menyentuh pipi buah hatinya, "sayang, putri ku yang cantik. Kita kesana Minggu depan aja ya sayang? Kalau besok carnavalnya tutup, si badut capek mau bobo."

"Ah.. kalau gitu aku nggak kau ketemu badutnya, maunya ke rumah balon tadi, yang penting aku ke sana besok!" Pintanya tetap pada pendiriannya.

Pria itu terkekeh geli melihat kegigihannya, jelas sekali sifat ini diturunkan dari wanita disampingnya. Ditepuknya lutut wanita itu, "ini sudah jelas dari kamu sifatnya."

Wanita itu menghela napas, "kamu bener-bener nggak ngebantu ya."

Pandangan pria itu teralih sekilas sebelum kembali menatap jalanan. "Sayang, bener apa kata mama. Carnaval juga butuh liburan, jadi.. gimana kalau putri ayah yang cantik ini bersabar? kalau mau dengerin apa kata mama, kamu bisa ketemu dede bayi sebagai imbalannya."

Mendengar itu kedua matanya berbinar cerah. "Dede bayi? Yang tinggal di perut mama?"

Tawa ringan terdengar. Wanita itu menyandarkan tubuhnya mengistirahatkan tubuhnya yang penat dengan tangan kanannya yang masih di pipi sang putri. "Uhm... Bener dede bayinya bakal ketemu kakak nanti."

Mendengarnya membuat anak berusia 6 tahun itu melompat girang. "Mama harus janji ya! yeay! aku nanti di panggil kakak! tandanya aku udah besar!"

Mereka saling bertukar pandang dan tertawa. Tidak ada lagi hal yang membahagiakan selain dengan kesenangan sang buah hati.

Tetapi nyatanya, kebahagiaan malam itu justru membawa petaka. Karena pembicaraan mereka, pria itu tak memperhatikan sekitar jalanan yang di rasa sepi, kecepatannya tak melambat walau jelas di depan sana terdapat persimpangan jalan besar. Hingga tak menyadari sebuah truk kontainer pengangkut barang tengah melaju dari sisi yang berbeda.

NAWASENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang