6. art gallery

276 47 13
                                    

Sera berjalan perlahan sembari memandangi lukisan-lukisan yang terpampang di hadapannya. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui, batinnya. Ia senang bisa datang ke galeri seni seperti ini, dan ia juga bisa membuat Luke bosan──menganggapnya cewek membosankan, ilfil, dan move on. Serafina Brooks pintar.

Ia melirik Luke yang sedang mengikutinya. Tidak ada ekspresi apa-apa di wajahnya, tapi Sera yakin Luke bosan.

"Gue suka banget sama ini semua," gumam Sera. "lukisan, patung. Everything's not really in place, yet still manage look beautiful. When you think it's not really decent to put together──but still make you feel something, you get it?"

Sera ragu kalau Luke akan mengerti. Seni baginya hanyalah dentuman drum, genjrengan gitar yang melengking──punk rock thang.

"I don't quite get it, sih, Ka Ser." Luke memasukkan jemarinya kedalam saku jinsnya. "Tapi liat lo yang begitu antusias kayak tadi, seeing how's your eyes light when you see those art, bikin gue mau banget buat ngerti. Gue mau jadi orang yang bisa ngerti apa yang bikin lo seneng, atau bikin lo deg-degan saking semangatnya. Gue mau ngerasain itu semua bareng lo."

"Jadi kalo lo pikir gue bakal bosen diajak ke tempat kayak gini karena gue kerjaannya dengerin Greenday atau band yang lo ngga tau namanya apa, kayaknya lo salah deh. Soalnya yang ada, gue malah makin mau bareng lo terus, Serafin."

***

Sera dan Luke sekarang sedang berjalan di trotoar dalam diam. Sebenarnya, Sera di atas trotoar dengan tangan terentang dan Luke yang berjalan di sisi luar jalan sembari tersenyum kecil melihat Sera.

"Laper nih. Makan, yuk?" ujar Luke. Lumayan, makin banyak waktu bareng Ka Ser.

"Yuk," gumam Sera. "makan apa?"

Luke berjalan dengan langkah lebar, lalu menunjuk satu-satunya kedai yang kurang lebih 200 meter dari mereka. Ada banyak ornamen Jepang dan dihiasi oleh lampu-lampu neon terang berwarna oranye. "Satu-satunya sushi yang enak di daerah sini. Yuk."

"Emang daerah sini ada sushi dimana lagi?" tanya Sera.

"Ngga ada." Luke nyengir. "Makanya ini paling enak."

Mereka melangkah masuk ke dalam kedai itu dan mulai memesan. Tempatnya kelihatan menyenangkan. Jam-jam segini belum begitu ramai. Sera bisa mendengar lagu-lagu lama diputar dari speaker kedai itu.

"Suka wasabi ngga, Kak?" tanya Luke, iseng membuka tempat wasabi lalu menggoyang-goyangkannya di depan wajah Sera.

Sera menepis tangan Luke sebal. "Ngga suka pedes."

"Noted."

"Lo kalau mau manggil gue konsisten dikit, napa. Entar 'kak', entar 'ser'. Maunya apa tau," protes Sera.

"Maunya sih, 'sayang'."

Sera memutar bola matanya jengkel.

"Yauda, kita bikin nicknames unch unch aja, gimana?"

"Lucas," Sera menyeringai. "Lucas."

Yang satu ini, dia tau dari Ashton. Ashton menyarankannya untuk memanggil Luke 'Lucas', melihat ekspresi yang Luke tunjukkan sekarang membuat batinnya tergelak.

Luke merengut. "Finfin."

Sera melotot. Panggilan itu terdengar seperti dia adalah anak kecil buntal yang suka mencuri cupcake di toko orang. "Jelek banget!"

"Bodo amat, wle."

Baru saja Sera ingin memaki Luke tapi pelayan mengantarkan pesanan sushi mereka. Totalnya ada 15 piring. Isinya empat tiap piring.

Mereka lalu makan dalam diam. Diam yang Luke sukai. Ia bisa melihat Sera makan. Pemandangan banget, batinnya. Sampai akhirnya mengalun lagu yang keduanya tahu dari speaker kedai tersebut.

"Lagu kesukaan nyokap gue nih," celetuk Sera.

Right Here Waiting, Richard Marx.

"Sekarang jadi lagu kesukaan gue juga kok," ujar Luke tersenyum. Senyum yang kalau Sera tidak salah artikan adalah "senyum sayang". Dan Luke mulai bernyanyi. Dan suaranya, membuat Sera takut kalau-kalau ia akan jatuh dan ingin mendengar suara itu terus menerus.

"Wherever you go, whatever you do, i will be right here waiting for you. Whatever it takes, or how my heart breaks, i will be right here waiting for you..."




haihai❤️

nama shipnya apa ya enaknya

lufin

luser (lmao)

luna

seruke

serlu

bingung :(

sluke

lukeser

adik kelas//luke.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang