"Aku tahu, Move On itu memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Tapi, asalkan kau memiliki niat yang kuat. Aku yakin kamu pasti berhasil.." - AnaAbby mengetukan jari-jarinya pada meja kayu berhiaskan goresan-goresan pena, membentuk rangkaian kata yang lebih cocok disebut contekan. Pagi itu Guru Matematika masih sibuk berkoar di depan kelas, menjelaskan materi tentang lingkaran yang mampu membuat kepala pecah. Lingkaran yang anak TK pun dapat membuat, tapi mengapa memiliki beragam rumus yang aneh-aneh. Belum lagi pertanyaan-pertanyaan di buku paket yang super ribet. Tak bisakah mereka membuat soal yang langsung masuk ke dalam inti? Tak perlu kesana kemari sebelum menjelaskan inti soal itu. Berkali-kali pandangannya melirik ke arah jam dinding di depan kelas, tepat di atas papan tulis putih berbingkai cokelat yang kini penuh dengan beragam angka nol sampai sembilan yang terangkai tak beraturan.
"Baik, sampai disini dulu pertemuan kita. Jangan lupa untuk menyelesaikan soal-soal tadi.." Beliau pun akhirnya menutup jam pelajarannya, tepat sedetik setelah bel istirahat berbunyi. Abby menghela nafas berat. Ia pun bergegas merapikan buku-buku matematikanya yang berserakan di atas meja kayu.
Sementara itu, sahabatnya yang lain sudah melenggang keluar dari kelas, menuju ruangan extra masing-masing. Kini kelas telah kosong, hanya papan berisikan angka-angka yang menemaninya. Ia mengeluarkan buku sketsa miliknya. Buku yang penuh dengan goresan pensil membentuk goresan-goresan wajah manusia. Indah. Kedua alis tebalnya, kedua matanya yang memandang entah kemana, serta senyuman lebarnya. Abby tersentak saat menyadari jam sudah menunjukan pukul setengah sebelas siang. Hari ini, kelasnya akan melawan kelas sebelah dalam pertandingan sepak bola. Ia pun bergegas memasukan buku sketsa miliknya ke dalam tas, lalu melenggang pergi menuju lapangan sepak bola.
Siswa-siswi kelas 8C dan 8B kini memenuhi sepanjang sisi lapangan. Segerombolan murid dengan jaket varsity berwarna merah serta lengan putih dengan lambang 8C di dada kiri kini tengah menyebar di sisi kanan lapangan.
Ternyata pertandingan sudah dimulai sejak lima belas menit yang lalu, dan belum ada yang mencetak skor. Pertandingan berlangsung dengan sportif, berhiaskan sorakan-sorakan penyemangat dari penonton yang menyebar. Pandangan Abby tertuju pada sosok pemuda yang mirip dengan sosok dalam buku sketsanya. Peluh membasahi wajah putihnya yang diterpa cahaya matahari siang. Abby mengeluarkan kamera SLR miliknya, lalu mulai membidik objek itu.
"Yang difoto jangan cuman Adi, foto juga yang lain.." tegur Avi.
"Eh, aku hanya memotonya sedikit. Lagipula, ia pantas mendapat banyak sorotan. Ia kan jagoan kelas kita. Dia yang selalu membuat kelas kita memenangkan perlombaan antar kelas.." Avi hanya terkekeh. Abby mengabaikannya. Ia kembali membidik objek-objek dihadapannya.
"Hari ini tidak ada extra?" Abby hanya menggeleng. Ia masih sibuk membidik objek-objek dihadapannya.
Pertandingan pun usai, 8C keluar sebagai pemenang dengan skor 4-2 dan akan mengikuti perlombaan final minggu depan, melawan kelas 9F.
Untuk merayakannya, seluruh murid kelas 8C memilih untuk membolos extra dan bergegas pergi ke Kafe Hijau dengan kendaraan masing-masing.
"Ayo, pesan-pesan saja! Hari ini kita yang traktir.." seru Adi sebagai perwakilan dari teman-teman tim sepak bolanya. Seluruhnya pun dengan semangat segera memesan makanannya masing-masing. Berbeda dengan Abby, ia lebih memilih untuk memesan segelas capuccino dan duduk menyendiri di sudut ruangan. Seperti biasanya, ia mengeluarkan SLR miliknya. Melihat-lihat foto-foto yang berhasil ia bidik. Tatapannya tertuju pada sebuah foto dimana Adi sedang berteriak senang setelah berhasil menembus gawang lawan.
"Hei, Abby. Kamu tidak memesan makanan?" Suara itu.. Abby mengangkat kepalanya. Seorang pemuda bertubuh tinggi kini berdiri di hadapannya. Getaran-getaran aneh mulai terasa pada tubuh Abby. Degup jantungnya berdetak lebih cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Is Love?
Cerita PendekKarra adalah seorang siswi cantik dari SMU Persada. Di sekolah, Karra dikenal sebagai sosok yang pintar, bandel dan jago basket. Sementara itu, di rumah, ia dikenal sebagai sosok yang manja dan acuh tak acuh. Kehidupan di sekolah dan di rumah inilah...