Aku terdiam selagi memperhatikan Jonah dan Natalie yang sedang berdebat. Bukan, bukan perdebatan yang buruk. Ini hanya tentang panggung untuk prom nanti. Jonah ingin panggung yang besar sedangkan menurut Natalie yang kecil saja sudah cukup, karena ini acara prom, tidak membutuhkan panggung yang besar. Aku terkekeh berkali-kali ketika mendengar argumen Jonah yang tidak jelas itu. Jarakku agak jauh dari mereka, tapi aku bisa mendengarkan apa yang mereka ucapkan. Lagi-lagi aku tertawa mendengarkan ucapan Jonah, "Emang itu Ketua Osis pengennya gede mulu. Untung pacarnya galak," ujar seseorang yang tiba-tiba datang."Eh, Lauren, gue kira siapa," ucapku ketika melihat gadis berambut coklat itu.
"Udah, yuk. Lo di cariin Daniel daritadi. Katanya lo utang cerita sama dia," ujarnya yang membuat diriku terkekeh.
Hutang cerita katanya?
Kami berjalan mendekat ke arah Daniel, Corbyn, Sofia, dan Zikri berada. Mereka sedang membicarakan tentang kain yang di pegang oleh Daniel sepertinya. Lalu mereka berempat melihat ke arah kami setelah kami berdiri di hadapan mereka. Daniel terlihat sangat lelah, "Dan, ini kain yang item bisa di buat jadi batang pohon gitu kan, ya? Nanti pake apa kek dalemnya biar bisa diri terus di bentuk-bentuk gitu, lah," ujarnya yang terdengar seperti mengadu padaku.
"Pohon gak ada yang warnanya item, ah," ujar Sofia memaksa.
"Ih, tuh, lo mah ribet. Orang bisa kok, dih. Ya, ga, Corb?" sekarang Daniel berbicara pada Corbyn.
Pemuda yang di berikan pertanyaan itu hanya terkekeh, "Bisa aja, sih. Tapi, jangan jadi batangnya, deh. Mending kita gunting, terus di jadiin tali aja buat gantung apaan gitu di cabang-cabang pohonnya. Kan lebih bagus," jawab Corbyn memberikan pendapatnya.
"Nah, iya, mending gitu," tambahku yang menyetujui pendapat Corbyn.
Daniel menoyor kepalaku, "Alah, kamu. Giliran udah ngobrol sama dia, aku gak di bela," ujarnya yang membuat diriku mencubit tangannya. Dia terlihat kesakitan dan akhirnya kulepaskan. Semuanya hanya tertawa melihat tingkah kami berdua, begitu juga Corbyn. Daniel mengusap-usap tangannya yang nyeri itu, "di pecat jadi sahabat aja, ya, sama aing?" ancamnya yang tidak ku pedulikan sama sekali.
"Udah, mending kita mulai dekor," ajak Lauren dan kami semua setuju.
Corbyn mengulurkan tangannya, yang tentu saja ku terima. Kami berjalan bersama, dan kembali bekerja sama seperti dulu. Perlakuannya padaku perlahan kembali menjadi manis. Aku sungguh merindukannya. Walaupun saat ini kami harus pandai-pandai mencuri waktu. Ya, agar si keriting itu tidak lihat. Seperti sekarang dimana kita mendekor pintu depan aula pada jam pelajaran. Jack tidak mungkin ada saat ini, dia pasti belajar di kelasnya. Dan soal Daniel? Bukannya sudah ku bilang bahwa dia adalah orang yang paling pengertian? Dia membiarkan bahkan membantu diriku dengan Corbyn.
Aku menceritakan soal percakapanku dengan Corbyn sewaktu itu pada Daniel, Jonah, Natalie, bahkan Zachary. Termasuk pada bagian saat Corbyn menceritakan tentang Daniel yang tak akan pernah menyakitiku. Dan entah kenapa, setelah aku menceritakan hal itu, Daniel bilang padaku bahwa aku tidak perlu memikirkannya. Dia bilang padaku bahwa dia bisa move on perlahan. Karena dia juga senang melihatku bersama Corbyn. Kalo kata dia sih, "OTP,"
Jonah dan Natalie masih menjadi sahabat yang paling mendukungku. Kami berbicara berempat dan Corbyn menjelaskan segalanya. Mereka berdua bilang kalau mereka akan bantu semaksimal yang mereka bisa. Kami berempat menjadi lebih sering bersama lagi. Bahkan anggota kami bertambah dengan adanya Daniel, Zach, dan Inem. Inem? Ya, perempuan berparas cantik itu juga menjadi salah satu dari gabungan kami. Dia memang ramah dan asik, membuat diriku heran mengapa orang tuanya memberikan dia nama Inem. Tapi, apa boleh buat? Sudah terjadi. Aku hanya bisa bertanya-tanya saja pada diriku sendiri.
Kami semakin pintar acting di hadapan Jack. Seperti sekarang, bel istirahat berbunyi, menyebabkan diriku yang langsung menarik Zach juga Daniel sedangkan Inem langsung berlari ke arah Corbyn. Dengan cepat, Zach dan Corbyn bertukar tugas. Mengapa buru-buru sekali? Karena si keriting itu pasti langsung menuju kemari. Dan dia suka tiba-tiba muncul, membuat kami harus lebih waspada.
"Hey!" sapa seseorang yang membuat diriku juga Zach terkaget.
Tuh kan si keriting sudah muncul.
"Lain kali jangan ngagetin, napa. Shock gue, bang," ujar Zach yang melanjutkan pekerjaan Corbyn tadi.
"Yeu, maapin," ujar Jack lalu terkekeh. Aku hanya menggeleng kepalaku. Aku kembali membantu Daniel mengecat properti untuk dekorasi. Jack masih mengobrol dengan Zach. Lalu ku lihat Corbyn yang tersenyum padaku dari jauh. Dia melambaikan tangannya sedikit dan kembali fokus mengerjakan pekerjaan Zach tadi. Aku tersenyum sendiri. Ku rasakan ada yang memegang bahuku. Otomatis aku melirik ke ara belakang, "masih mendem rasa sama si Corbyn?"
Sial.
Sebelum aku menjawab, Daniel tertawa seperti hal tadi sangat lucu, "Elah, sok tau lo. Emang kenapa? Kalo mereka lempar senyum mah biasa. Gue emang bilang ke dia kalo kita harus ramah sama mantan," ujarnya yang membuat Jack sedikit kebingungan, "lagian, Dania kan udah sama gue. Gak usah khawatir. Gue juga udah mastiin berkali-kali kalo dia sepenuhnya milik gue,"
Jack tersenyum, "Oke," ujarnya lalu menepuk belakang leher Zach dengan kencang. Membuat bocah itu terkaget lagi. Jack tertawa melihatnya, "lo juga move on dari si Inem. Awas, ya, kalo lo ganggu dia sama si Corbyn. Gue sleding lo mampus," lanjutnya yang di susul fake laugh olehku dan Daniel.
Zach memutar bola matanya, "Iye, bang. Serah,"
"Nanti siang gue beliin minuman lagi, ya. Kalian semangat kerjanya. Gue kesini lagi nanti," lanjut Jack lalu pergi setelah melambaikan tangan pada kami lalu Inem dan Corbyn.
"Yeu, gak balik lagi juga gak apa-apa," ujarku yang membuat Daniel tertawa.
Malah ketawa, dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oreo • Corbyn Besson • [ COMPLETED ]
FanfictionMemang tugasnya Oreo untuk membuat dua menjadi satu. (Book 1)