"Corbyn,""Corb,"
"Bean,"
"Pirang,"
"Eh, monyed,"
"Harus aku panggil apa lagi biar nengok?" tanyaku yang sekarang duduk bersamanya di kantin. Pemuda ini meletakkan ponselnya dan melihat ke arahku, "kenapa? Semenjak pensi dua hari yang lalu kamu makin diem gini,"
"Apaan, sih? Gak kenapa-napa," jawabnya dengan santai lalu kembali memakan sosis gorengnya.
Aku terdiam dan menghela nafas. Melihat sekeliling, aku tahu orang-orang memperhatikan. Tapi, berbeda dari biasanya. Kali ini tatapan mereka jauh lebih tidak enak. Aku kembali melihat Corbyn yang sibuk sendiri dan tersadar akan sesuatu, aku terlihat bodoh. Sekarang aku terlihat seperti mengemis perhatian Corbyn. Seharusnya aku tahu, ini semua akan terjadi. Bodohnya aku yang tidak sadar kalau pemuda seperti Corbyn tidak akan pernah mau dengan gadis sepertiku.
Aku melihat ke arah Jonah dan Natalie yang sekarang menatapku dengan iba. Aku tahu mereka berjalan mendekat, membuat diriku langsung berdiri dan berlari kecil menuju kelasku. Aku tahu Corbyn bahkan tidak melirikku sama sekali saat aku pergi. Aku juga tahu Jonah dan Natalie pasti membantuku, tapi aku sudah malas. Aku sudah cukup kecewa dengan perlakuan Corbyn yang berubah drastis semenjak pensi. Aku sempat berpikir kalau dia jealous dengan Zachary saat itu. Tapi, kemudian ku habiskan waktu semalaman hanya untuk berpikir. Jika benar Corbyn sayang padaku, keadaanya tidak mungkin serumit ini. Mungkin hal Zach hanya di jadikan alasannya untuk menjauhiku. Dia hanya bosan dan ingin main-main denganku. Aku tahu.
Semuanya sudah cukup. Sudah cukup dua hari terakhir aku terlihat seperti benalu yang mengikutinya terus-menerus. Sudah cukup orang-orang menyangka diriku yang mengemis perhatian Corbyn. Sudah cukup aku menjatuhkan harga diriku sendiri. Sudah cukup pula aku merasakan sakit seperti ini. Aku tidak mau peduli lagi tentang hal seperti ini. Aku muak.
Duduk di kursiku dan menenggelamkan kepalaku di atas meja adalah pilihan terbaikku saat ini. Anak-anak kelas mulai menghilang suaranya. Mereka pasti memperhatikanku. Lalu aku mendengar suara Jonah dan Natalie, mereka pasti kesini. Ku rasakan dua orang berdiri di sampingku. Aku mengangkat tangan kananku, "Jangan ganggu. Dania tutup hari ini," ujarku lalu kembali menarik tanganku.
"Dan, jangan gini," ku dengar suara Jonah. Aku masih malas mengangkat kepalaku. Aku juga takut jika aku menangis setelah melihat wajah mereka. Entahlah, aku merasa sangat emosional saat ini. Lalu ku rasakan tangan di bahuku, "gue gak ngerti apa masalah kalian. Tapi, gue bantu,"
Akhirnya ku angkat kepalaku, "Gak semua hal bisa lo selesaikan, Jo. Gak usah, makasih. Lagian, udah cape juga guenya," jawabku.
Natalie berjalan mendekat dan tersenyum, "Pulang sama kita, ya? Jonah bawa mobil," ujarnya.
Aku menggeleng dan tersenyum padanya, "Kak Darian jemput gue. Makasih," jawabku lalu kembali menenggelamkan kepalaku di atas meja.
"Kalo ada apa-apa panggil gue kaloga Natalie," ku dengar samar-samar suara Jonah, mungkin kepada teman sekelasku. Masa bodoh, aku terlalu lelah.
Aku tahu Jonah dan Natalie sudah pergi. Tapi, aku tahu apa yang membuat kelas menjadi lebih hening dari sebelumnya. Kedatangan Corbyn, tentu saja, "Corbyn," aku mendengar suara lelaki memanggilnya, "gak kasian lo sama dia?"
Aku tidak terlalu hafal suara siapa, tapi yang jelas aku pernah mendengarnya. Lalu aku mendengar Corbyn terkekeh, "Lebay itumah," lalu terdengar suara beberapa orang yang terkaget. Betapa mengejutkannya pemuda semanis Corbyn berubah menjadi setan yang tidak mempunyai hati, "lo kasian sama dia? Yaudah, pacarin aja sana,"
Dan yang aku inginkan hanya satu saat ini.
Aku ingin pulang.
•••
VOTE SAMA COMMENT ATU KALIAN TE SAYANG SAYANGKU:*
ily alllllllll~
-Saraeze.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oreo • Corbyn Besson • [ COMPLETED ]
FanfictionMemang tugasnya Oreo untuk membuat dua menjadi satu. (Book 1)