Hari ini semuanya terlihat sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Terlebih Jonah yang sudah berjalan kesana-kemari. Ya, resiko ketua. Sedangkan aku bersama Corbyn sedang memasang dekorasi pada sisi panggung. Aku mengambil tangga yang letaknya tidak jauh dariku dan mendekatkannya dengan dinding panggung. Sebenarnya aku kurang yakin untuk menaiki tangga ini, karena kepalaku terasa sedikit pusing, tapi aku juga ingin terus membantu. Dengan perlahan ku naiki tangga ini, dan aku tahu Corbyn memperhatikanku, membuat diriku berusaha menutupi rasa pusing ini. Tapi, Corbyn tetaplah Corbyn, "Dania, turun," ujarnya yang berjalan mendekat.Aku tidak turun dan hanya menoleh padanya, "Ada apa?"
Dia melihat jamnya, "Kita belum makan siang. Kamu kan semalem badannya anget. Jangan sampe telat makan," ujarnya yang membuat diriku bingung. Pemuda ini tersenyum, "Kak Darian yang bilang. Sekarang, ayo, kita makan dulu. Aku gak mau, ya, kamu sampe sakit,"
Aku terkekeh mendengar Corbyn yang memakai kata 'aku-kamu'. Tapi, senang juga, sih. Membuat diriku membalas senyumannya, "Gak enak sama yang lain, ah. Mereka juga belum makan. Lagian, bentar lagi juga pasti di suruh istirahat sama Jonah atau Bu Mulyati," jawabku. Pemuda ini menarik tanganku perlahan yang membuat diriku mau tidak mau turun ke bawah. Dia memegang dahiku, aku tau dia merasakan panasnya suhu tubuhku. Aku mengambil tangannya tersebut dan menjauhkannya dari dahiku, "nanti makan, kok. Kita makan bareng juga sekalian sama Jonah,"
Corbyn memegang kedua tanganku dengan lembut, "Kita makan sekarang, atau aku anter kamu pulang sekarang juga. Aku gak mau kamu sakit," ujarnya yang lalu menarik tanganku mendekat ke arah Jonah yang sedang berurusan dengan microphone. Corbyn menepuk bahunya, "gue sama Dania makan dulu. Dia lagi sakit, gak boleh telat makan,"
Jonah pun melihat jam tangannya dan terlihat kaget, "Ih, anjir! Udah jam setengah tiga," ujarnya yang akhirnya memanggil semua orang untuk meminta perhatiannya, "semuanya istirahat! Maaf, gue telat ngasih waktu makan siangnya. Nanti kita kumpul kerja lagi jam tiga lewat lima belas, ya!" teriaknya yang membuat orang-orang bubar kegirangan. Bisa ku lihat pemuda berambut gelap ini tersenyum padaku, "pulang aja. Lagian tinggal dikit lagi juga kita selesai. Gue pengen lo sehat buat besok. Acaranya harus berjalan lancar," lanjut Jonah padaku.
"Ih, gak enak sama yang lain-"
"Gak apa-apa. Lebih gak enak lagi kalo lo sakit. Nanti yang bantuin Corbyn besok siapa?" ujarnya yang membuat diriku terdiam. Pemuda ini tersenyum dan menepuk bahu Corbyn, "anterin balik. Lo juga balik aja. Besok jangan lupa bawa kamera. Bantuin dokumentasi lo besok berdua,"
"Thanks, Jo,"
"Santai,"
Setelah kami berdua mengambil barang-barang kami, aku mengeluarkan bungkusan oreo-ku yang belum habis. Corbyn melihatku kebingungan. Lalu aku berlari kecil mendekati Jonah dan yang lainnya, "Oreo gue masih banyak. Tadi baru sempet makan empat biji. Kalian mau?" tanyaku. Aku melirik Corbyn yang sekarang tersenyum selagi memakai jaketnya.
"Dari Corbyn, ya? Gak apa-apa, nih?" tanya seorang gadis dengan kacamata itu. Aku membalasnya dengan anggukan. Gadis itu kemudian mengambilnya, "makasih, ya. Lumayan kan, Jo, buat cemilan," lanjutnya yang di balas anggukan oleh Jonah.
"Yaudah, gue balik dulu, ya!"
"Cepet jadian sama, Corbyn! Tiati di jalan!" teriak gadis itu yang membuat semua orang disini tertawa, termasuk diriku dan Corbyn.
Pemuda berambut pirang itu langsung menggenggam tanganku dengan lembut. Aku melihat senyuman itu, tidak pernah dan tidak akn pernah bosan aku melihatnya. Dia melirik ku dan mengambil tanganku yang di genggam olehnya. Dia mengecup punggung tanganku lalu kembali menurunkannya. Astaga, pipiku pasti sudah sangat merah sekarang. Dan akhirnya dia merangkulku selagi kami berdua berjalan ke arah parkiran sekolah.
Aku baru teringat sesuatu. Corbyn selalu melakukan hal-hal manis seperti ini, tanpa jelas apa yang sebenarnya diinginkan olehnya. Mungkin aku masih bisa berusaha untuk menikmatinya tanpa jatuh terlalu dalam padanya. Tapi, aku tidak yakin berapa lama aku bisa melakukan hal ini. Karena semakin hari, semakin sulit. Perasaanku padanya semakin besar. Aku juga tidak tahu apa yang seharusnya aku lakukan. Kita lihat ke depannya. Semoga saja pemuda ini tidak akan mengecewakanku. Jika iya, ini akan sangat menyakitkan.
"Bean?" tanyaku.
"Ya?"
"Aku boleh peluk?"
Ya, entah kenapa pertanyaan itu terlontar secara tiba-tiba. Ya ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oreo • Corbyn Besson • [ COMPLETED ]
FanficMemang tugasnya Oreo untuk membuat dua menjadi satu. (Book 1)