Makan Siang Spesial

7.9K 764 97
                                    

Boleh enggak, si?
Kalau sekarang aku bilang
Cinta sama kamu.

oOo

Pen langsung beranjak menghampiri Krist yang terlihat berlari mendekat. Terkadang, Krist heran sendiri kenapa Pen harus parkir di luar pagar. Dia bisa saja menunggu di depan gedung sekalian hemat waktu dan tenaganya.

“Krist, ayo cepat. Ada anak aneh yang katanya ingin bertemu denganmu di pagar,” bisik Pen sepelan mungkin agar orang lain tak bisa ikut mendengar.

Krist melongak, mendapati Ohm melambai padanya sambil tersenyum semringah. Yang membuat Pen berkerut keningnya ketika Krist membalas lambaikan tangan tak kalah antusias.

Dia bahkan kembali beranjak meninggalkan Pen yang sudah memberikan informasi berharga ini padanya—baginya begitu.

“Bagaimana lukamu?” tanya Krist mengawali percakapan sembari menorehkan senyum manis di bibir tipisnya.

“Sudah lebih baik,” jawabnya.

“Ada apa kau ke sini? Seharusnya kau bergegas ke sekolah,” ingat Krist.

Ohm diam sejenak, memandang pepohonan yang daunnya bergemerisik diterpa angin pagi lalu kembali menatap Krist yang belum berpaling darinya.

“Kemarin aku lupa bertanya, siapa namamu?”

Belum sempat Krist menjawab, Pen sudah berceletuk lebih dulu dari belakangnya. “Untuk apa kau bertanya? Atau ada orang yang menyuruhmu?” selidik Pen.

Phi ...,” rengek Ohm pada Pen yang terlampau judes. “Aku Cuma bertanya namanya. Tidak lebih,” sambungnya membela diri.

Pen mendekat, menajamkan tatapannya sembari sedikit mendongak karena Ohm memang lebih tinggi darinya. “Jaman sekarang semuanya berawal dari modus berkenalan lalu dimanfaatkan. Kau masih muda seharusnya habiskan saja waktumu untuk belajar bukannya melakukan kejahatan,” oceh Pen panjang lebar.

“Ayo, kita bisa terlambat.” Pen menarik Krist agar segera membonceng.

Belum mendapat jawaban yang dia mau, Ohm bergegas berdiri di depan sepeda motor Pen sembari merentangkan kedua tangan menghadang.

“Woy, apa yang sedang kau lakukan? Minggirlah kalau kau tidak mau mati,” hardik Pen.

Ohm mengacuhkan Pen, ia mendekat pada Krist lalu mencekal lengannya. “Phi, siapa namamu?” tanyanya lagi.

Krist terkekeh sejenak. “Krist. Namaku Krist,” jawabnya kemudian.

Pen memutar bola mata kesal. “Sudah? Sekarang menyingkirlah, kami harus segera berangkat,” ketusnya.

Ohm tak kunjung beranjak. Bola matanya menggeliat jenaka. “Phi, boleh aku menumpang?”

Pen mendengkus. “Tidak. Aku bukan ojek.” Tolaknya mentah-mentah.

Ohm tak menyerah, ia terus saja merengek seperti anak-anak yang sedang meminta dibelikan balon lima warna.

“Sepeda motorku sudah penuh. Bukankah kau lihat sendiri,” dengkus Pen kesekian kali.

Dengan mimik lucunya Ohm menunjuk bagian depan sepeda motor matic Pen.

“Apa kau kira anak-anak? Lihatlah, tinggimu bahkan mengalahkan tiang bendera. Bagaimana aku bisa menyetir,” decak Pen setengah tak percaya.

“Aku yang menyetir. Kau bisa duduk dipangkuanku,” jawab Ohm merasa tak berdosa.

Mendapat penawaran seperti itu membuatnya salah tingkah sendiri. Pipinya bahkan terasa sangat panas hingga merambat sampai telinga.

MANTAN [Singto x Krist] (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang