Meet Again

9.5K 1K 100
                                    

Ketika dua insan dipertemukan lagi,

Saat hati memutuskan untuk berhenti saling mencintai.
Seperti siang yang akhirnya bertemu malam.

oOo

Singto terlihat sedang bermain game ketika Peng tiba bersama Krist di belakangnya yang terus menggigit bibir bawah cemas. Seumur hidupnya, dia tidak pernah membayangkan kembali bersama Singto dalam situasi seperti ini.

Lagi-lagi Peng menghela napas, kedua tangannya berkacak pinggang menyaksikan kekacauan apartemen Singto yang tak pernah usai walau dibersihkan setiap hari. Wanita itu mengomel membuat Singto menghentikan permaiannya sejenak.

Alih-alih menjawab seperti biasanya, Singto hanya bisa terpaku ketika matanya menangkap Krist yang berdiri di samping mamanya itu. Pria itu terlihat menunduk, kedua tangannya menjinjing tas berukuran sedang.

“Harus berapa kali mama bilang untuk membereskan kekacauan ini, Sing!” seru Peng geram.

“Kenapa Mama bersamanya?” satu pertanyaan meluncur dari Singto mengabaikam omelan Peng sebelumnya.

“Namanya Krist. Mulai hari ini dia akan tinggal di sini untuk membantumu.”

Penjelasan Peng sukses membuat Singto tercengang. Sekali lagi ia menatap Krist yang kini menatapnya juga. Sesaat, pandangan mereka terkunci kuat berbicara dalam hati tentang masalalu yang pernah dilalui.

“Krist ...,” Ucapnya mengulurkan tangan.

Mungkin memang seperti ini seharusnya. Hanya ada aku dan dia yang tak akan pernah menjadi kita. Dulu, anggaplah sebuah kesalahan takdir yang harus mereka lalui dengan terpaksa. Tidak, tapi Singto-lah yang terpaksa.

Pria itu bahkan secara terang-terangan memperkenalkan Pie sebagai kekasih barunya. Wanita cantik berambut sebahu yang terus menerus menjadi mimpi buruk Krist hingga saat ini.

Lalu sekarang, mereka bertemu dalam jarak yang cukup dekat setelah curi-curi pandang setiap bertemu di persimpangan jalan. Tanpa menyapa seakan tak pernah kenal.

“Sing ...,” tegur Peng dengan nada sedikit ditekankan.

Singto melirik Peng sejenak lalu meraih jabatan tangan dari Krist. “Singto,” ucapnya getir.

Terdengar lucu. Mereka sudah saling kenal lalu sekarang berjabat tangan menyebutkan nama masing-masing seakan baru bertemu pertama kali. Krist berdecak dalam hati, sebenarnya sandiwara apalagi yang harus ia mainkan.

Peng hendak kembali berucap. Tetapi dering ponselnya lebih dulu meraung dari tas bermerk itu. Cepat-cepat ia raih kemudian sedikit terkekeh pelan menyahut orang di seberang sana.

Krist dan Singto masih bersitatap. Bola mata keduanya enggan bergulir mencari pandangan lain. Sedikit banyak cerita masalalu terlintas begitu saja di kepala.

“Sing, Mama pergi sekarang,” celetuk Peng setelah panggilannya berakhir. “Kau, perlakukam Krist baik-baik—dan Krist, kau harus terbiasa dengan kelakuannya,” Peng mengingatkan dan disahuti dengan senyum tipis Krist.

“Berapa banyak uang yang kau butuhkan,” kata Singto setelah Peng hilang dari apartemen.

“Apa itu yang benar-benar ingin kau tanyakan, Sing,” desis Krist dengan tatapan sendunya.

“Apa tujuanmu ke sini? Bekerja? Atau menemuiku? Cerita kita—”

Belum lagi Singto menyelesaikan kalimatnya, Krist lebih dulu memotong. “Tidak pernah ada kita, Sing. Kau sendiri yang bilang.”

MANTAN [Singto x Krist] (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang