Morning You

7.1K 644 125
                                    

Seperti hantu,
Yang tiba-tiba menyapa hati
Berkata rindu.

oOo


“Ma, mama tidak berdagang?” tanya Pen yang melihat Yue—ibunya—fokus memasak banyak menu hari ini. Ia berjalan arah kulkas mengambil sebotol air dingin lalu menenggaknya.

Yue menggeleng. “Teman mama mau datang hari ini. Biasa, arisan ibu-ibu,” jelasnya.

Pen mengangguk, memasukan kembali botolnya dalam kulkas.

“Pen. Belikan mama camilan. Kemaren tidak sempat beli,” perintah Yue sebelum Pen beranjak dari dapur.

Pen mendengkus, padahal pagi ini dia ingin rebahan di atas kasur sambil menonton acara televisi kesukaannya mumpung hari libur. “Pagi ini one punch man tayang awal. Aku tidak mau melewatkannya,” Pen berkelit.

Yue berkacak pinggang, sedikit memelotot mengancam Pen. “Pergi atau uang sakumu mama potong selama seminggu!”

Mata Pen membola, Yue selalu saja seperti ini. Menjadikan uang saku sebagai senjata utama memaksanya. Sambil ogah-ogahan ia mengulurkan tangannya. “Uangnya,” pinta Pen.

Seberkas senyum langsung mengembang di wajah Yue. Pen melongak, mengintip Yue yang membalik badannya merogoh sesuatu.

“Apa yang kau lihat!” hardik Yue.

Pen menggeleng cepat. “Tidak ada,” kilahnya.

Pantas saja aku tidak pernah tahu tempat penyimpanan uang mama. Ternyata dia sembunyikan dibalik pembungkus payudara.

“Jangan lama-lama. Tengah hari nanti sudah mau dipake,” jelas Yue menyodorkan beberapa lembar uang.

Kalau biasanya Pen sangat antusias menerima uang yang Yue sodorkan. Kali ini entah kenapa terbesit rasa was-was dibenaknya.

Ah, kenapa mama harus menyimpannya di sana?

“Ini uangnya, bergegaslah,” ucap Yue lagi sedikit keras katena Pen malah bengong.

“Iya, iya,” dengan berat hati Pen menerima uangnya juga.

Ia beranjak sembari bergidik sendiri.

“Ih, baunya asem,” gumam Pen lemah.

Masih jam delapan waktu Pen pergi dari rumah. Tetapi matahari yang bersinar kali ini sudah terasa sangat menyengat. Cuaca cerah, sesekali pohon dekat pagarnya terlihat bergoyang-goyang diterpa angin yang berembus.

Kakinya baru melangkah beberapa kemudian seseorang terlihat keluar dari balik pohon pagarnya. Mata Pen membelalak, menatap pria yang kini tengah tersenyum padanya.

“Apa yang kau lakukan di situ!” hardik Pen sedikit memekik.

Phi, ini masih pagi. Seharusnya kau menyambutku dengan senyuman manis bukannya malah mengomel,” sahut Ohm—pemuda yang membuat tensi Pen naik seketika.

“Memangnya siapa kau berhak mendapatkan senyumanku,” Pen masih besengut.

“Aku adalah masa depanmu, Phi,” jawab Ohm polos sembari mendekatkan wajahnya pada Pen yang menyisakan jarak hanya sejengkal.

Pen mengerjap. Merasakan sebagian jiwanya melayang dibawa angin yang barusan lewat. Diam-diam Pen mencubit lengannya lalu meringis karena sakit.

“Eh, apa Phi Krist tidak cerita apapun padamu?” tanyanya yang melihat Pen terus bengong.

“Cerita apa?” balas Pen bertanya sambil kembali mengerjap.

“Dia bilang kau menyukaiku. Katanya, kau bahkan selalu menelponnya hanya untuk membicarakan tentangku.”

MANTAN [Singto x Krist] (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang