Coming Out

7.6K 624 33
                                    

Aku akan tetap memilihmu,
Meskipun jalan yang ditempuh bergelombang.
Aku percaya, menuju sebuah kebahagiaan
Tidak ada yang instan.

oOo

Ohm menelpon ketika Singto sedang mengenakan kemejanya. Ponsel yang terjepit antara pundak dan telinga meluncur begitu saja mendengar penuturan Ohm yang terburu-buru dari seberang sana.

Senyum yang menghias wajahnya sejak pagi luntur dalam hitungan detik, wajah cerah itu berubah muram.

Krist yang baru saja masuk kamarnya langsung menyeritkan kening melihat ekspresi Singto. Buru-buru pria itu meraih ponselnya di lantai lalu memasang senyum menyambut Krist.

“Ada masalah?” tanya Krist tak teralihkan oleh senyuman manis itu.

Singto menggeleng dengan senyum yang masih bertahan. “Tidak, semua baik-baik saja,” dusta Singto.

Krist mendekat, menyisakan sejengkal jarak diantara mereka. “Sing, kau terlihat jelek ketika berbohong,” ejek Krist.

Pemuda di hadapannya menunduk, tak sanggup beradu pandang dengan manik Krist yang mengintimidasi. Kalimat Ohm masih mengiang dalam otaknya, terus mendengung seperti lebah membuat sarang.

“Phi, mama mendapatkan fotomu bermesraan dengan Phi Krist. Dia pergi sejak tadi dan belum kembali. Apa kalian baik-baik saja?

Dia menangis semalaman, matanya sampai bengkak. Tapi jangan terlalu khawatir, aku juga memberikan hasil penyelidikanku tentang Pie seperti yang kau minta waktu itu, kurasa semuanya memang ada sangkut pautnya dengan wanita sialan itu. Aku tidak sempat menyerahkannya padamu, kurasa mama harus tahu lebih dulu sebelum terlambat, bahwa hubungan kalian lebih baik dari yang dia pikirkan,” jelas Ohm tadi.

Alih-alih kembali menjelaskan pada Krist, Singto memilih memeluknya erat membuat sang empu sedikit terkejut mendapat perlakuan yang tiba-tiba. Dia tidak sanggup menjelaskan, setiap katanya terlalu menyakitkan menggantung diujung lidah.

“Mama mengetahui tentang kita, Krist,” aku Singto susah payah dengan suara bergetar. “Aku takut dengan apa yang kupikirkan. Aku takut jika kehilanganmu.”

Krist diam. Otaknya tiba-tiba kosong mendengar penjelasan Singto, dalam hatinya dia juga gemetar. Berbagai opini melintas begitu saja di kepala. “Tuhan sudah siapkan cerita yang terbaik untuk kita. Kau tidak perlu takut,” hibur Krist walaupun dia sendiri khawatir.

Singto melepaskan pelukannya, menatap dalam manik cokelat Krist yang sendu. “Aku tidak akan meninggalkanmu, Krist. Percayalah, kali ini aku akan lebih kuat menghadapi kemungkinan yang terjadi.” Singto menghela napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya. “Sekarang, lebih baik kita datang dan aku akan ceritakan semuanya pada mereka. Aku tidak perduli bila nanti aku yang harus pergi selama itu masih bersamamu.”


***

Ruang makan terasa canggung—lebih ke Singto dan Krist—keduanya hanya saling lirik dan mengeratkan pegangan tangan di bawah meja. Ohm yang duduk tepat di seberangnya juga tak mengeluarkan suara sementara Peng sibuk menata beberapa menu lagi ke meja dan Bom belum hadir. Kata Ohm pria itu sedang mandi karena baru pulang dari kantor. Sengaja pulang cepat biar bisa makan malam bersama.
Sesaat, Singto merasa terharu. Tidak menyangka kalau ayah sambungnya itu pengertian juga. Walau kadang nyebelin suka ngatur-ngatur enggak jelas, kali ini dia lihat sisi lain dari pria gembul itu.

“Duh, maaf ya. Tante Cuma bisa menyiapkan ini doang. Soalnya tadi siang ada urusan mendadak jadi baru sempet masak dan kalian keburu dateng,” jelasnya sembari duduk.

MANTAN [Singto x Krist] (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang