Dia Anakku

7.9K 674 86
                                    

Tak perduli bagaimana dia
Tetap saja dia anakku,
Darah dagingku yang berhak merasakan bahagia.

oOo

Peng menghela napas lega keluar dari apartemen Singto. Sejenak kemudian ia merogoh tas hermesnya meraih ponsel dan menghubungi sebuah nomor.

“Kita bertemu di cafe sebelumnya. Jam sepuluh ini,” ucapnya lalu mengakhiri panggilan.

Peng tahu, Krist dan Singto bukan sekadar teman biasa, keduanya mempunyai hubungan yang bisa dibilang ‘spesial’.

Awalnya ia terkejut, mendengar penuturan wanita yang entah darimana mendapat nomornya dan mengajak bertemu. Belum cukup di sana, wanita itu juga menyerahkan sebuah amplop berwarna cokelat muda kecil berisi lebih dari sepuluh foto yang menguatkan penjelasannya.

“Mereka punya sebuah hubungan serius, Tan. Sesama lelaki, ini tidak benar, seharusnya mereka dipisahkan sejak dini,” jelasnya.

“Tidak mungkin ... Ini tidak mungkin Singto,” rapalnya sedikit gemetar sembari menatap satu persatu foto yang ia pegang.

Sebaliknya, wanita itu terlihat puas melihat reaksi yang sudah ia nantikan, diseruput cokelatnya yang mulai mendingin sekali sebelum kembali melancarkan propagandanya.

“Saya sudah mencoba memisahkan mereka. Tetapi mereka bersikukuh tetap mempertahankan hubungan ini,” celetuknya lagi sangat naif.

Peng memijit pelipisnya, tiba-tiba saja rasa pening menyerang setiap tempurung kepalanya membuatnya nyaris pingsan.

“Kalau Tante mau mendiskusikan ini kembali, hubungi saya atas nama ... Pie.”

***

Malamnya, Peng menangis sesegukan, antara percaya atau tidak dengan berita dadakan pagi tadi.

Bom mengelus punggung istrinya penuh kasih menasehati yang terbaik demi anaknya juga.

“Tak apa, kalau mereka saling mencintai biarkanlah. Mungkin Singto rindu akan papanya dan aku belum bisa menjadi papa pengganti yang baik—”

“Tapi tak harus menjalin asmara dengan sesama pria juga, Bom,” sela Peng menyangkal.

“Peng ....” Bom memanggil namanya sangat lembut. “Bahkan Dewa sekalipun tak sanggup menolak cinta, apalagi mereka yang orang biasa. Percayalah, mereka seperti kita, saling mencinta dengan cara sedikit berbeda,” ucapnya lirih namun jelas.

“Aku masih tidak bisa mengerti, Bom,” desis Peng menyandarkan kepalanya di pundak sang suami.

“Kau tidak perlu mengerti. Cukup percaya bahwa begitu nyatanya. Lagipula, apa salahnya kalau mereka bersama, mungkin saja dengan begitu bisa membuat keduanya menjadi lebih baik. Sekarang zaman modern, Peng. Anak muda berhak mengekpresikan perasaan mereka,” Bom masih setia menghibur.

“Maaf, aku telah mengecewakanmu,” lirih Peng parau.

Bom menggeleng tegas. “Tidak. Kamu sama sekali tidak mengecewakan siapapun, kita sebagai orang tua sudah melakukan syang terbaik. Jika ini jalannya, kita harus mendukung selama itu membuatnya bahagia.”

Malam itu, Peng menghabiskan malam sesegukan di dada Bom. Bahkan dia yang menyarankan untuk menjenguk Singto dan Krist pagi harinya.

Seperti apa yang dikata, Singto memang berubah semakin baik. Dia bahkan mulai memperhatikan sekitar dan membersihkan diri lebih baik. Dia seharusnya senang, berterima kasih pada Krist telah meluluhkan keras kepala manusia itu.

***

“Maaf Tan. Pasti sudah lama menunggu, ya,” Pie berbasa basi lalu duduk di seberang meja.

MANTAN [Singto x Krist] (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang