2. Emang Tai?

77.1K 4.1K 239
                                    

"Pup tolong fotocopy-in semuanya rangkap lima," suruh Sana kepada Puput.

Puput mendongak lalu menemukan bosnya yang memberikan lembaran-lembaran kertas. Ia tersenyum simpul.

"Baik, Pak. Tapi sebelumnya boleh tidak bapak manggil saya Put daripada Pup?"

Sana menaikan sebelah alisnya.

"Memangnya kenapa? Pup itu kayak nama artis luar negeri lho. Ck, siapa sih namanya itu. Char ... Charlie ... Charlie Pup ya, Charlie Pup!" Puput tampak berpikir sejenak. Tak lama otaknya merangsang sesuatu yang salah.

"Itu Charlie Puth, Pak. Pake t sama h." Puput mencoba membenarkan. Namun Sana malah mengerutkan alisnya.

"Terserah saya. Terus kamu manggil saya Bapak, padahal saya nggak pernah nikah sama ibu kamu saya nggak apa-apa tuh."

"Iya deh Pak. Saya mau fotocopy dulu."

"Hati-hati pake mesin printer nya. Mahal itu."

Puput semakin mendalam senyumnya. "Iya, Pak."

Puput lalu berdiri menuju ruangan sebelah untuk mengfotocopy berkas yang disuruh Sana.

"Pup, emang tai? Emang gue e'ek gitu? Bodo amatlah gue punya bos kek dia." Puput mengoceh sepanjang perjalanan. Menjadikan pandangan orang-orang tertuju ke arahnya. Mereka tak bertanya. Sudah dipastikan Sana penyebabnya.

*Pup-poop.

-

Telepon kantor yang berdering begitu nyaring di siang hari membuat fokus Puput teralihkan. Tanpa mengangkatnya saja Puput sudah tahu siapa yang berada di balik panggilan tersebut. Puput menghirup oksigen sebanyak-banyaknya sebelum berbicara pada bosnya itu.

"Hallo??"

"Sekarang kamu siap-siap kita ke rumah sakit," ucap Sana dari seberang ruangan.

Puput mengerutkan alisnya. "Rumah sakit? Ada apa, Pak?"

"Belum tua banget tapi sudah pikun."

Puput menggigit bawah bibirnya.

"Kita akan jenguk Pak Rudi. Dia kan habis operasi ginjal."

"Oh iya saya baru ingat, Pak. Baik saya tunggu di luar honey."

Panggilan terputus secara sepihak. Puput segera mengambil tasnya dan merapikan beberapa berkas yang tercecer di mejanya.

Saat Puput sedang bersiap, Bagas lewat dengan secangkir kopi ditangan.

"Ngopi bhang." Puput mendongak lalu tersenyum simpul dan kembali berberes. Tidak menjawab ucapan Bagas yang memang tidak perlu ditanggapi dengan kata-kata.

Bagas membentuk jarinya seperti lensa kamera persegi panjang dan menyipitkan matanya.

"Kalau dilihat-lihat lo cantik deh, Put. Tapi gue heran ya, kenapa Pak Sana selalu bilang lo jelek??"

Puput menghentikan kegiatan beres-beresnya. Memakai cardigan polos berwarna abu dan duduk menghadap Bagas yang bertengger pada lemari dokumen.

"Sekarang gue tanya sama lo. Lo ngerasa gak kalau lo itu ganteng?" tanya Puput. Bagas menyeringai, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.

Boss Gue [BS1] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang