Previous Part:
Setelah melakukan kejahatan laknat dengan melumuri kipas kantor pusat menggunakan kotoran kucing, aku dan Noval kembali ke kamar. Sesampainya di kamar, aku dan dia langsung tertidur sambil membayangkan bagaimana keadaan esok pagi saat seluruh ruangan kantor pusat tercium bau kotoran kucing.
Paginya, seisi kantor pusat ribut karena bau ada di mana-mana. Pagi itu, aku tersenyum menyadari (sepertinya) usahaku berhasil. Tepat ketika aku hendak memberitahu Noval soal keberhasilan rencana kami, tidak kutemui Noval di mana-mana.
Di kamarku, hingga di kamar-kamar lain.
--
Aku masih mencari Noval ada di mana namun tidak juga kutemui dia di mana-mana. Dari mulai di kamar sendiri, hingga di kamar-kamar lain. Dari mulai di kamar mandi asramaku, sampe di kamar mandi semalem dekat lokasi lokasi kami mengambil kotoran kucing.
Noval belum juga kutemukan dan aku mulai bingung harus nyari ke mana.
Adzan subuh baru selesai dikumandangkan, santri-santri lain mulai bangun dan bersiap pergi ke masjid untuk menunaikan salat subuh berjamaah. Begitupun denganku.
Seketika tempat wudlu mendadak rame diisi santri-santri yang bau badan habis bangun tidurnya udah kayak bau anak ips baru kelar futsalan. Aku ikut wudlu di sana, kemudian pergi ke masjid.
Selesai salat Subuh dan kembali ke kamar, aku dan santri-santri lain bersiap untuk ngaji. Di kamar, belum juga kulihat ada Noval. Menjelang berangkat ngaji, tadinya aku ingin nanya ke santri lain perihal keberadaan Noval. Barangkali aja mereka tahu. Namun aku urungkan niat tersebut, mengingat kondisi pesantren masih ketar-ketir di mana para ustad masih berusaha mengurusi kotoran di kantor mereka. Bertanya di mana Noval kepada santri lain, bisa jadi menimbulkan kecurigaan di mata santrti-santri itu.
Dengan membawa buku sembarangan, aku pergi mengaji bersama santri-santri lain.
Ngaji baru selesai di jam enam pagi. Selepas ngaji, anak-anak langsung buru-buru pergi ke kamar mandi guna..., mandi. Telat dikit ke kamar mandi, maka nasibnya bakal kayak aku gini: leyah-leyeh sebentar di kamar, dan ketika kamar sepi karena penghuninya udah pada ke kamar mandi, aku baru pergi mandi. Di depan kamar mandi...., bajingan..., yang antre mau mandi panjang bener. Udah kayak orang-orang lagi mau masuk stadion bola.
Kuletakkan peralatan mandiku yang diwadahi gayung di depan pintu kamar mandi di urutan kesekian. Aku memaki kenapa harus leyah-leyeh dulu kalau tau bakal serame ini kondisi kamar mandi pesantren di pagi hari.
Suara-suara gedoran pintu kamar mandi dari luar mulai terdengar, menggebrak penghuni di dalam agar cepat keluar, mengingatkan mereka bahwa mandi ngga usah lama-lama sebab yang antre banyak.
Satu persatu santri lain mandi. Dan aku masih antre.
Aku baru selesai mandi saat jam hampir menunjukkan pukul tujuh pagi.
Kembali ke kamar, aku lihat beberapa anak bersiap berangkat ke sekolah. Barulah kepada salah satu santri yang satu kamar denganku, aku bertanya,
"Wis, tau Noval di mana, ngga?" kutanya padanya. Namanya Wisnu, santri yang juga satu kamar denganku, juga dengan Noval. "Daritadi kayaknya dia nggak keliatan."
"Nggak tau. Sama dari semalem malah kayaknya dia nggak keliatan."
Aku mengangguk. Saat semalam kami kembali ke kamar selepas melakukan kegiatan laknat membom kantor pesantren dengan bau kotoran, kami melihat kondisi kamar kami setelah itu memang sudah sepi. Seluruh penghuninya sudah lelap semua.
".. Tapi biasanya," Lanjut Wisnu, sembari tangannya mengancingkan beberapa kancing di seragam sekolah dia, ".. Biasanya dia kalo habis dihukum karena sesuatu, malemnya dia pergi ke Warnet IT."

KAMU SEDANG MEMBACA
Andri, Jogja, dan Pesantren
Humor"Wah, anjrit. Di pesantren. Nggak bisa mabok sama ngewe lagi, dong?!" Bagaimana mungkin seseorang yang ingat Tuhan hanya ketika ada masalah besar dipaksa untuk belajar agama? Bagaimana ceritanya remaja yang hobinya mengkoleksi dosa pada akhirnya har...