Previous Part:
Aku kembali bolos ngaji. Bolosku kali ini karena ingin pergi ke Warnet IT seorang diri. Tujuanku satu: aku ingin menemui Noval. Di asrama, aku dapet kabar katanya Noval nyari aku, dan katanya penting.
Maka sesegera mungkin aku ke Warnet, ke tempat biasanya Noval ada.
Dan, ketika aku sampai di Warnet, betapa kagetnya aku melihat Noval seperti bukan Noval yang biasanya. Noval yang kulihat kali ini adalah Noval dengan dandanan yang urakan, kantung mata yang menggelap tanda dia belum tidur seharian, serta cahaya yang hilang dari wajahnya. Wajahnya menampakkan kemurungan yang luar biasa.
Aku kaget ketika Noval memohon bantuan padaku.
--
Bagaimana kalau ternyata kebahagiaan itu tidak ada?
Bagaimana jika setelah semua yang kamu usahakan demi menyenangkan orang yang paling kau sayangi, pada akhirnya membunuhmu secara perlahan?
Bagaimana jika kamu gagal, lagi dan lagi, dalam satu upayamu melakukan sesuatu dan tidak ada satupun orang yang menguatkanmu –karena setiap orang punya kepentingannya sendiri-sendiri?
Bagaimana kalau kamu dilupakan?
Setiap orang seharusnya punya kehendak atas pilihan dalam hidupnya. Namun sayangnya, terkadang kenyataan tidak selalu berkata demikian. Beberapa orang terlahir dengan menjalani hidup secara terpaksa. Mereka terus hidup di atas pilihan orang lain yang terpaksa dipilihnya –karena hanya itu satu-satunya jalan.
Mereka tidak bisa memilih pilihannya sendiri.
Noval yang kukenal dingin, yang pernah kuajak salaman namun dia melengos begitu saja.
Noval yang pernah sama-sama denganku meletakkan kotoran kucing di kantor pusat demi memberi pelajaran pada ustadz.
Noval yang kutemui di warnet, yang mengenalkanku apa itu angkringan.
Noval yang--
Aku belum mengenal Noval secara dekat, namun hari ini, aku mendengar satu kisah dari dia. Kisah hidupnya.
--
Aku masuk ke dalam bilik warnet yang Noval duduki, ikut duduk di sampingnya. Sekarang ada dua lelaki duduk di satu bilik warnet yang sama. Brengsek, akward luar biasa dua orang lelaki dalam satu bilik ini. Namun apa daya, Noval ingin meminta bantuanku, dan aku belum tahu bantuan apa yang dia inginkan dariku.
"Ndri.., bisa bantu aku? Please.."
Noval yang kulihat sebagai salah satu satu santri yang sama dengan santri lainnya, hari ini nampak berbeda. Wajahnya kusut luar biasa, warna hitam penuh menandai sekitar matanya, tanda sudah lama dia tidak tidur, redup seperti mengelilingi keseluruhan wajahnya. Tidak ada wajah semangat yang dulu dia tampakkan padaku saat kami meletakkan kotoran kucing di kantor pusat.
Noval kembali menghisap rokoknya, lalu menghembuskan asapnya ke udara.
"Ada apa, Val? Minta bantuan gimana? Aku bakal bantu selagi aku bisa," aku berusaha menenangkan, berusaha meyakinkan bahwa aku akan membantunya, apapun itu selama aku mampu. Aku berharap setiap ucapan dari mulutku akan memberikan sedikit cahaya di wajahnya.
"Ndri.." Noval menoleh ke arahku, menghadapkan badannya menjadi menghadapku.
"Iya, Val?"
Noval terdiam sejenak.
Aku gemas karena nih anak kebanyakan diamnya, udah kayak motor vespa kehabisan bensin.
Vaal, tulung jangan buat keadaan di sini jadi terlihat romantis. Anying akward banget harus berada dalam satu bilik warnet yang luasnya nggak seberapa ini dengan lelaki. Ini kita macem pasangan yang mau berbuat asusila tau. :((
KAMU SEDANG MEMBACA
Andri, Jogja, dan Pesantren
Humor"Wah, anjrit. Di pesantren. Nggak bisa mabok sama ngewe lagi, dong?!" Bagaimana mungkin seseorang yang ingat Tuhan hanya ketika ada masalah besar dipaksa untuk belajar agama? Bagaimana ceritanya remaja yang hobinya mengkoleksi dosa pada akhirnya har...