Previous Part:
Sania benar-benar datang ke Jogja di hari Jumat itu. Aku bertemu dengan dia di pesantrenku karena dia yang memutuskan datang ke sini, oleh sebab aku yang seharusnya menjemput dia ke stasiun namun malah bangun kesiangan.
Kami bertemu lagi. Kemudian di hari yang sama, kami memutuskan untuk jalan-jalan keluar berdua. Ke Hutan Pinus Mangunan, kemudian setelahnya jalan-jalan ke Malioboro.
Saat hendak pulang, aku kebingunan akan menaruh Sania di mana malamnya, sebab Sania tidak punya saudara atau teman di Jogja. Sambil aku berpikir, aku melihat gedung-gedung tinggi di Malioboro.
Lalu, aku kepikiran satu hal: Hotel. Malam ini, kami akan check-in di hotel.
--
"Jadi, kita mau booking hotel di mana?"
Sekarang aku dan Sania sudah ada di atas motor. Selepas tadi kami puas berjalan-jalan di Malioboro, kami kembali berjalan ke arah tempat parkir guna mengambil motor. Dan setelah ide untuk check-in ke hotel malam ini muncul di kepalaku, aku lupa bahwa aku belum menentukan hotel mana yang akan kita tuju.
"Coba deh cek di aplikasi-aplikasi gitu. Kan, biasanya bisa tuh buat booking hotel. Kita sekalian milih hotelnya nanti di situ," kataku, sambil motor kuarahkan keluar dari Malioboro. Malioboro masih ramai sekali meski jam sudah malam. Mungkin karena weekend, jadi banyak orang memilih untuk berlibur ke sini.
Sementara aku berusaha menyetir motor keluar daeri daerah Malioboro, di belakangku Sania tampak sedang memegang hapenya, memencet-mencetnya. Kayaknya dia lagi download aplikasinya dulu deh.
Lampu-lampu kota Yogyakarta terasa terang sekali malam ini. Bintang juga terlihat banyak di langit malam. Orang-orang lalu lalang di jalanan. Banyak sekali tempat-tempat nongkrong kulihat sepanjang kami menyusuri malam ini.
"Udah ngecek, Sania?" kutanya Sania dari jok depan, sambil sesekali aku menoleh ke belakang, melihat Sania.
"Bentar, Andri. Ini lagi nyari."
"Oh, yaudah."
Aku kembali melanjutkan motorku.
"Eh, Andri. Berhenti dulu deh, ini aku mau nunjukkin hotel-hotelnya."
Selepas Sania memintaku berhenti, aku memutuskan meminggirkan motor yang kubawa ke arah trotoar jalanan. Kumatikan mesin motorku setelahnya.
"Ini menurut kamu bagus, nggak?" Sania menyodorkan hapenya, ngasih liat ke aku satu hotel yang tertera di layar hape dia. Hotel bintang 3, dan menurutku bagus. Kubaca review-review pengunjung yang pernah menginap di hotel itu juga, barangkali ada keluhan yang aku tidak tahu. Aku tidak ingin memandang hotel hanya dari bagusnya saja, namun juga dari pengalaman orang yang pernah menginap di sana. Kulihat juga syarat-syarat menginapnya. Ini pengalaman pertamaku menginap di hotel. Tentu saja aku was-was kalau-kalau ternyata hotel yang akan kami tuju tidak sebagus gambarnya, atau parah-parahnya misal ternyata hotel yang kami tuju itu hotel khusus untuk suami-istri. Mati aku.
"Hm, bagus. Coba liat yang lainnya dulu dong," pintaku, sambil jariku menggeser-geser layar hape Sania, mencari hotel lain yang barangkali ada yang lebih bagus.
Syukur-syukur kalau lebih murah juga.
"Ini gimana kalo kata kamu, Sania?" sekarang gantian aku yang menunjukkan hotel pilihanku pada Sania.
"Boleh."
Sania langsung setuju-setuju aja.
Kubuka-buka gambar lain dari hotel yang kumaksud. Kamarnya lumayan besar, dengan lampu terang yang membuat seisi kamar jadi lebih jelas. Kemudian kamar mandinya juga bersih, ada shower-nya juga. Dan, yang pada akhirnya membuatku memilih hotel itu adalah: karena hotel ini mempunyai balkon di tiap kamarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Andri, Jogja, dan Pesantren
Humor"Wah, anjrit. Di pesantren. Nggak bisa mabok sama ngewe lagi, dong?!" Bagaimana mungkin seseorang yang ingat Tuhan hanya ketika ada masalah besar dipaksa untuk belajar agama? Bagaimana ceritanya remaja yang hobinya mengkoleksi dosa pada akhirnya har...