Prolog dulu lah ya, biar kaya novel

110 7 0
                                    

Si HUNTER, Ayam jago di Halaman Belakang Pondok Bianglala berkali-kali mengepakkan sayapnya. Sepertinya sedang gladi resik, sebagai persiapan hendak berkokok. Namun 10 menit berlalu, makhluk berparuh yang kadang makan karet gelang ini tak kunjung mengeluarkan suaranya. Mungkin tidur lagi. Pusat tata surya memang masih menunggu aba-aba ilahi untuk memulai berbagi cahaya kepada Kota Bandung.

Tapi di garasi, salah seorang penghuni kostan ini sudah sibuk menghebuskan nafas berkali-kali sambil monyong. Pria ini terkesima, lantaran mulutnya yang masih menyimpan sensasi mint pasta gigi itu mengepulkan asap.

"Wuihhh... mirip naga," batin dia.

Kini dia menatap wajahnya sendiri yang sedikit chuby di spion bundar. Kemudian, dengan sangat hati-hati meletakan helm retro klasik tanpa kaca di kepalanya. Gak sudi kalau rambut model undercut yang sudah disisir rapi tanpa pomade itu jadi acak-acakan lagi.

Bersamaan dengan itu, telinganya mendeteksi raungan knalpot yang sudah mulai terdengar konstan. Bisa dipastikan, kalau mesin Vespa warna ungu ini sudah panas dan siap dibesut. Tak tunggu lama, dia langsung tancap gas meninggalkan kostan. Tapi tak sampai 10 meter dari pagar, tiba-tiba tubuhnya begidik. Salah sendiri gak pake jaket. Ya laki-laki ini adalah Nalendra Putratama alias Ale.

Dia mungkin lupa, Vespa New PX 2011 yang ditungganginya pasti punya bagian yang namanya rem. Ale malah grasak-grusuk, bahkan tega melindas polisi (tidur) yang sedang nyenyak dan gak pernah bangun. Apalagi setelah ban motornya menjajal aspal jalan raya, dia gak sedikitpun mengendurkan handle gasnya. Mentang-mentang belum banyak kendaraan yang hilir mudik. Dua roda motornya dengan mantap dibuat melaju dengan kecepatan sedang (nahan ee).

Alhasil kurang 15 menit Ale sudah memasuki gerbang warna hijau dengan pagar yang sedikit berkarat. Ada tulisan 'Univesitas Tiada Tara (UTT)' melengkung berwarna emas terpampang di atasnya. Tapi dia gak tertarik melihat tulisan itu. Udah terlalu sering. Yang jelas, untuk hari ini Ale bener-bener gak mau telat datang ke kampus.

Tiba di parkiran, dia celingak-celinguk. Retinanya membesar lantaran Matahari masih pelit berbagi cahaya. Ale mencari sosok yang dikenal. Hanya ada Pak Usep yang lagi sibuk mengibas daun-daun kering pake sapu lidi segede gaban. Hari ini Ale gak mau ganggu pria tua yang selalu pake peci sama baju safari warna coklat muda itu. Takut tambah kualat.

"Tumben datang pagi Le!" teriak Pak Usep yang malah rindu diganggu sama Ale.

"Iya dong! Biar jodohnya gak dipatok ayam," sahut Ale sambil ngunci leher motor lantas berjalan rusuh meninggalkan tempat parkir.

Kini dia berdiri tepat di depan aula. Setelah mematung kurang lebih 15 menit, ternyata pegel juga. Jadinya jongkok. Tapi malah mules, mungkin gara-gara perutnya keteken. Ya, akhirnya berdiri lagi.

Dibantu kacamata rectangle bingkai kayu, mata minusnya penasaran negok ke dalam satu-satunya gedung di kampus yang bisa menampung mahasiswa satu angkatan ini. Tampak ratusan kursi berwarna merah berjejer rapih.

Ale segera membuka separuh resleting tas gendong kanvas warna hitam yang sejak tadi menempel di punggungnya. Dia merogoh, hingga telapak tangan menyentuh kain licin dan menariknya ke luar. Tak perlu pergi ke WC, Ale kenakan toga warna hitam dengan ornamen gold ini di depan pintu Aula saja.

Dengan langkah pasti, dia melenggang ke dalam. Ada binar pada kedua indra penglihatannya. Setetes air yang hampir jatuh dari sudut mata Itu adalah rasa bangga.

"Akhirnya wisuda juga," ucap Ale dalam hati. Sejurus kemudian mulutnya melengkung hingga tampak gigi putihnya yang rapi, tanpa lubang.

Ada Monyet di Bianglala [On-Going] [Komedi Romantis]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang