Bab 36 - Malaikat (Maut)

15 2 0
                                    


Kita selalu pikir kita punya waktu
Lalu kita pilih untuk nanti dulu
Tapi semua yang kau cinta akan pergi
Maka tunjukkan cintamu sebelum terlambat

Tunjukkan Cintamu - Nosstress

Bandung sedang gak bersahabat bagi Ale. Dia sedang gak mau dengerin lagu-lagu Kahitna atau lirik-lirik sedih lainnya. Harapannya untuk punya pacar mungkin belum tenggelam, tapi Ale bingung harus ke siapa lagi menaruh rindunya.

Pondok Bianglala menjadi guru paling penting untuk kehidupan Ale dalam kurikulum pencarian cinta. Ale pernah tersenyum puas menatap langit-langit kamarnya saat perasaannya sedang berbunga-bunga. Ale juga pernah menatap kosong tembok kamarnya karena belum datang kesempatan untuk menjadi orang paling istimewa di mata perempuan yang sedang dia dekati.

Ada masanya Ale menari di dalam kamar tanpa dilihat orang lain hanya karena meluapkan kebahagiaan. Atau bernyanyi lirih sambil keramas di dalam WC untuk menghanyutkan sisa keringat di kepala dan berharap endapan kekecewaan ikut larung bersama guyuran air. Tapi, hari ini cara itu gak ampuh lagi.

Hanya tiga jam Ale patuh pada rasa ngantuknya. Lepas kesadaran hanya sesaat tanpa menemukan nyenyak yang sedang dia cari-cari dalam beberapa hari ini.

Lagi-lagi Ale gak bisa mengelak dari yang namanya patah hati. Tapi, melanjutkan hidup dengan penuh semangat itu harus tetap dilakukan. Cuma susah.

Dia berjanji pada dirinya sendiri. Gak akan ada yang berubah, tetap akan mencoba menjadi sahabat yang menyenangkan bagi Rara, Mona atau Adisty sekalipun. Tapi soal menanti agar bisa menjadi seseorang yang istimewa, perasaan seperti itu yang akan Ale ubah.
Perubahan memang gak nyaman. Tapi itu akan membuat Ale tumbuh dan berkembang untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Bener gak?

Sambil menggosok giginya dengan zat yang mengandung fluoride, Ale berpikir kalau Rara, Mona bahkan Adisti itu sebenernya gak pernah nyakitin Ale secara absolut. Cuma Ale aja yang membawa sikap bego terus-terusan. Mereka gak salah. Jadi seharusnya Ale gak sakit hati apalagi dendam.

Rara sama Adisti udah punya hati yang perlu dijaga. Sementara Ale berharap mendapatkan cinta mereka di waktu yang gak tepat. Kalau soal Mona, bisa jadi gara-gara dongkol sama Ale yang masih perhatian sama Rara. Jadinya nekad masukin Ronald ke dalam kamar.

"Si Ronald yang salah," kata Ale pelan sambil sekali jadi buang busa yang meluap dari mulutnya.

Banyak hal yang terjadi, selama Ale memilih kostan di Pondok Bianglala. Dia gak nyangka, kalau tempat kost ini penuh duri.

Setelah beres mencuci seluruh tubuhnya, Ale memilih baju di lemari sekenanya. Tangannya memilih kemeja hitam dan jeans hitam. Lantas menyisir tanpa melihat kaca. Hanya mengandalkan feeling. Gak peduli kalau kurang rapi. Dia ngerasa gak perlu dandan terlihat tampan. Karena untuk apa? Percuma. Tiap jatuh cinta, ujungnya pilu melulu. Bosen.

Tiba saatnya buka pintu kamar. Ale gak mau lihat kiri dan kanan. Dia segera menuju tempat parkir di mana motor vespa-nya berada. Ketika menunggu mesin roda duanya itu panas, ada suara knalpot dan bunyi berdecit dari kanvas rem. Ada yang datang baru masuk ke parkiran.

Ternyata Ronald tiba ngebonceng Mona yang lagi bawa keresek warna putih. Ale menebak, dalamnya adalah seblak. Mereka berdua abis jajan ke luar kostan.
Ale menyambut mereka dengan senyuman. Karena cara itu dia pikir bisa mengalahkan kekecewaan yang bersarang dalam relungnya.

"Eh Ale. Mau ke mana nih kawan?" kata Ronald sebelum pantatnya turun dari motor. Sementara Mona cuma ngeliat ke dalam keresek putih yang ada digenggamannya.

"Biasa Nald. Mau cari angin," jawab Ale.

Ketika Ronald sama Mona masuk ke dalam Pondok Bianglala, Ale berjalan tenang lantas menyimpan pantatnya di jok motor. Dan segera membesut vespa ungunya itu sambil berdoa semoga selamat sampai tujuan.

Di jam dua belas siang ini saat matahari sedang menggoda iman pengendara di jalanan Kota Bandung buat marah-marah, Ale menuju toko buah-buahan. Dia membeli buah pir hijau juga mangga yang udah dipotong dadu dan madu dari lebah asli.

Ketika buah dan madu udah dibayar, Ale tancap gas ke Rumah Sakit buat besuk Rara.

***

Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan apapun sebenernya tempat yang paling ogah banget Ale datangin. Banyak sekali trauma dari tempat ini. Dari kecil Ale sering kali dibawa berobat. Terakhir, menangis ketika seseorang wanita yang telah merelakan rahimnya didiami Ale selama sembilan bulan dirawat di Rumah Sakit. Ibu meninggal di Rumah Sakit yang sama dengan tempat Rara dirawat saat ini.

"Wah bawa apa Le? Buka-buka," Bono langsung bicara saat Ale masuk ke ruang rawat Rara.

"Jangan repot-repot Le," ucap Rara lemas.

"DBD?"tanya Ale segera.

"Iya Rara kena DBD Le. Untung buru-buru dibawa ke sini," Bono yang jawab. Sementara Rara ngangguk dengan air wajah sedih.

Ale ngusap rambut Rara, seperti apa yang memang ingin dia lakukan. Ada Romi juga di situ tapi gak cemburu. Soalnya dia lagi ngorok di sofa.

"Ale yakin Rara cepet sembuh. Kan sakit itu penggugur dosa. Nah, dosa Rara kan sedikit ya, bener kan? Jadi pasti cepet sembuhnya."

"Aamiin. Makasih ya Ale," Rara tersenyum dengan sisa tenaga yang dimilikinya.

"Aamiin, makasih ya Le," Bono juga ikut ngomong sambil nyicip buah-buahan yang dibawa Ale.

"Nah, kalau Bono yang sakit bahaya. Sembuhnya lama. Dosanya banyak sih." Ale coba menghibur Rara sekaligus cengcengin Bono yang lagi ngunyah buah.

"Enak ini melonnya Le. Nyolong di mana?" ucap Bono dengan buah pir yang penuh di mulut.

"Itu duren Bon. Makan ya sama plastiknya biar kuat."

Ale sedikit lega, Rara bisa tersenyum meskipun masih tergontai lemas.

"Aku seneng kalian Dateng. Aku gak akan mati kan? Lemes gini." ucap Rara.

"Ya gak akan Rara, kan udah di rumah sakit. Pasti sembuh Ra. Ale juga dulu kan sembuh. Tapi istirahat yang bener ya.

"Jangan bilang gitu Ra. Pamali," sahut Bono.

"Tapi aku liat udah malaikat maut," ucap Rara kontan bikin Ale sama Bono kalut.

"Di mana. Di mana malaikat mautnya?" tanya Ale.

"Ituh," telunjuk Rara mengarah ke satu tempat, Ale bisa ngeliat juga makhluk itu meskipun pake mata telanjang

"SIALAN... lagi sakit aja rese ya," seru Bono lantaran Rara menunjuk ke arahnya.

Ale menyadari, bahwa rasa sayangnya sama Rara gak akan bener-bener pudar. Dalam kondisi Rara kepayahan, rambut acak-acakan dan kulit pucat juga dia masih ngeliat Rara adalah wanita yang menarik. Biarkan perasaan ini Ale tetap simpan. Gak usah bilang-bilang. Karena Ale pengen menyayangi Rara dengan ikhlas dan tanpa rasa sombong.

Ada Monyet di Bianglala [On-Going] [Komedi Romantis]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang