18. Dibalik Misteri Kado

19 4 2
                                    

Yuli berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Dia baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai ketua Tatib.

Tanpa mengelap keringat yang bersimbah di wajahnya. Merasa masabodo dengan keringatnya, kini tujuannya adalah kantin. Dia ingin mendinginkan tenggorakan yang terasa kering akibat adegan kejar-kejaran dengan murid-murid yang melanggar aturan sekolah.

Tanggung jawabnya sebagai Ketua Tatib tak bisa diremehkan. Disamping dia harus mematuhi aturan sekolah terlebih dahulu sebelum memberantas para pelanggar, dia juga banyak tidak disukai para pelanggar.

Bahkan sesekali dia pernah terlibat konflik dengan para pembangkang, yang sudah tau melanggar tapi tidak terima jika dihukum.

Sering kali dia mengeluh lelah dengan tugasnya itu. Orang yang selalu menerima keluhannya itu tak lain tak bukan Kima, sahabatnya. Sebenarnya maunya kepacar, tapi dia sadar diri kok kalo dia jomblo. Ada saja yang mendekatinya, tapi bagaimana hati belum bisa menerima. Masih suka bernostalgia bersama kenangan sang mantan.

Berbicara tentang mantan, setiba di kantin dan membeli Sperit yang nyatanya nyegerin, tapi gak dia masukin kantong kok. Ntar dikira keteknya basah sampe ke kantong.

Kebetulan jam pertama kelasnya kosong. Guru yang mengajar berhalangan hadir, dan dia sebagai ketua kelas enggan menghadap ke guru piket.

Dia ingin melepas lelah. Rencananya abis ini pengen pergi ke Mushola. Niatnya bukan untuk sholat dhuha bahkan bukan juga untuk tadarusan, melainkan untuk merebahkan badannya, menikmati sensasi dinginnya ubin Mushola.

Ditengah lamunannya tentang dinginnya ubin mushola, ehh datang mantan yang membawa dinginnya kenangan.

"Hai." Sapa sang mantan yang telah menapakkan bokongnya di bangku tepat berhadapan dengan Yuli.

Yuli yang masih meneguk minuman sodanya, karena kaget tiba-tiba muncul sang mantan didepan dia tersedak hampir saja menyemburkan minuman yang masih penuh di mulutnya. Untung otaknya masih bekerja dengan cepat, jadi minumannya dia putuskan untuk dia telan. Bukan karena takut sang mantan basah, tapi karena minumannya yang di botol kurang dari seperempat, jika yang didalam mulutnya dibuangkan jadinya mubazir. Sayang juga ntar minumannya cepat habis trus kalo haus dia harus beli lagi, dia mengelus kantongnya sayang uangnya masih ada jam istirahat, Seblak mang Jono mau masuk perut juga.

Yuli disadarkan kembali oleh Arif sang mantan yang menyebutkan nama lengkapnya.

"Yulia Adriana."

"Siap Ada yang bisa dibantu?" Jawab Yuli dengan posisi badan tegap.

"Anak tatib gitu ya kalo di panggil." Ucap Arif diiringi kekehan ringannya.

"Ya gak gitu, kakak sih manggilnya pake nama lengkap jadi jiwa tatibnya keluar." Yuli ikut terkekeh mengusir rasa canggung antar keduanya.

"Gak belajar Yul?"

"Gak kak, Pak Ekonya tadi gue suruh pulang."

"Wah hebat. Mau juga dong Pak Zainal, Pak Dito, Bu Maryam disuruh pulang biar sampe jam terakhir kelas gue kosonh terus."

"Yah kakak mah mempertaruhkan nama mantan namanya."

"Emang kenapa tan?"

"Ya masa mantannya disuruh berhadapan sama para manusia gagal jadi hakim."

"Yaudah kalo berhadapan sama gue aja gimana tan?"

"Emang sama lu gue gak bakal dihakimin sama kenangan?"

"Move on dong tan."

"Gimana mau move on ntan, dimana-mana ketemu, diajak ngobrol dikasih minum sama makan seblak geratis pula."

AmigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang