4

2.1K 44 0
                                    

"Baek-baek di rumah ya dek" sebelum Echa berbicara Eza lebih dulu melangkah menuju mobil.
Tak kuasa menahan air mata, bagaimanapun ia juga bersedih berpisah dengan Echa, tapi disisi lain, ia tau, ini memang yang terbaik. Karna jika ia tetap tinggal, perasaannya tidak mungkin akan berhenti begitu saja.

Ya sekarang dia mengaku bahwa ia sudah jatuh cinta kepada kembarannya sendiri. Dah perasaan itu tak layak diperjuangkan.

Echa menangis sejadi-jadinya, bahkan ia sudah tak sanggup menopang dirinya sendiri. Echa jatuh. Menunduk tak kuasa melihat kepergian abangnya.

Hiks
Hiks
Hiks

"Sebentar pak" Eza tak bisa lagi melihat Echa menangis seperti ini.

Eza berlari memeluk Echa.

"Ssssttttt...udah ya nggak usah nangis" Echa memeluk erat abang yang sebentar lagi akan meninggalkan dia sendiri. "Abang nggak lama kok"

"Jan...hiks hiks janji?" Tanya echa terbata.

"Masih inget kemaren abang bilang apakan?" Echa mengangguk dan kembali membenamkan wajahnya ke dada bidang sang abang.

"Echa pinter, adeknya abang, g boleh lemah kayak gini" Eza mengangkat tubuh adeknya, membawa Echa menuju kamarnya. Mengecupnya sekilas.
"Sekarang adek bukan pacarnya abang lagi, tapi adek juga nggak boleh pacaran sama sembarang orang" Eza kembali tersenyum, mengecup kening, pipi Echa.

"Abang pergi" ucapnya sendu, tatapan kosong menghiasi wajah cantiknya, "Abang akan pergi" ulangnya.

Hiks

Hiks

Echa kembali menangis.

Langkah Eza terhenti, ia benar-benar tidak tega melihat kondisi Adeknya saat ini.

"Cha, please!!!" Eza lelah, ya dia lelah dengan segalanya...

Dirinya yang bodoh telah jatuh cinta pada adeknya, dia yang tak bisa melawan papanya, dan dia yang tak bisa pergi meninggalkan adeknya dalam keadaan seperti ini.

"Ma, pesawatnya berangkat jam berapa?"

"Kurang 3 jam lagi"

Eza mengangguk "izinin Eza nidurin Echa dulu"

Pletak

"Auhhhh maaaaa, sakit"

Mama melotot. "Berani-beraninya kamuuu"

"Astaga maaa, Eza cuma mau bantu adek tidur biar Eza bisa benar-benar pergi, bukan mau nidurin"

Echa tak mendengar apapun, tatapannya kosong, yang dipikirkan hanya abangnya, ia tak tau lagi bagaimana ia bisa hidup tanpa abangnya.

Air mata jatuh begitu saja, Echa merasakan ada tangan kokoh yang mengusap pipinya.

"Abang nggak pergi, sekarang Echa jangan nangis lagi" suara halus itu sukses menenangkan hati gelisah Echa.

Echa tak mengucapkan sepatah katapun.

Ia hanya diam dalam pangkuan abangnya.

Eza tau persis bagaimana adeknya, saat dia sudah lelah menangis maka ia akan tertidur sampai ada yang membangunkan kembali.

Tak ingin larut dalam kesedihan, Eza melepas pelukan Echa.

Satu yang Eza yakini, Apapun yang akan terjadi itulah yang terbaik.









Jangan lupa vote😘

Typo bertebaran 😫

Cause Me (Bad)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang