Echa benar-benar berharap ia tidak akan bangun jika pada saat bangun yang didapati hanya kedua orang tuanya.
"Echa dimana ma?"
Echa bukan tak tau kalo dia dirumah sakit, bau obat yang menyengat, rasa pusing yang tak tertahankan dan ada jarum yang terbenam dipergelangan tangannya.
"Syukurlah nak, kamu sudah sadar" tangis mama pecah seketika, 3 hari echa tak membuka kelopak matanya itu sukses membuat semua orang kalang kabut, papanya tau betul, itu terjadi karena echa yang tak mau kehilangan eza, papa sempat ingin merubah keputusannya agar Eza kembali pulang, tapi tidak, ia tidak bisa membiarkan kedua anaknya saling jatuh cinta. Dan pada akhirnya minta dinikahkan. Membayangkan saja ia tak bisa.
"Abang mana ma?" Mama kembali menunduk.
Mengabaikan pertanyaan Echa "Adek masih pusing?" Dalihnya.
Hiks
Hiks
Hiks
Echa paham sekarang, sakitnya dia tak merubah apapun, papanya tetap dalam pendiriannya.
Bagi Echa, kehilangan Eza itu seperti kehilangan separuh dirinya. Sejak bayi pun echa tidak pernah terpisahkan dengan Eza, dari kecil Echa tak mempunyai teman, hanya abangnya saja yang menjadi teman bahkan abangnya pun merangkap menjadi orang tuanya, karna kedua orang tua mereka adalah penggila pekerjaan.
Echa mencoba menahan air matanya.
"Echa mau mama sama papa pergi" seketika kedua orang tuanya menoleh. Dan pada saat itu rasa benci terhadap papanya tumbuh.
"Kalian gak denger? Budek?"
"Cha!!!" Teriak papa, Echa tak memperdulikan lagi mereka, ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, dan kembali terisak.
"Udah pa, ayok keluar" tak dipungkiri, mama tau apa yang dirasakan putrinya ini, bagaimanapun dia ibunya, yang melahirkan mereka, tapi sekarang ia juga yang membuat keduanya merasa sakit.
***
Disisi lain.
Eza sedang makan malam. Sendiri.
Tiba-tiba omnya datang dan langsung angkat bicara.
"Za, om sudah daftarin kamu kuliah, sesuai perintah papa kamu, kamu om daftarin di fakultas Ekonomi, mulai besok kamu sudah bisa kuliah"
"Ya udah om, eza Mau kekamar dulu"
Eza memang bukan tipe orang yang hangat pada orang lain, tapi dia juga bukan orang yang dingin. Dia cukup malu untuk bersifat kekanakan diusia 20 tahun ini. Apalagi kepada om nya, yang bahkan tak tau apa penyebab ia bisa berada disini sekarang.
Sekarang, prioritas Eza hanya belajar sungguhan, jika biasanya ia tak perduli dengan IPK, sekarang ia harus memiliki IPK tinggi, dan menjadi sukses. Karna syaratnya pulang hanya satu. Sukses.
Ia ingin sekali menghubungi Adeknya, tapi sialnya, ponselnya teringgal dikamar Echa. Bahkan tak ada yang bisa dihubungi kecuali papanya, dan papanya tak akan mengizinkan dia berkomunikasi dengan Echa.
Arrrghhhhh
"Bahkan gua gak tau kabarnya dia gimana" teriaknya...
***
Apartemen Renald.
"Ren, gua mau balik ke rumah nyokap, nyokap gua sakit lagi dan parahnya ini lebih parah dari kemarin, gua ambil cuti kuliah dan maaf banget gua gak bisa temenin elo jagain Echa" Beno memang bad, tapi dia juga penyayang keluarga, apalagi ibunya.
"Hm"
" Gua serius"
"Hm, titip salam buat nyokap"
"Nyokap gua?"
"Bukan"
"Terus"
"Nyokapnya Upin&Ipin"
"Hah? Emang lu kenal?"
"Hm"
"Wah, gua mau dong dikenalin, eh tapi bukannya udah pada mati ya"
"Pergi sono, gak sah ngebacod disini, suntuk gua, mau tidur"
Beno kembali ingat tujuan awal datang ke apartement Renald.
"Ren, Echa udah sadar noh, lu tengokin deh, sekalian kenalan" pesan Beno yang mungkin akan diindahkan Renald karna ini berkaitan dengan adek dari sahabatnya.
***
Rumah sakit.
Renald tak berniat untuk memperkenalkan diri kepada Echa, ia hanya akan memantau echa dari jauh.
Seperti sekarang, ia hanya memandang Echa yang berusaha menahan tangis lewat jendela.
Dasar lemah batinnya.
Sekarang ia tau, kenapa Eza begitu menyayangi Echa.
Cewek lemah yang hanya punya satu sandaran, Eza.
Menarik menjadi kesan pertamanya.
****
Maaf ya, emang dikit banget buat part ini.🙂
Jangan lupa vote😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause Me (Bad)
Romance(Up date setiap malam)😁 "Abang ngapain di kamar Adek" kaget Echa saat keluar dari kamar mandinya.. "Kunci pintu kamar lu dimana dek?" Jawabnya, masih tetap mencari kunci di laci meja. "Mau ngapain?" Tanya Echa, tapi tetap tanpa ragu memberikan kunc...