“MORNING, KAK ANNE!”
Aku membuka mataku saat mendengar suara nyaring agak berat milik sepupu sialan—maksudku tersayang yang sedang berlibur untuk seminggu dirumahku. Aku berbalik membelakanginya saat melihat senyum menyebalkan terpasang diwajahnya.
“Hey! Anak gadis mana yang pagi-pagi begini masih dikasur!” Theo memarahiku dengan nada bicaranya yang lucu. Dia menarik selimutku kemudian menarik tanganku agar duduk.
Aku mengucek mataku perlahan, hidupku benar-benar tidak aman dengan hadirnya bocah satu ini.
“Kamu ngapain disini? Gak ikut Keannu? Hari ini kalian mau lihat-lihat kampus, ‘kan?”
Theo mengangguk, bocah itu memberiku sebotol air putih, “Ini minum. Bye, Kak!”
Aku mencebik saat Theo pergi dari kamarku.
Aku melihat botol minum yang diberikan anak itu, kemudian membanting diriku untuk berbaring kembali.
Aku memejamkan mataku untuk sebentar saja, namun Ibuku mengetuk pintu dengan super kencang dan cepat. Itu kegiatan pagi yang mengganggu.
“ANNE! BANGUN, NE! INI UDAH JAM BERAPA, HEI!” Ibuku berteriak didepan pintu kamarku, Ya Tuhan.
“ANNE UDAH BANGUN DARITADI!” balasku dengan suara agak serak.
Aku bangkit dari kasurku, membanting selimutku ke kasur dan mengambil botol pemberian Theo. Aku meminum air dari botol itu sambil duduk dikursi, aku melihat kamar Maxell. Jendela kamarnya sudah terbuka, dia orang pagi ternyata .
Ini susu?
Aku mengernyit saat menyadari yang aku minum bukanlah air putih pagi yang biasa kuminum. Sialan, ini benar-benar susu dengan tambahan gula. Aku keluar kamar dan turun untuk minum air putih ke dapur.
“Mandi kamu!” ucap Ibuku sambil agak memukul punggungku.
Aku mengernyit, “Santai kenapa, Bu! Nanti juga mandi, astaga.” Aku mengambil gelas kemudian menunggunya penuh diisi air minum. Aku berdiri menopang diriku pada bar dapur.
Aku meminum air yang sudah mengisi penuh gelasku Kemudian Ibuku menyenggol sikutku yang otomatis membuat tanganku bergerak dan air digelas itu mengenai dagu dan bajuku.
“Ya ampun! Ada apa sih, Bu?” tanyaku. Ini masih pagi dan ada apa dengan Ibuku yang heboh sedari tadi.
“Maxell ada di depan, lagi duduk.” Bisiknya.
Uhuk uhuk
Aku tersedak ludahku sendiri ketika Ibuku menyebut Maxell sedang ada didepan rumahku. Ada apa juga makhluk itu—tidak, pangeran itu—berlebihan, lelaki itu duduk didepan rumahku?
“Ibu nyuruh dia?”
Ibuku menggeleng, “Ya nggak, lah! Ngapain Ibu nyuruh anak orang duduk didepan rumah.”
“Ya terus?”
“Nungguin kamu.”
“Ha?”
*
“Hai, Maxell!” (ceria)
“Hai? Maxell?” (Menyelipkan rambut pada telinga)
“Eh! Hai, Maxell! Apa kabar?” (sok akrab)
“Ha-hai.” (Mata berkilau, terkagum)
“Ahhhh! Pusing!”
Aku duduk dikasurku. Bingung harus menggunakan nada apa saat bertemu dengannya nanti. Lagi pula, ada angin apa laki-laki itu menungguku diluar sana. Ada masalahkah?

KAMU SEDANG MEMBACA
Acquilino Maxell
Teen FictionKeanne Shinta adalah seorang mahasiswi biasa yang tinggal disamping rumah pria misterius yang seumuran dengannya. Banyak gosip kurang mengenakkan yang menyebar tentang pria itu, menimbulkan rasa simpati Keanne untuk mengenal pria tersebut lebih dala...