Keanne
Maxell langsung masuk ke pusat perbelanjaan begitu memarkirkan mobilnya. Well, aku hanya bisa mengumpat pada kakiku yang tidak bisa menyeimbangkan langkah dengan kaki Maxell yang panjang. Oh, sialan.
Aku terhalang oleh beberapa orang ketika aku tidak bisa melihat Maxell didepan sana. Dan ketika didepan toko perhiasan, tanganku ditarik olehnya dengan tidak biasa.
“Udah aku bilang jalan disamping aku.”
Aku hanya bisa meringis saat tatapan tajamnya menusukku dengan lembut. Ketika tangan dinginnya menarikku masuk toko itu membuatku mau tidak mau mengikutinya dengan setengah berlari. Lagi, aku mengumpati kakiku.
Aku duduk di kursi tepat didepan etalase yang memajang beberapa produk dari toko tersebut. Ada perasaan bahagia tersendiri untukku ketika dapat memiliki waktu berdua dengan Maxell seperti hari ini. Mungkin ini pertama sekaligus terakhir kalinya untukku memiliki waktu ini, karena setelah Maxell melunasi hutangnya (yang ia anggap begitu) mungkin ia tidak akan memberiku tumpangan secara sukarela lagi.
Meskipun aku memiliki perasaan lebih dari suka pada Maxell, bukan berarti aku menutup mata dan telingaku pada kenyataan. Pria ini jelas tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku, dan segala hal yang dilakukannya hari ini hanyalah atas dasar membalas apa yang pernah kulakukan untuknya. Hah, untuk pertama kalinya aku merasa kalau jatuh cinta sepedih ini.
Aku tersenyum tipis saat melihat satu kalung dibalik kaca etalase dihadapanku ini. Gantungannya tidak terlalu besar dan bentuknya yang minimalis benar-benar menarik perhatianku. Aku tersenyum melihatnya.
“Ini, pesanannya. Semuanya sudah dicek, untuk pembayaran dan pengecekan kembali dapat dilakukan dikasir. Terimakasih.”
Maxell hanya mengangguk menanggapi pelayan itu, aku balas tersenyum karena membaca gurat tak senang di wajah pelayannya.
“Anne, bisa tolong titip dulu?”
Aku mengangkat sebelah alisku, “Mau kemana?”
“Sebentar aja.”
Maxell meninggalkanku yang sedang menunggu barang miliknya dicek untuk terakhir kalinya sebelum dibawa pulang. Aku tidak tahu untuk siapa dia membeli perhiasan itu, tapi dilihat dari desain dan bahannya sepertinya uang yang dikeluarkannya tidak sedikit. Aku menarik napas dalam sambil menatap takjub sedikit pasrah pada barang itu.
“Anne?”
Aku terperanjat kaget saat mendengar sebuah suara tak asing yang tertangkap telingaku.
“Matt? Apa? Kenapa ada disini?” tanyaku, yang lebih seperti ucapan menyangkal kehadirannya saat ini.
“Aku lagi hangout biasa. Kamu kesini sama siapa?” Dengan manisnya Matthew duduk disampingku, seolah melupakan apa yang sering terjadi bila kita berdekatan seperti ini.
“Mana Elisa?” tanyaku.
“Lagi nyari cincin didepan.”
Aku mengulum bibir dalamku, “Matthew aku pikir lebih bagus kalo kita berdiri aja. Gak usah duduk deketan kayak gini.”
Matthew tersenyum sambil mengangkat alisnya, “Kenapa? Elisa gak disini.”
“Sori, tapi ini bikin gak nyaman.”
Matthew mengangguk kikuk, ia berdiri kemudian disusul olehku yang ikut berdiri kemudian mengambil langkah mundur sekali.
“Hey, bro. Bisa tolong ke kasirin, gak?”
Tepat waktu. Kami menjaga jarak begitu Elisa tiba didekat kami. Gadis itu mulai bergelayut dilengan Matthew dan itu membuatku makin terganggu.
“Yo, bitch. What the fuck you doing here?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Acquilino Maxell
Roman pour AdolescentsKeanne Shinta adalah seorang mahasiswi biasa yang tinggal disamping rumah pria misterius yang seumuran dengannya. Banyak gosip kurang mengenakkan yang menyebar tentang pria itu, menimbulkan rasa simpati Keanne untuk mengenal pria tersebut lebih dala...