BAB 2 : Reunion

48 5 0
                                    

Ini hari Minggu. Walaupun hari libur, tidak berarti aku akan tidur dirumah seharian. Aku memasukkan dompet ke dalam tas kecilku kemudian turun dari kamar. Hari ini ayahku sedang mendapat libur. Katanya hingga minggu depan ia akan di rumah, jadi aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk pergi dengan ayahku.

“Yo! Kak Shinta!” panggil adikku. Ia selalu memanggilku dengan nama tengahku, sudah kebiasaan katanya.

“Ayo, Ken! Kamu masih minum susu? Daritadi?”

Kami akan pergi sarapan di luar, akan dilanjut dengan bermain ke tempat-tempat favorit di kota Jakarta. Tapi Keanu masih sibuk dengan susu vanila-nya.

“Ini ngabisin dari bungkusnya. Sayang kalau dibuang, lagian susunya ‘kan enak.”

Aku hanya mengabaikannya kemudian melangkah keluar rumah menuju mobil yang sedang dipanaskan Papa, Ibu sudah berada diluar lengkap dengan tas jinjing favoritnya.

Omong-omong, nama lengkapku adalah Keanne Shinta Natawidjaja, dan nama lengkap adikku adalah Keanu Aldy Natawidjaja. Well, walaupun nama kami hampir sama bukan berarti kami kembar, ya! Aku dan adikku terpaut usia tiga tahun. Ia berada di kelas XII SMA sekarang, dan aku sedang menjalani tahun keduaku di kampus. Bisa ditebak umur kami berapa.

“Kak.”

Aku yang sedang melahap sereal pun menoleh pada adikku, “Apa?”

Matanya menatap pada sebuah titik, jari telunjuknya menunjuk ke arah dua orang  wanita pirang yang sedang berdiri menyamping dari pandanganku, “Kenapa, Ken?”

“Itu temen kakak bukan, sih? Yang kembar itu loh.” Katanya. Aku memfokuskan pandanganku, kembar? Aku sedikit lupa siapa-siapa saja temanku yang memiliki saudara kembar.

Aku menggeleng, “Kakak lupa, Ken.” Aku menyuapkan pancake milik Ken ke dalam mulutku.

Ia mengerutkan keningnya, “Aku juga lupa. Namanya susah. Desel-desel gitu loh namanya.” Ungkapnya.

Aku melontarkan tatapan bertanya, “Eh? De—da— oh, iya. Dazel. Adinda sama Jasmine Dazel.”

“Namanya bukannya agak panjang, ya kak? Aku aja ngingetnya susah loh.”

Aku mengendikan bahuku, “Kalo Dinda itu namanya Adinda Theressa, nah kalo Jasmine itu Jasmine Theressia. Belakangnya sama-sama marga Dazel.”

“Yang dulu sekelas sama kakak itu yang mana?”

“Ad—”

“Anne, Ken, abisin dulu makannya sayang. Nanti baru ngobrol.” Potong Papaku.

“Kamu tahu jawabannya.” Ucapku lalu menghabiskan sereal pisang milikku. Dan Ken kembali memakan pancakenya (yang ditaburi susu bubuk vanila favoritnya).

“Anne!”

Aku mendongak, melihat orang yang memanggilku dari arah depan. Dan si kembar datang padaku.

“Mereka kesini, kak!”

“Aku tahu. Aku mendengar dan melihat mereka. Hai!”

Si pemakai bandana memelukku kemudian, “Kangen banget hampir setahun gak ketemu.” Ucapnya.

Aku balas memeluknya, “Ini Adinda, ya?” tanyaku. Jujur saja, kadang kalau mereka bersama aku selalu bingung sendiri. Mereka berdua identik, sangat identik! Yang membedakan hanyalah cara berpakaian dan berbicara mereka. Adinda jauh lebih feminim dari Jasmine dan Jasmine jauh terlihat lebih mandiri dari Adinda, padahal Adinda lahir lima belas menit sebelum Jasmine.

“Hello!” ucap Jasmine, senyumnya merekah. “Pagi Om, Tante. Keanu, ya? Pagi.”

“Pagi, nak. Sini duduk.” Balas Ibuku. Ia menepuk kursi di sebelahnya, dan Jasmine pun mendekat. Adinda kutarik duduk di sebelahku.

Acquilino MaxellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang