Bukan Aku - Kedua

114 0 0
                                    

2018 ada dua bagian cerita yang aku lewati tentang bagaimana menjaga niat dari hati yang selalu ingin bersuara dan menyuarakan.

Seorang gadis yang aku tidak sengaja menemuinya pada postingan seseorang yang aku follow akun instagramnya, disana ada nama yang di tag pada wajah seorang gadis yang aku melihatnya sepintas seperti tidak berbeda jauh usianya.

Kadang perjalanan itu mengalir begitu saja. Oh iya aku bukan tipe laki-laki yang tergolong "ikhwan" meskipun aku ikhwan dalam pengertian Bahasa. Jadi jangan pernah mengira bahwa aku akan menceritakan kisah heroic romantic ala-ala taarufan, bukan. Aku lelaki biasa yang kadang sulit menjaga pandangan dan tangan alias jari.

Ceritanya berawal pada postingan teman, bukan teman dunia nyata hanya berteman via medsos. Lalu akhirnya aku memfollownya, luarbiasa, karena dia tidak umum makanya aku memperlakukannya tidak umum pula. Semua postingannya sudah aku baca meskipun tanpa aku LIKE apalagi meninggalkan komentar. Tidak. Hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk menyentuhnya dua kali atau menyentuhnya tepat di hati pada saat postingan yang baru diposting olehnya. Itu luarbiasa.

Setiap kata, caption yang dia tulis, mengandung pesan yang sangat kuat. Disana terdapat visi yang jelas bahwa dia tidak hanya sekedar menuliskan caption apalagi hanya sekedar memposting fotonya, tidak. Sebab itulah aku menyukainya. Ada semacam harapan, ajakan, teguran, nasihat, dan reminder pada postingannya. Kata-katanya terucap tulus entah bagaimana aku bisa merasakannya.

Hingga suatu hari ia memposting sebuah opini di insta story nya. Itu adalah interaksi pertama kali dengannya. Dia membalas. Bak artis membalas fans, tak ayal aku segera screenshoot. Alay. Maaf Malaikat Maut waktu itu aku bucin syekali. __ waktu berjalan, akupun memberanikan diri berkenalan langsung dengannya (meskipun via DM) dia membalas seadanya. Disitu aku sadar caraku kurang tepat. Sejak saat itu tidak pernah adalagi niat dihati untuk membuatnya terganggu atau rishi oleh sikapku yang mungkin terlalu freak.

Kehidupan perbucinan berjalanan normal. Tak henti setiap bermunajat pada Allah, aku membayangkan dirinya. Seorang gadis asal Jakarta yang kuliah di Surakarta kemudian melanjutkan kuliah di Ibukota, dengan background pendidikan sanawiyah dan Aliyah di pondok pesantren di Kuningan. Ya dia memenuhi kriteria "berpendidikan, agama, dan cantik rupawan" standar khusus yang aku buat. Setidaknya saat itu aku masih beranggapan dia tidak terlalu berbeda jauh dariku.

Tibalah saat dimana niatmu, tujuanmu, dan ikhlasmu dipertanyakan. Kepada siapakah semua itu kau peruntukkan?

Undangan digital pernikahannya pun di posting lengkap dengan video singkatnya. Bahkan disana tertulis rapi nama, gelar, keluarga besar, dan tag calon suaminya. Naluri kepo muncul, lelaki seperti apa yang diamine olehnya untuk menjadi pendamping hidupnya? Aku penasaran, dan aku memfollow akunnya yang tergembok itu. Taraa... Malaikat Maut mungkin sedang tersenyum saat mengetahui apa yang aku perbuat. Scroll atas bawah, baca bio nya berulang kali. Disana tertulis "awardee LPDP" oke dari situ saja aku sudah langsung memasang kuda-kuda move on garis keras. Dia seorang yang hanif, murah senyum, pintar, kekinian dibuktikan dari macbook coba, haha.. selain itu juga jago desai secara dia arsitek. Diterima di salah satu kampus di Eropa, dan pernah terlibat dalam ajang kegiatan amal, langganannya Kitabisa.com ternyata dia. Tidak sampai disitu, momen keluarga yang dipostingnya baik dia maupun si perempuan tadi, cukup jelas menggambarkan siapa mereka dari latarbelakang keluarga yang seperti apa mereka.

Oke, Bukan dia. Atau Bukan aku.

Hari ini mereka sedang menjalani bahtera rumahtangga yang super menginspirasi di Sweden sana. Banyak kisah sudah yang mereka ceritakan kepada netijen budimannya. Yang terakhir adalah tentang program "Ifthar untuk Palestine" yang mereka gagas berdua, itu termasuk dalam targetan Ramadhan 1440 H mereka ternyata. Hiks apadaya saat diri baru membuat target ramadhan puasa tidak ada bolong, Tarawih harus di Masjid, ngaji 1 juzz 1 hari dll. Sementara mereka punya targetan sudah bukan lagi untuk dirinya.

Kalau saja itu aku yang menjadi suaminya, pastilah potensi dia tidak tersalurkan dengan maksimal. Pede bgt dia mau. Saat dia (suaminya) sudah terbiasa menggunakan Bahasa Inggris, aku baru mengerti cara membaca jam A.M/P.M atau baru mengerti ada yang namanya Adjective, Adverb, Verb dkk itupun sepulang dari Pare si kampong Inggris. Saat dia sudah keterima LPDP sementara aku saat itu awal 2018 masih di kebun membantu orangtua mendodos sawit.

Intinya: aku belum siap, bahkan belum menyiapkan apa-apa. Sedangkan dia jauh lebih siap.

Di luar imajinasiku jika dia bersamaku. Haha. Allah Maha Mengetahui. Kapan waktu yang tepat dan siapa orangnya. Kelak aku akan mencontoh perjalanan rumahtangga mereka dan tidak akan kalah dengan apa yang sudah mereka syiar kan.

Terimakasih buat Mbanya dan Masnya.

Galau adalah kondisi dimana kamu setengah sadar atau tidak sadar sama sekali makanya sulit mengambil keputusan. Untungnya aku sadar, logikaku masih normal ternyata, apa yang mereka perlihatkan dan Allah izinkan untukku mengikutinya, adalah hal-hal luarbiasa yang harus dengan sadar diapresiasi dan didukung, bukan diumpat atau disesali layaknya orang gagal move on.

Terimakasih juga sudah membaca
Aku dan Pendidikan

#bukanjodohku  

PATAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang