Setiap diri memiliki kenyamanannya. Setiap jalan memiliki petunjuknya. Setiap gunung memiliki ceritanya. Dan setiap doa, memiliki harapannya.
Aku dan Kamu, sebelum menjadi kita.
Aku, adalah sebuah diri yang nyaman dengan kesendirian dan perjalanan.
Kamu, adalah harapan dari terwujudnya doa.Sebuah cerita; tentang “Sepasang Teman”
Ini bukan tentang teman akrab. Juga bukan tentang sahabat. Ini hanya sebuah tulisan yang bercerita tentang teman. Teman yang baru saja dikenal. Pertemanan yang dimulai dengan tidak istimewa. Perkenalan yang dimulai tanpa memberikan kesan yang layak untuk dikenang kelak.Pertemanan ini dimulai bukan diawal waktu, seperti layaknya teman baru ketika Bersama menikmati hari pertama sekolah. Atau seperti kisah-kisah anak kampus yang berkenalan disaat ospek universitas atau fakultasnya. Tidak pula seperti kisah-kisah sinetron yang saling berkenalan saat rapat Perdana atau naik transportasi umum yang sama menuju ke tempat kerja.
Pertemanan ini justru dimulai saat aku dan dia saling ingin mengakhiri pertemanan.
Aku yang sudah jenuh, dan dia yang sedang belajar. Belajar membaik. Belajar menjaga. Jenuh akan pertemanan yang berbatas usia. Jenuh dengan pertemanan yang harus saling sibuk dan melupa sesaat setelah tidak lagi Bersama. Seperti pada sebuah acara perpisahan sekolah. Kau harus terima disaat pilihan itu menuntun siapa saja yang diinginkannya dan menginginkannya pada perbedaan, bahwa kenyataan tidak datang seorang diri melainkan ia membawa saudaranya, sedih dan bahagia.
Pertemanan yang berakhir dengan kesimpulan “jangan lupakan aku”. Seakan ada harapan dan penegasan bahwa perpisahan adalah waktu untuk melupakan. Begitulah arti pertemanan bagiku. Saat kalimat selamat/congraduation mulai ditujukan ke dirimu, saat itu kamu mungkin tidak sadar, sebentar lagi mereka dan orang-orang akan melupakanmu dan kamupun akan melupakan mereka. Karena selanjutnya kamu tidak ada waktu lagi untuk mengingatnya, karena mungkin juga kamu akan lupa dengan dirimu sendiri. Kamu lupa bahagiamu seperti apa dengan apa. Dan menggantinya dengan bahagia orang lain dan mengatakannya itu juga bahagiamu. Dan hari-harimu semakin jauh meninggalkan dirimu. Sulit, dan rumit.
Saat itu aku memilih jenuh.
Sementara Dia, dia seperti perempuan lainnya. Dihampiri usia, didekati kecemasan.
Begitulah takdir memainkan perannya.
#bagiansatuKarena kita bukan kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
PATAH
Romancekau tahu, kaki dan hati itu berbeda tapi bisa sama. bedanya kaki ada dua. samanya keduanya bisa patah. Patah kaki cacat fisik, patah hati cacat mental jika tidak segera diobati. Patah kaki masih bisa sejalan. Patah hati siapa yang tahu? Untukmu: Di...