🌻🌻🌻
Rani POV
Aku sedang duduk, menghadap ke arah laut. Yakni menikmati udara menjelang senja yang dibawa angin laut, mendengar desiran ombak, menatap ikan-ikan kecil yang melompat dipermukaan laut.
Aku terus menahan sesuatu yang kian memanas, menyesak, dan serasa semakin kuat ingin meledak di sudut pelopak mata.
"Ahh, kenapa gini banget..." batinku. Aku mencoba bertahan agar tetap bisa mengendalikan diri. Sekuat mungkin aku terus membangun benteng dalam diriku.
"Aku nggak boleh cengeng," bisikku, "...perempuan harus tangguh!" Aku terus menahan perasaan, aku berusaha agar tetap kokoh.
Sayang, rasa sakit ini sudah terlalu jauh menanam diri pada tubuhku. Akal sehatku sudah tidak bermain dalam diriku. Aku benar-benar lepas kendali.
Aku mengambil foto didalam dompetku. Dan, aku merobeknya, memisahkan sepasang tokoh yang ada difoto itu.
"Kamu!" Ucapku penuh emosi. Tubuhku masih gemetaran menahan emosi yang belum juga reda.
"Kamu pernah mikir nggak sih, gimana susahnya ngejaga hati? Terus, kenapa kamu malah pergi sama perempuan lain. Arrggghhh!!" Aku mengepalkan jemariku semakin keras.
"Kamu memang benar-benar cowok brengsek!" Aku membabi buta, merobek foto yang sudah menjadi dua itu menjadi sobekan kecil yang bertebaran.
Dadaku semakin sesak oleh emosi yang semakin tak terkendali. Air mataku terus mengaliri lekuk pipiku. Pertanyaan yang sampai saat ini masih menyiksa dadaku; Kenapa kamu lakukan itu padaku? Aku masih belum percaya; kamu tega mengkhianati cintaku.
Saat termenung dengan menghadap laut biru, tiba-tiba terdengar langkah kaki yang mendekat ke arahku.
"Pulanglah! Kamu itu nggak cocok sama senja. Senja itu menyakitkan, apalagi untuk orang-orang sepertimu yang sedang patah hati!" Suara itu terdengar samar dari jauh. Suara yang dibawa rambatan angin dari lelaki yang semakin mendekatkan langkah.
"Jangan sok tahu. Saya nggak sedang patah hati," sanggah ku.
"Kamu mungkin nggak tahu; nggak ada orang patah hati yang benar-benar bisa menyembunyikan patah hatinya, apalagi seorang perempuan sepertimu" jawab lelaki itu dingin.
"Jangan semakin kurang ajar. Kamu tidak mengenal saya. Jangan menyimpulkan hal-hal yang tidak kamu ketahui." protesku.
Lelaki itu justru meninggalkanku tanpa banyak bicara lagi. "Maaf saya lagi nggak mau berdebat sama orang yang sedang patah hati. Saya nggak mau jadi imbas dari rasa sakit anda. Permisi." Dia pergi meninggalkanku.
"Hey! Mau kemana kamu?!" teriakku.
Pertanyaanku pun tidak ia hiraukan, ia pergi begitu saja memunggungiku.
"Hisssh, dasar aneh. Mengganggu saja," gumanku begitu saja.
Beberapa saat kemudian, aku berpikir. Aku menyadari ada benarnya yang dikatakan lelaki itu. Aku menatap langit senja yang mulai gelap, seketika ingatan tentang Andre; mantan kekasihku, kembali hadir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagiamu, Bahagiaku.
Teen FictionSebetulnya, alasanmu kecewa itu bukan karena orang lain atau hubungan yang gagal terjalin. Melainkan harapan pribadi yang kamu sematkan terlalu tinggi. Bahagiamu itu tanggung jawabmu sendiri.