Insiden

1.3K 63 0
                                    

Author POV

"Kita mau kemana?" tanya Rani.

"Udah ikut aja,"

"Tumben naik motor?" tanya Rani heran.

"Lagi pengen kamu peluk," goda Rani

"Ishhh dasar tukang modus!" jawab Rani ketus.

Rani menaiki jok motor Dhira, sekarang ia tak lagi khawatir akan dibawa kemana oleh Dhira. Baginya, kemanapun Dhira pergi pasti akan menyenangkan.

Motor Dhira melaju membelah jalanan kota yang mulai ramai oleh angkutan kota yang saling menyalil dan berebut penumpang. Tangan Rani memeluk erat pinggang Dhira. Ia merebahkan pipinya dipundak Dhira, membiarkan rambutnya tergerai ditiup angin. Nyaman. Begitu nyaman.

Ini adalah tempat dimana orang lain akan berfikir jika ini adalah tempat biasa. Namun tidak bagi Dhira dan Rani. Dhira memperhatikan Rani yang diam menatap langit. Dhira tersenyum. Menaruh jagung bakar yang sudah matang diatas meja tempat Rani dan Dhira duduk. Tentu saja lengkap dengan 2 teh botol instan dingin.

Dhira berdiri dibelakang Rani, meletakkan tangannya dipinggang Rani. Meskipun awalnya kaget karena Dhira tiba-tiba datang dari belakangnya, Rani berusaha menikmati setiap momen yang terjadi.

"Rani.." bisiknya.

Lengan Dhira memeluk erat pinggang Rani. Tangan Rani menggengam lengan yang melingkari pinggangnya itu. Ia tersenyum, menghadapkan wajahnya ke wajah Dhira.

"Iya?,,"

"Aku boleh menyatakan sesuatu?" bisiknya pelan.

Rani mengganguk, memberi isyarat mempersilahkan.

"Aku milik kamu,"

"Aku juga milik kamu, Dhira," ucap Rani.

"Kamu jangan nyebelin ya?" ucap polos Dhira.

Dhira POV

     "Kamu jangan nyebelin ya?" ucapku polos. Sontak Rani refleks ketawa. "Ishh, kamu kok ketawa sih?" omelku.

     "Dengerin ya Dhira sayang," Rani menangkup kedua pipiku, "Kalo nanti aku keliatan nyebelin, kamu harus ngingetin aku dengan baik. Jangan ngambek trus ngilang gak ada alasan. Jangan cari cewek lain karena itu gak bener. Oke?" ucap Rani panjang lebar, lalu melepas kedua tangannya dari wajahku.

     "Ran?"

     "Apa sayang?"

     "Hmmm... nganu.. itu.." ucapku terbata-bata

     "Apasih?"

     "Itu dimakan jagungnya, ntar keburu dingin"

     "Ishh aku kira mau ngomong penting" ucapnya cemberut.

     Rani asyik menikmati jagung bakar miliknya tanpa menoleh sedikitpun kepadaku.

     Malam semakin larut, aku harus menghantarkan Rani pulang kembali kerumahnya. Mama Rani telah menunggu didepan pintu. Ia tersenyum kepadaku. Mengingatkan agar aku hati-hati mengendarai sepeda motorku. Rani melambaikan tangan. Wajah merona milik Rani melepas kepergianku.

      Beberapa meter dari rumah Rani, aku berhenti karena hapeku terus berbunyi.

      "Hallo, siapa?" ucapku begitu saja.

     "Dhira, ini aku Aruna, mantan pacar kamu. Dhira maafin aku karena udah ninggalin kamu. Aku nyesel ninggalin kamu buat dia. Dia bukan yang terbaik buat aku," Jawabnya ringan.

     "Semudah itu?"

     "Dhira, tolong dengar aku. Aku menelfonmu untuk meminta hatimu kembali. Aku hanya ingin kamu saat ini. Udahlah lupain masa lalu yang pernah kita jalani. Kita mulai yang baru ya? Aku mencintaimu," Dia mulai meyakinkan untuk kembali mencintainya.

     "Jangan berharap, aku kembali padamu Aruna. Aku sudah terbiasa tanpamu. Maaf aku nggak bisa lagi mengulang kisah ini," ucapku lirih.

     "Tapi aku masih mencintaimu, Dhira!" teriak Aruna disebrang sana.

     "Maaf, aku nggak bisa lagi mencintaimu dengan hati yang sudah mati untukmu,"

     "Beri aku kesempatan Dhira. Aku bisa memberikan apapun untukmu," ucap Aruna. "Bahkan, seluruh tubuhku akan kuberikan kepadamu," sambungnya.

     "Stop! Wanita jalang!" emosiku lepas begitu saja. Aku paling tidak suka jika ada wanita yang seperti itu. Langsung saja aku matikan telfonnya, dan beranjak pulang.

     Aku terlalu emosi dan membawa motor dengan kecepatan diatas rata-rata. Hingga pada akhirnya, saat aku berusaha menyalip truk yang berada didepanku, aku tidak menyadari ada mobil yang datang dari arah berlawanan, dan dalam sekejap saja,

     Brakkkkkk!!!

     Tubuhku terlempar, motorku entah ada dimana, dan tentu saja rasa nyeri menyerang seluruh tubuhku. Dipikiranku hanya terlintas, Rani, kekasihku. Maafkan aku sayang, batinku sebelum tiba-tiba pandanganku gelap dan tidak sadarkan diri

Rani POV

     Hari ini Dhira aneh, gak tau kenapa. Tapi yaudahlah. Setelah sampai dirumah, aku langsung beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

     Saat hendak merapikan rambut, tiba-tiba Papa teriak-teriak histeris menyebut nama Dhira.

     "Adaa apa pah? Kenapa papa ngos-ngosan?" tanya mama.

     "Kenapa Dhira pah?" tanyaku antusias.

     "Dhira, Ran. Dhira. Dhira kecelakaan di deket terminal" papa berusah menjelaskan padaku.

     Tanpa babibu lagi, aku langsung lari ke tempat yang papa maksud.

     Disana, ada orang yang berkerumun. Aku langsung mendesak, untuk bisa melihat kondisi Dhira.

     Saat melihat badan Dhira yang gak sadarkan diri, aku langsung lemas. Air mataku berjatuhan. Pakaian Dinas Pesiar Malam Dhira sudah berubah warna menjadi lebih gelap.

     "Dhira?! Bangun. Aku disini, bangun dong" ucapku berurai air mata

     "Mbak mending dibawa kerumah sakit dulu aja. Kasihan ini masnya" ucap salah satu mas- mas.

      Aku pun mengganguk pasrah. Tubuh Dhira diangkat, dibawa masuk kemobil dan akupun ikut masuk.

     "Bertahan ya sayang? Aku tau kamu kuat, bertahan ya sayang" ucapku menggengam tangan Dhira.

     Dirumah sakit, Dhira langsung ditangani oleh dokter. Setelah sejam aku menunggu, mama dan papa datang. Tak berselang, mama Dhira pun datang.

     "Gimana kondisi Dhira nak?" tanya Mama Dhira. Aku menggeleng lalu memeluk Mama Dhira. "Maafin Rani ya tante, harusnya Rani nolak ajakan Dhira malem ini," ucapku berderai air mata.

     "Ini bukan salah kamu sayang, ini takdir" ucap Mama Dhira menenangkanku.

     Lalu dokterpun keluar dari ruangan.

     "Apa ini keluarga dari Andhira Negara?"  Dokterpun berbicara.

     "Iya dok, saya mamahnya," ucap Mama Dhira.

     "Begini ibu, anak ibu mengalami benturan dikepalanya. Ini mengakibatkan pendarahan yang cukup serius. Dhira membutuhkan golongan darah O negatif. Apakah dikeluarga ibu ada yang mempunyai golongan tersebut?" Jelas dokter panjang lebar.

     Aku langsung lari ke arah dokter, "Dok darah saya 0 negatif, ambil darah saya aja dok," ucapku serius.

     "Jika sudah ada langsung saja keruang tranfusi darah,"

     Aku rela berkorban apapun demi Dhira. Bertahan ya sayang, batinku.

Bahagiamu, Bahagiaku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang